Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 19 - masa belum jadian.
"Coba kamu ngomong mut. Kok telinga aku kayak budek sebelah gitu ya."
Kekehan menyambut kalimat polos itu, Dinya hanya menggeleng sembari terus berjalan beriringan bersama Lilie.
"Gini amat." Lilie berkata miris pada diri sendiri. Sebelum menglengser keluhannya dengan kalimat bernada penuh semangat. "By the wayy~ ayo kita lanjutin obrolan kita tadi pagi. Mumpung dua curut pengganggu itu lagi sibuk sama urusannya."
Menghentikan langkah di depan kulkas berisi banyak sekali jenis minuman, mereka lantas membeli dua kaleng susu strawberry. Sebelum berjalan lagi untuk mencari kursi kosong dan duduk bersampingan disana.
"Emang Jack kemana." Kata Dinya sambil membuka kaleng. Lalu bersandar sembari memperhatikan murid yang berlalu lalang.
"Latihan basket, biasa." Sahut Lilie. Membersihkan sedotan menggunakan tisu sebelum mulai ikut menikmati susu kaleng ditangan. "Eum~ enakk!"
Srak.
"Jadi begimanee." Meletakan minuman lalu merangkul. Lilie lantas memusatkan perhatian pada gadis datar itu. Menatapnya penuh penasaran. "Kamu sama Sinan belum jadian emang? Masa sih."
"Belum." Sahut si gadis datar. Begitu tanpa beban dan tanpa berpikir. Dan apa kalimat yang keluar setelahnya benar-benar membuat Lilie merasa ingin menepuk dahi. "Lagian kenapa lo bisa mikir gue ama dia bakal jadian."
Hampir seantero SMA Moranvva sudah tahu bahwa siswa kebanggaan mereka sedang dekat dengan seseorang. Sinan bahkan dengan terang-terangan menunjukkan perilaku dan sikap yang berbeda pada gadis itu. Meski ia memang dikenal sangat ramah dan baik hati, tapi jelas tiada yang diberi perhatian sampai sebegitu berlebihannya.
Apa yang Sinan tunjukan pada Dinya jelas jauh lebih berarti dari sekedar ramahnya pemuda itu dalam bersikap. Mau dilihat dari sisi manapun, Sinan jelas tertarik pada Dinya.
"Gini mut aku jelasin." Lilie menarik nafas. Menatap Dinya penuh pengertian. "Meski Sinan itu narsis dan suka caper, tapi dia gamungkin ngejar-ngejar cewe yang baru dia kenal sampai segitunya. Hari pertama kalian kenalan, dia sama kamu udah nempel kayak perangko, kan?"
Benaknya menampilkan ingatan kali pertama mereka bertemu. Dan itu secara tanpa sadar membuat Dinya mengangguk.
"Gue ama dia sama-sama ngerasa familiar, makanya jadi cepet akrab."
"Nah itu!" Lilie bertepuk tangan. Menjentikan jari sembari masih merangkul gadis datar tersebut. Terkekeh. "Jadi, apa yang mau kamu tau tentang dia. Aku sama dia emang gak terlalu akrab, tapi siapa sih yang gatau Shisinan Seandra."
Mengangguk. Dinya lantas langsung menyampaikan apa yang ingin ia katakan, meski awalnya ragu-ragu dan sedikit malu sendiri. Pada akhirnya kedua gadis itu menghambiskan waktu mereka tanpa tahu Jack dan Sinan sedang mencari keberadaan keduanya.
***
Waktu pulang sekolah tlah tiba. Tapi circle yang entah sejak kapan terbentuknya itu malah masih mengobrol santai di dalam kelas yang hampir hanya ada mereka saja.
"Sok-sokan. Kalau didatengin juga lari paling kenceng." Sinan mengejek. Menampilkan raut paling menghujat pada pemuda galak yang katanya kebal hantu.
"Valid." Lilie membenarkan. "Pas rumah kami mati lampu, si Jack langsung teriak nyariin gue terus ngerengek kayak bayi. Mana pake peluk-peluk segala, modus banget."
Singkatnya Jack adalah kakak tiri dari Lilie. Ayah Jack menikahi ibu Lilie ketika keduanya masih kanak-kanak, sehingga kedua orang berbeda jenis kelamin itu mau tidak mau harus tumbuh bersama sampai sudah sebesar sekarang.
"Ogah gila gue modusin elu." Langsung menyahut. Pemuda yang terdapat bekas luka pada alis sebelah kanannya ingin mengklarifikasi. "Gue gitu karena mau ngebuat lo tambah panik ae, lo kan pengec-"
"Boong." Potong Dinya. Membuat korban langsung menatapnya dramatis. "Boong."
Sementara Sinan dan Lilie sudah ngakak ditempat. Mentertawakan wajah sangar Jack yang berhadapan dengan lempengnya Dinya.
"Lo juga? Gue gak nyangka. Fine. Jadi semua orang lagi mojokin gue." Jack tidak menyangka bocah ingusan yang masih balita di matanya itu akan ikut memojokkan dirinya. Melirik Dinya penuh terluka sebelum menjatuhkan kepala pada tumpuan tangan di atas meja. Lalu berkata lemah. "Boong boong. Emang harus bat diulang ampe dua kali."
Suasana terus begitu sampai beberapa puluh menit kemudian, akhirnya mereka mulai bersiap untuk pulang. Berjalan meninggalkan kelas namun belum sempat sepuluh langkah dari pintu keluar, mereka sudah secara kompak berhenti.
"Kim?" Kata Lilie sembari melangkah mendekat. Lalu menepuk pundak seorang gadis yang menunjukkan gelagat mencurigakan dengan kamera ditangan. "Lo belum pulang? Ngapain mondar-mandir."
Tap..
Tap..
"Ketemu lagi." Kata Dinya sambil ikut-ikutan melangkah mendekat. Sementara Sinan berjalan siaga di belakangnya. Sinan begitu mengenali siapa gadis berambut pendek itu.
"Kalian kenal?" Sambar Jack. Juga berjalan mendekat. Hingga mereka terbentuk menjadi suatu kelompok. Melirik Kim dan Dinya bergantian. "Widih."
Gadis berperawakan tinggi pucat dengan rambut pendek dan poni anti badai sekening. Melirik ke arah Dinya datar. Lalu memindai gadis mungil itu dari atas sampai bawah. Berusaha mengingat.
"Ketemu lagi." Kata Kim akhirnya. Lalu menggulirkan pandangan pada sosok jangkung seorang pemuda tampan dibelakang si mungil. Dan dengan gerakan refleks secara perlahan menyembunyikan kamera ditangan.
Itu tak luput dari pengamatan Sinan. Tanpa membalas tatapan Kim, Sinan lantas menggenggam tangan Dinya. Ingin menarik gadis itu untuk dibawa berjalan bersamanya.
"Widih! Dunia sempit. Kalian udah saling kenal, kah." Lilie yang dikacangin berkata lagi. Merangkul gadis pucat itu akrab. "Siapa sangka lo sama Dinya ternyata saling kenal. Dari sejak kapan, Kim. Ehehe~"
Krik krik.
Jack adalah orang pertama yang tertawa sampai terpingkal ketika gadis sokab itu lagi-lagi tak diberi respon. Malahan bukannya menjawab, Kim malah melepaskan rangkulan Lilie lalu mengambil jarak. Dan itu semua dilakukan tanpa melirik. Sungguh miris. Juga lawak.
"AHAHAHAHAHAHAHAHAHAA- uhuk! Uhukk!! AHAHAHAHHAAHA!!"
"Jack." Lilie mengeram. Giginya bergemelatuk dengan tanduk imajiner yang perlahan tumbuh dikepala gadis itu. Menatap si pemuda kampret penuh peringatan. "Pilih diem atau gue hantam lagian cowo kampret kayak lo gak berhak buat mentertawakan orang khususnya orang yang lo ketawain itu adalah gue yang notabenenya berpuluh-puluh ribu kali lipat jauh lebih baik jauh lebih kece jauh lebih wonderful jauh lebih masyaallah tabarakallah jauh lebih sempurna dari lo yang sialan kampret banyak dosa bocah jahanam dahak kuntilanak pokoknya segala perumpamaan buruk dan perwujudan dari keburukan adalah elo sok-sokan ngetawain gue padahal lo sendiri aja juga gak digubris sama si Kim please deh sadar diri sebelum gue tampar biar sadar dasar dasar dasarr mana tadi pake sok-sokan ngomong gak takut hantu padahal paling gak bisa kalau gelap gelapan dasar cemen badan gede muka sangar otot keras gede berurat tapi mental ciut ngegeretak orang bisa ngetawain orang jagonya tapi urusan sadar diri paling cetek bocah kurang ajar bajingan bajingan bajingann liat aja pas pulang liat aja pas gak ada Dinya disini gue pastiin gigi lo rata kalau perlu ampe tonggos dan muka yang paling lo banggain itu juga sialan sialan sialann awas aja awas aja aw.."
"Gue gak tau kalau Lilie jago ngerap." Kata Dinya yang secara diam-diam ditarik untuk meninggalkan tempat kejadian perkara. Sinan sedikit membungkuk untuk memeluk pinggang gadis itu, membawanya agar berjalan lebih cepat.
Tap..
Tap..
"Ssttt.. kita pulang, ya." Bisik pemuda itu tanpa melirik kebelakang. Hanya fokus untuk membawa si gadis bersamanya. "Lain kali aku bakal langsung bawa kamu pulang aja, ayo. Jalan lebih cepet."