Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antar Pulang!
Halo kakak-kakak, sebelum lanjut baca, aku mau jelasin sedikit dulu ya ...
Kemarin ada pertanyaan seperti ini :
Reader : "Thor, bukannya Pelangi pakai Khimar, ya? Kok Awan bisa lihat bentuk wajah Pelangi, lesung Pipit dan bibir? Seharusnya kan nggak kelihatan?"
Mungkin sebagian teman-teman belum tahu apa itu Khimar dan seperti apa. Jadi aku mau jelasin kalau Khimar itu beda dengan yang biasa disebut cadar, niqab, atau burqa.
Khimar/ Khumur adalah kain penutup kepala, leher dan menjulur menutupi bagian dada, dari belakang maupun depan.
Khimar Pelangi seperti ini. makanya bisa tersangkut
Jadi wajahnya Pelangi itu tidak tertutup. Dan dari awal cerita, Awan sudah melihat wajah Pelangi. Hanya saja belum pernah melihat tanpa hijab.
Mungkin gambar di bawah bisa membantu 🤗
Jadi ini bedanya ya, Kakak. 🤭
Yang nggak bisa lihat gambar, coba update versi noveltoon/mangatoon ya, menjadi versi terbaru. Caranya buka aplikasi NT/MT kalian di playstore dan update. Karena versi lama kadang gak bisa lihat gambar.
Ok Mamaciiiii. Selamat membaca!
Salam sayang selalu 🤗
🌹🌹🌹🌹
Awan menghempas tubuhnya di ranjang. Menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan ucapan Pelangi tadi. Sebuah kalimat singkat yang benar-benar menusuk ke hatinya.
Memang benar ucapan Pelangi, di malam pertama pernikahan mereka, Awan mabuk dan berkata tidak akan tertarik walaupun Pelangi tampil tanpa busana di hadapannya. Maka tak heran jika kini Pelangi enggan membuka kain yang menutupi rambutnya di hadapan Awan.
Dengan hela napas berat, Awan mengeluarkan ponsel dari saku celana dan meletakkan di meja. Ia cukup lega karena setelah makan tadi saling bertukar nomor dengan Pelangi.
Awan masih melamun ketika deringan ponsel terdengar. Dengan malas ia meraih benda pipih itu.
“Apaan?” ucapnya sesaat setelah menggeser simbol hijau pada layar ponsel.
“Lo di mana sekarang?” Sapaan penuh semangat terdengar di ujung telepon.
“Di rumah!”
“Tumben jam segini di rumah,” ucapnya dengan tawa kecil. “Gue lagi di tempatnya Ben. Lo kesini nggak? Ben lagi ngasih free, ini ulang tahunnya.”
Awan melirik arah jarum jam di dinding. “Males gue! Lo ajalah.”
“Bener nggak mau? Ada Priska loh. Dia baru datang.”
Awan menghela napas panjang. “Gue nggak ikut malam ini. Have fun, ya!”
Sambungan terputus. Awan meletakkan kembali ponselnya di meja.
Sementara di sebuah tempat hiburan malam, pesta meriah sedang berlangsung. Namun, penolakan Awan barusan menciptakan kekecewaan di wajah teman-temannya, terutama Priska.
“Si Awan kenapa, ya? Ini pertama kalinya dia menolak ajakan kita,” tanya seorang pria.
“Dia kan pengantin baru. Tinggal di rumah pasti lebih enak, lah!” sahut Ben, sang pemilik tempat hiburan sekaligus teman dekat Awan. “Eh sorry, Pris! Gue nggak bermaksud.”
Mendadak hawa sekitar terasa panas bagi Priska sampai rasanya sulit untuk bernapas. Ia menenggak segelas minuman hingga tak tersisa. Menuang lagi dan lagi untuk melepas rasa sakit dan cemburu yang teramat menyiksa.
Teringat masa-masa kebersamaannya dengan Awan. Dulu mantan kekasihnya itu tidak pernah menolak ajakan untuk bersenang-senang.
"Tambah lagi, Ben!"
...........
Awan sedang duduk berselonjor dengan laptop di pangkuannya ketika terdengar pintu kamar diketuk. Ia menoleh ke arah pintu.
“Masuk, tidak dikunci!” Setelah sahutan itu, tampak pintu terbuka diikuti kemunculan Pelangi yang membawa sebuah nampan di tangannya.
“Aku buat teh hangat dan cemilan.” Pelangi meletakkan ke atas meja.
“Makasih. Tapi kamu tidak usah repot-repot.”
Senyum tipis terlihat di sudut bibir Pelangi. “Tidak apa-apa. Aku baru belajar membuatnya. Maaf kalau rasanya kurang enak.”
Awan menatap Pelangi. Ada kepingan rasa bersalah di hatinya. Meskipun dirinya sering menyakiti, namun tak pernah sekalipun Pelangi membalas. Bahkan ia bisa saja mengadukan Awan kepada mertua atau bahkan kedua orang tuanya. Tetapi sama sekali tidak pernah dilakukan, dan kini sikap lembutnya membuat Awan tidak enak hati.
Selepas pelangi keluar dari kamar, Awan meraih camilan dan mencicipinya.
Hmm ... enak sekali! Baru belajar saja sudah seenak ini?
Awan kembali mematahkan ucapannya beberapa waktu lalu, ketika berkata enggan memakan masakan Pelangi. Nyatanya, apapun yang dimasak Pelangi mampu membuatnya ketagihan.
Menyeruput teh hangat terasa mengurangi rasa lelahnya sepanjang hari ini. Awan merenggangkan otot-ototnya sambil bersandar.
Tak lama berselang, terdengar deringan ponsel. Sejenak Awan mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.
“Mau apa lagi sih?” gumamnya kesal melihat nama yang tertera di ponsel.
Merasa malas, Awan pun hanya menggeser simbol hijau dan menyalakan pengeras suara pada ponsel sehingga tak perlu meletakkan di dekat telinga.
“Halo, Awan!” Suara berat di ujung telepon membuat Awan mendengus kesal.
“Apa lagi, Ben? Kan tadi gue bilang lagi males!”
“Gue tahu, tapi Priska lagi mabuk. Dia sebut nama lo terus. Lo bisa bantu antar pulang nggak?”
Meskipun cukup terkejut, namun Awan tidak heran lagi jika Priska mabuk. Dulu mereka kerap menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang di tempat yang sama.
"Kenapa harus gue sih? Memang di situ nggak ada yang bisa antar pulang apa?"
"Lagi mabok semua!"
Awan menggaruk kepalanya dengan hela napas frustrasi.
"Ya sudah, gue ke sana sekarang."
...........