Shaqila Ardhani Vriskha, mahasiswi tingkat akhir yang sedang berada di ujung kewarasan.
Enam belas kali skripsinya ditolak oleh satu-satunya makhluk di kampus yang menurutnya tidak punya hati yaitu Reyhan Adiyasa, M.M.
Dosen killer berumur 34 tahun yang selalu tampil dingin, tegas, dan… menyebalkan.
Di saat Shaqila nyaris menyerah dan orang tuanya terus menekan agar ia lulus tahun ini,
pria dingin itu justru mengajukan sebuah ide gila yang tak pernah Shaqila bayangkan sebelumnya.
Kontrak pernikahan selama satu tahun.
Antara skripsi yang tak kunjung selesai, tekanan keluarga, dan ide gila yang bisa mengubah hidupnya…
Mampukah Shaqila menolak? Atau justru terjebak semakin dalam pada sosok dosen yang paling ingin ia hindari?
Semuanya akan dijawab dalam cerita ini.
Jangan lupa like, vote, komen dan bintang limanya ya guys.
Agar author semakin semangat berkarya 🤗🤗💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rezqhi Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akad
Seminggu kemudian, suasana rumah keluarga Shaqila berubah menjadi lebih hangat dari biasanya. Lampu-lampu kuning dipasang rapi, menghiasi teras dan ruang tamu yang disulap menjadi lokasi akad sederhana. Bukan dekorasi mewah, hanya rangkaian bunga segar, kain putih yang menjuntai lembut, dan beberapa pernak-pernik dekorasi lain yang memberi nuansa tenang. Persis seperti yang diminta Reyhan dan Shaqila.
Tidak banyak tamu. Hanya keluarga besar kedua mempelai, beberapa kerabat dekat, serta sedikit rekan kerja orang tua mereka. Rumah itu terasa lebih intim, lebih hening, seolah memang sengaja melindungi hari bahagia itu dari hiruk-pikuk dunia luar.
Keputusan itu bukan tanpa alasan. Baik Reyhan maupun Shaqila sepakat untuk merahasiakan pernikahan ini. Mereka tahu, jika kabar itu sampai menyebar ke seluruh kampus, gosip pasti akan meledak tanpa kendali. Mahasiswa akan ribut, para dosen akan heboh, dan Shaqila bisa dipastikan kehilangan fokus untuk menyelesaikan skripsinya.
Dan sebagai dosen serta mahasiswa bimbingannya, hal itu merupakan posisi yang sensitif. Keduanya sama-sama ingin menghindari drama yang tidak perlu. Para orang tua pun setuju. Mereka memahami dan menghormati pilihan anak-anak mereka.
Shaqila duduk di depan meja rias kamarnya, memandangi pantulan dirinya di cermin. Riasan elegan yang mempermanis wajahnya terasa seperti lapisan baru yang asing. Bukan sekadar make up, tetapi seperti topeng yang menahan berbagai rasa yang berputar-putar di dadanya.
Gaun putih sederhananya yang hanya dikelilingi beberapa pernak pernik namun terkesan elegan, sangat terlihat pas ditubuhnya yang sedikit berisi. Kainnya lembut, tidak berkilau, dan tangannya yang hanya sampai siku. Justru kesederhanaan itu yang membuatnya tampak sangat cantik.
Namun, kecantikannya hari itu tidak membuat perasaannya lebih ringan.
Sinta menatapnya lewat cermin. Ada campuran haru dan kekhawatiran di mata wanita itu.
"Kamu kelihatan tegang."
Shaqila mengulas senyum, tetapi hanya separuh. "Iya ma, sedikit."
"Anak mama sangat cantik, mama tidak menyangka dalam hitungan menit kamu akan menjadi seorang istri. Rasanya baru kemarin mama lahirin kamu, eh sekarang udah mau nikah aja. Kamu harus jadi istri yang sabar, solehah dan hormat kepada suami," ucap Sinta dengan suara yang parau dan air mata yang menumpuk di pelupuk matanya.
Shaqila ikut menangis mendengar hal itu. Ia segera memeluk mamanya sangat erat.
Hari ini adalah akad nikahnya.
Hari ini, seorang mahasiswi tingkat akhir.akan menjadi istri seorang dosen bimbingannya sendiri. Dosen yang ia ingin hindari namun takdir mempertemukan mereka melalui skripsi.
Dosen yang selama ini dikagumi banyak mahasiswi dan juga staf di kampus karena ketampanannya sekaligus ditakuti karena killer dan juga perfeksionisnya.
Tapi akad ini dilakukan bukan karena cinta. Bukan karena kisah indah yang dibangun dari tatapan pertama, bukan karena perjalanan panjang bersama, bukan karena takdir romantis.
Semua ini karena sebuah kontrak.
Sebuah kesepakatan satu tahun.
Sebuah kebutuhan, bukan pilihan.
Terkadang ia masih tidak percaya akan semua ini. Gadis itu berharap ini hanya sebuah mimpi.
Sejak pagi, ia berusaha menenangkan diri, meyakinkan bahwa semuanya hanya sementara. Setahun bukan waktu yang lama. Ia akan menjalani skripsi, menuntaskan kuliahnya, dan setelah itu… mereka akan berpisah dengan baik-baik. Tidak ada luka. Tidak ada kewajiban. Tidak ada ikatan.
Namun pikirannya tidak pernah sesederhana itu.
...***...
Di lantai bawah, Reyhan duduk tegak di kursi, wajahnya tegang meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Kemeja putih yang tertutup jas yang dikenakannya terlihat rapi, rambutnya dipotong lebih pendek dua hari lalu. Ia tampak sangat siap, luar biasa siap. Tapi tangan kanan yang menggenggam lutut tidak bisa berbohong. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk pelan, ritme tak sadar yang mengungkapkan betapa gugupnya ia.
"Tenang saja, Han. Nggak usah grogi begitu," ujar Wijaya, sambil menepuk bahu putranya.
"Cuma ngomong satu kalimat doank kok. Kamu kan dosen, tiap hari ngomong di kelas." ujar pria paruh baya itu lagi.
Reyhan hanya tersenyum hambar. "ni beda, pa."
"Ya, tentu berbeda. Ini pernikahan." Ayahnya tertawa pelan, tetapi Reyhan tidak bisa ikut tertawa.
Ia mengusap wajah, menarik nafas.
Ini bukan pernikahan seperti yang orang lain bayangkan.
Bukan awal kehidupan romantis.
Bukan perjalanan cinta.
Ini hanya pernikahan kontrak.
Dan meski kontrak itu sudah dibahas dengan kepala dingin, detik ini, ketika penghulu sudah duduk di hadapannya, saksi-saksi sudah siap, tamu-tamu mulai berdeham, dan semua mata tertuju padanya, Reyhan merasa dadanya disesaki sesuatu yang sulit dijelaskan.
Apakah ini keputusan yang tepat?
Apakah setahun nanti ia masih bisa menjalani hidup seperti biasa, seolah tidak pernah terikat dalam pernikahan yang hanya memiliki batas waktu?
"Mas Reyhan," panggil penghulu dengan suara tenang. "Kita mulai, ya."
Reyhan mengangguk. Tenggorokannya terasa kering.
Orang-orang di ruangan itu mulai merapat. Kursi berderit pelan. Bisik-bisik berubah menjadi keheningan.
Dan saat buku nikah diletakkan di hadapannya, barulah ia merasa… tak ada jalan mundur.
"Bismillahirrahmanirrahim, saudara Reyhan Adiyasa, M.M saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya Shaqila Ardhani Vriskha binti Fandi Sanjaya dengan mahar beberapa set emas dengan berat keseluruhan 5 kilogram, uang tunai satu milyar, satu unit rumah, satu unit mobil, 20 hektar sawah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai karena Allah," ucap Fandi dengan lantang.
Reyhan menarik satu napas panjang. Jantungnya berdegup begitu keras sampai ia yakin semua orang bisa mendengarnya. Tapi bibirnya akhirnya bergerak.
"Saya terima nikah dan kawinnya...Shaqila...Ardhani Vriskha binti Fandi Sanjaya dengan mahar tersebut dibayar tunai karena Allah," ucapnya dengan perasaan yang sulit diartikan.
Para undangan yang mendengar mahar itu berbisik-bisik takjub, ada juga yang tercengang.
Sementara di lantai atas, Shaqila mendekap dadanya.
Suara Reyhan jelas terdengar sampai ke kamarnya melalui pengeras suara kecil yang dipasang. Biasanya, dalam cerita-cerita di film atau novel, suara itu akan membawa kebahagiaan, haru, atau setidaknya getaran hangat di hati.
Namun yang Shaqila rasakan justru campuran antara takut, lega, dan kehilangan. Semuanya berlapis-lapis hingga sulit dibedakan.
Di ruangan bawah, Reyhan mengucapkan kalimat itu dengan suara yang akhirnya stabil. Tegas. Penuh keyakinan meski dirinya tidak yakin apa yang akan terjadi setelah ini.
Sesaat dunia seperti menahan nafas.
"Sah!"
Detik itu juga air mata jatuh dari wajahnya yang dipoles make up.
Ia sudah sah.
Ia sudah menjadi seorang istri.
Di mata agama.
Di mata hukum.
Di mata semua orang di ruangan bawah.
Namun tidak di hati.
Tidak di hatinya.
Tidak di hati Reyhan.
Tidak dalam hubungan mereka yang entah bagaimana. Hanya diberi waktu satu tahun.
Satu tahun.
Satu tahun untuk hidup berdampingan.
Satu tahun untuk berpura-pura menjadi pasangan.
Satu tahun untuk menjalani peran yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dan setelah itu… semuanya kembali seperti semula?
Mungkinkah?
Bisakah?
Apakah ia bisa kembali hidup normal sebagai mahasiswa yang pernah, hanya pernah menjadi istri dosennya sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan itu menghantam batinnya lebih keras daripada harapan siapa pun. Karena semakin lama ia berpikir, semakin ia takut bahwa setahun nanti, ketika kontrak itu berakhir, ia mungkin tidak bisa kembali menjadi dirinya yang dulu.
Sementara dilantai bawah beberapa tamu spontan berseru bahagia.
Melati dan Sinta menutup mulut karena terharu.
Fandi dan Wijaya saling menepuk bahu.
Hai hai hai guys,
Kembali lagi bersama author,
Akhirnya Reyhan dan Shaqila nikah juga heheheh,
Jangan lupa Like, komen, suscribe, vote dan juga bintang lima ya biar author semakin semangat buat up, hehehe.
See you next part 🥰💐💐
tapi bener juga sih instruksi dan kata-kata tajamnya itu.. skripsi itu mengerti apa yang dikerjakan😌