Follow ig~ mazarina_asrifaris
Kesalahan satu malam yang membuat kehidupan Disya Anggita jungkir balik menata kehidupannya.
Melewati satu malam dengan kekasihnya mungkin sedikit tidak masalah dan dibilang wajar. Namun melewati satu malam bersama pria asing yang tidak dikenalinya ini konyol namanya.
Gara-gara salah masuk apartemen tetangganya Disya harus kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam dirinya. Disya syok seketika mengetahui pria tersebut?
"What! Kamu?" tentu saja keterkejutan itu hanya boleh ia ucapkan dalam hati.
"Aku akan bertanggung jawab!" ~> Daharyadika Ausky
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
"Papah!" teriak Mama Amy nyaring menyeru suaminya.
"Apa sih, Ma, pagi-pagi teriak."
"Baca ini Pah, anakmu kabur!" Mama Amy menyodorkan selembar kertas yang bertuliskan tangan Disya.
"Anakmu juga Mah. Hah! Apa? Disya beneran kabur?"
"Ya beneran, makanya dibaca. Jangan becanda dong Pah nggak lucu ini, Disya beneran berontak. Ini gara-gara Papa sih, main mau nikahin orang aja," omelnya cemas.
"Mama kok jadi nyalahin Papa sih, telfon Disya, Ma, suruh pulang, keluarga Asher 'kan mau datang."
Mama Amy beberapa kali melakukan panggilan, tetapi tidak ada jawaban. Alih-alih dijawab, handphone Disya malah dimatikan.
"Nggak diangkat, Pa, sekarang malah nomor telfonnya tidak dapat dihubungi. Ah, Mama nggak mau tahu pokoknya kalau sampai terjadi sesuatu sama Disya, mama bakalan marah sama Papa. Mama 'kan udah bilang batalkan perjodohan ini, kasihan Disya Pah!"
"Mah, kamu udah dikasih tahu kok nggak ngerti-ngerti sih. Papa pikir juga begitu dibatalkan saja, tetapi sekarang masalahnya beda, kasihan putri kita," ucap Amar mendadak sendu.
"Terus gimana dong kalau sudah begini mama pusing, belum masalah Flora. Mama takut Flora bakalan nyakitin Disya lagi," ujar Mama Amy khawatir.
"Segitunya kalau Disya yang pergi dari rumah, biarin ajalah Disya pergi, itu tandanya anak itu tahu diri, emang seharusnya Disya menolak Sky," ujar Flora santai.
"Sayang kamu jangan ngomong gitu dong, kasihan adik kamu."
"Ck, Mama kasihan sama Disya, tapi Mama nggak kasihan sama aku."
"Flora! Kapan sih kamu ngerti, bersikap lebih dewasa dan bijak."
"Nggak usah ajarin aku Mah."
"Ra! Berhenti mendebat Mama. Keputusan Papa tidak bisa diganggu gugat, kamu tahu 'kan dari dulu Papa paling tidak suka dibantah," bentak Amar, gadis itu pun terdiam.
Papa Amar sebenarnya tipikal orang yang santai, tetapi ia akan menjadi sangat serius bila apa yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
Sementara keluarga Amar masih dalam kecemasan, berbeda dengan Disya yang sedang duduk santai sambil menikmati secangkir teh setelah menghabiskan sepiring makanan. Disya baru saja terbangun dari tidur sekitar satu jam yang lalu. Gadis itu tidur cukup lama, baru kemudian mandi dan makan.
Mereka sekarang tengah duduk santai bersama eyang di halaman belakang rumah. Sementara Bik Darmi sedang menyiangi tanaman bersama mang Jaja.
"Eyang, Disya mau nginep di sini banyak hari," ucap gadis itu sambil sesekali menyesap tehnya.
"Boleh, tetapi kabari orang rumah, nanti mereka mencemaskanmu."
"Disya sudah mengirim pesan," jawabnya bohong.
Disya butuh ketenangan untuk beberapa hari ke depan. Di sini suasana cukup mendukung, selain tenang tempat juga nyaman.
"Kamu sudah ngabarin Mama kamu?" tanya Eyang tidak yakin, namun Disya mengangguk palsu.
Terang saja Disya mengiyakan omongan eyangnya, agar cepat mendapatkan kesepakatan iya. Anggap saja Disya memang lari dari masalah, tetapi sungguh untuk beberapa waktu ini Disya butuh ketenangan yang haqiqi.
"Kuliah kamu gimana?"
"Cuti satu minggu," jawab Disya cuek.
Sudah tidak ada lagi semangat, apalagi mengingat dosennya adalah Sky, orang yang membuat dirinya berada dalam kerumitan masalah yang bertubi, walaupun Disya akui semua sumber masalah dari dirinya, tetapi tetap saja, akar masalah diciptakan oleh Sky.
"Kamu ada masalah," tanya Eyang penuh selidik.
Disya tertegun sebentar, baru kemudian menggeleng pelan. Eyang tersenyum simpul menanggapi cucunya. Jelas kentara dari mata Disya yang sembab dan raut muka yang tidak seceria biasanya kalau datang mengunjunginya, sampai gelagat Disya yang cukup mencurigakan, Eyang yakin Disya bukannya tidak ada masalah tetapi penuh dengan masalah.
"Ya sudah kamu istirahat saja, nikmati waktu libur cutimu dengan baik, pastikan kamu kembali ke rumah dengan pikiran tenang," ucap Eyang tenang.
Disya mengangguk, setelah menghabiskan secangkir teh hangat, gadis itu beranjak dan menuju kamarnya kembali. Disya tahu ini salah, tetapi sungguh tidak ada pilihan baginya yang membuat gadis itu bernapas lega. Terlalu banyak hati yang terluka untuk melangkah ke depan.
Gadis itu cukup dibuat waswas dengan keadaan dirinya. Mondar-mandir di kamar berukuran empat kali tiga meter itu dengan bimbang. Sebelum akhirnya memutuskan masuk ke kamar mandi dengan hati berdebar.
Siang sudah berganti dengan senja sore hari yang cukup indah. Namun, tidak dengan hati Disya yang remuk berkeping. Gadis itu duduk bersimpuh di lantai kamar mandi dengan tangis pecah, rasa marah dan benci menatap benda kecil persegi panjang bergaris dua biru.
Tangannya gemetar, dadanya sesak. Air shower ia sengaja nyalakan untuk meredam tangis agar tidak begitu kentara. Disya cukup curiga dengan keadaan dirinya yang tidak kunjung mendapatkan tamu bulanan, padahal biasanya untuk tanggal yang sama sudah berakhir.
Disya sengaja membeli testpack waktu perjalanan ke rumah eyang. Gadis itu terus kepikiran sepanjang perjalanan menuju ke sana dan ternyata dugaannya benar adanya.
Pluto breng sek!!!
Kenapa harus ada janin di sini...! Aku tidak mau mengandung anak dia ya Tuhan...!!
Disya terus mengumpati pria itu, benci dan marah. Ia memukuli perutnya yang masih rata. Cukup lama Disya di bawah guyuran air shower hingga kulitnya pun membiru, tubuhnya mulai menggigil dingin. Di tambah suasana kota kembang yang dingin membuat tubuh gadis itu semakin sempurna merasakan kedinginan yang cukup kentara sampai menusuk ke tulang.
Ia pun segera menyudahi aksi protes terhadap dirinya. Bangkit berdiri dengan tubuh lemas, keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaiannya yang basah.
Disya masih syok dengan keadaan dirinya. Lebih tepatnya tidak bisa menerima dengan kondisinya saat ini. Apa yang dia khawatirkan selama sebulan ini benar-benar menjadi boomerang dalam hidupnya. Dadanya semakin sesak dan nyeri mengingat kenyataan hidupnya yang begitu pahit.
Deg
Hal yang pertama dia ingat adalah Rayyan. Kekasihnya bilang sore ini akan mengunjungi rumahnya dengan orang tuannya. Disya pun panik sejenak dan segera mengambil handphone nya yang sengaja ia non aktifkan.
79 missed call
447 unread message
Disya membulatkan matanya, melihat begitu banyaknya pesan dan panggilan masuk untuk dirinya. Ia segera membuka aplikasi berwarna hijau itu dan membuka nya. Dari sekian banyaknya pesan yang masuk mata Disya langsung tertuju pada pesan Whatsapp Rayyan.
Rayyan
Sayang kamu lagi apa?
Sya angkat telfon aku?
Disyayang ... kamu masih sakit?
Please ... telfon aku angkat dong ....!?
Disya kamu kenapa?
Disya, kamu dimana?
Sayang, ayolah angkat telfonnya jangan bikin aku cemas?
Begitulah kira-kira pesan Rayyan yang Disya baca, gadis itupun segera mengetik balasan yang cukup membuat Dokter tampan itu syok seketika.
^^^*Jangan datang ke rumah, jangan cari aku lagi.^^^
^^^Kita PUTUS*!!!^^^
Setelah mengirim pesan yang begitu menohok, gadis itu langsung mematikan telfonnya kembali dan menangis sesenggukan. Disya lebih baik menyudahi hubungan yang masih sangat ia cintai itu dari pada harus menjelaskan duduk masalahnya dengan pria itu. Jujur Disya tidak sanggup, anggap saja Disya cemen dan tidak punya pendirian, tapi berkata jujur dengan Rayyan sangat menyakitkan untuk dirinya. Terlebih dengan kondisinya saat ini.
sungguh mantap sekali 🌹🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu ✌️
knp gak jd sm rayyannnn