Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Bayangan dari Masa Lalu
Bab 13: Bayangan dari Masa Lalu
Pemimpin mereka, yang bertubuh paling tinggi dan membawa dua bilah pedang pendek di punggungnya, melangkah ke depan.
“Kami datang atas perintah Liu Zhen. Kau telah dinyatakan sebagai ‘Ying Mo’—bayangan iblis. Tak ada tempat bagimu di bawah langit ini.”
“Dan bagaimana jika aku membunuh kalian semua di sini?”
Pria bertopeng tertawa. “Kami bukan utusan biasa, Jiang Hao. Kami... adalah hasil percobaan dari Sekte Bayangan Langit. Tubuh kami telah dibersihkan dari racun, bahkan racun iblismu.”
Mata Jiang Hao menyipit. “Menarik.”
Tanpa aba-aba, salah satu pemburu melesat. Bilah sabit meluncur menuju leher Jiang Hao.
CLANG!
Tangan iblisnya menangkis serangan itu, namun getaran dari benturan membuat lengan kanannya gemetar. Lawan ini berbeda—gerakannya cepat, dan senjatanya terbuat dari logam anti-racun.
Dua pemburu lainnya menyerbu Ling’er. Tapi sebelum mereka menyentuhnya, cahaya dari jubah putih gadis itu memancar. Sebuah dinding cahaya memantul mundur para penyerang.
“Jangan sentuh dia!” Jiang Hao menggeram, lalu mengayunkan tangan iblisnya.
Gelombang hitam meluncur, menghembuskan angin berbisa. Salah satu pemburu sempat menangkis, tapi satu lagi terkena langsung—topengnya meleleh, wajahnya membusuk seketika.
“Dia... terlalu kuat!” salah satu dari mereka berteriak.
Pemimpin mereka memberi aba-aba. Para pemburu mundur, lalu mengaktifkan teknik penyegelan.
"Formasi Empat Pilar Penjara Iblis!"
Simbol menyala di tanah, membentuk lingkaran sihir kuno yang menyekat Jiang Hao dalam jaring energi.
Rantai-energi muncul, menjerat kaki dan tangan Jiang Hao.
“Gadis itu tidak masuk dalam daftar buruan. Tapi jika kau melawan, dia juga akan musnah.”
Jiang Hao mengerang, racun dari tangannya mulai mendidih—ia bisa meledakkan seluruh formasi dengan tenaga iblis... tapi risiko menghancurkan tubuhnya sendiri besar.
Tapi sebelum ia memilih bertindak, suara lembut terdengar dari balik pepohonan.
“Sudahi saja, kalian tak akan menang di sini.”
Siluet perempuan melangkah masuk ke tengah formasi. Ia mengenakan topeng perak setengah wajah, dan jubah merah menyala. Tangannya memegang seruling bambu.
Pemburu itu menegang. “Siapa kau?!”
Wanita itu meniup serulingnya.
Nada panjang melengking, tak terdengar oleh telinga manusia biasa. Tapi para pemburu menjerit, menutup telinga. Darah mengucur dari hidung dan mata mereka.
Tiga orang langsung tumbang.
Pemimpin mereka berusaha melarikan diri, tapi wanita itu muncul tepat di hadapannya.
“Salam dari Sekte Bayangan Utara.”
Dengan satu tusukan ke lehernya, pemimpin pemburu roboh, tak bernyawa.
Jiang Hao, yang masih berdiri dalam lingkaran formasi, memandang tajam wanita bertopeng itu.
“Siapa kau sebenarnya?”
Wanita itu menunduk.
“Dulu aku saudara seperguruan Wu Feng. Sekarang aku... hanya seseorang yang ingin menebus dosa.”
Ling’er menatap wanita itu. Ada sesuatu dalam auranya yang membuatnya merasa... sedih.
Wanita itu melangkah mendekat. Ia membungkuk di depan Jiang Hao.
“Jika kau ingin menghancurkan dunia persilatan, Jiang Hao... aku akan membantumu. Karena dunia ini tak pantas dimaafkan.”
Jiang Hao menatap wanita bertopeng di hadapannya. Seketika, dunia seolah menjadi sunyi. Angin berhenti, dan kabut menggantung di udara, enggan turun. Hanya tatapan Jiang Hao yang tetap tajam, menembus topeng perak yang menyembunyikan sebagian wajah wanita itu.
“Siapa nama aslimu?” tanyanya.
Wanita itu diam sejenak, lalu menjawab lirih, “Namaku Bai Yue.”
Jiang Hao terdiam. Nama itu menggema dalam ingatannya, membawa kenangan masa lalu—tentang seorang gadis muda dengan mata berbinar dan jiwa pemberontak, yang dulu sering mengajaknya berlatih di luar jam latihan sekte.
“Kau... dulu murid kesayangan Tetua Yu.”
Bai Yue mengangguk perlahan. “Aku juga percaya pada keadilan. Tapi keadilan dalam sekte hanya ilusi. Ketika aku membela kakakku yang difitnah, aku dicap pengkhianat. Sejak itu, aku hidup sebagai bayangan.”
Ling’er merasakan aura kesedihan di antara mereka. Ia memegang lengan Jiang Hao pelan. “Kita bisa percaya padanya?”
Jiang Hao tidak langsung menjawab. Tapi tatapannya melembut. “Dia bukan orang baru. Dia tahu rasanya dikhianati.”
“Kemana tujuan kita sekarang?” tanya Bai Yue.
Jiang Hao menatap ke arah barat. “Kuil Langit Senja. Di sana, Kitab Emas disegel. Konon, hanya dengan kitab itu, aku bisa mengendalikan racun dalam diriku… dan menyatukan tubuhku yang mulai terkoyak.”
Bai Yue mengangguk. “Tapi perjalanan ke sana akan melewati wilayah Sekte Pedang Hitam. Mereka punya perjanjian darah dengan semua sekte besar—mereka pasti akan mengirim pembunuh.”
“Biarlah,” kata Jiang Hao. “Jika dunia ini tak ingin aku hidup… maka aku akan berjalan di atas mayat mereka.”
---
Tiga Hari Kemudian – Lembah Pedang Retak
Langit kelabu menggantung rendah. Hujan gerimis membasahi jalan setapak yang dilalui Jiang Hao dan rombongannya. Bai Yue berjalan di depan, memperhatikan jejak kaki di tanah. “Ada dua pasang jejak. Mereka baru lewat dua jam lalu.”
Jiang Hao merunduk, menyentuh tanah. “Ringan… mereka tidak menggunakan tenaga dalam saat melangkah. Pembunuh tingkat tinggi.”
Tiba-tiba, suara denting pedang terdengar dari atas tebing.
“Jiang Hao. Aku datang menjemput kematianmu.”
Siluet tinggi menjulang berdiri di atas batu. Sosok itu mengenakan jubah putih bersulam lambang Sekte Pedang Hitam. Di punggungnya, terselip dua pedang lurus panjang—senjata khas klan Langit Pedang.
Jiang Hao mengenal wajah itu.
“Long Fei.”
Mantan saudara seperguruan. Dulu mereka bersaing dalam setiap ujian. Tapi kini, wajah Long Fei penuh kebencian.
“Kau membunuh guru kita.”
“Guru kita ingin menyerahkan muridnya sendiri pada Sekte Darah. Kau menyebut itu ajaran benar?” balas Jiang Hao dingin.
Long Fei melompat turun, mencabut satu pedangnya. Angin mengamuk saat ia menjejakkan kaki.
“Aku tak butuh penjelasan. Aku hanya ingin melihat mayatmu.”
Bai Yue maju, tapi Jiang Hao menahan.
“Biarkan aku yang selesaikan ini.”
Mereka berdua saling menyerang. Gerakan cepat, hampir tak terlihat. Setiap benturan pedang dengan tangan iblis Jiang Hao memercikkan cahaya ungu gelap. Long Fei jelas terlatih—ia menyerang titik-titik vital sambil terus menghindari tangan kanan Jiang Hao.
Namun Jiang Hao kini berbeda. Tangan iblisnya tak hanya merusak tubuh, tapi juga menyalurkan racun yang membuat senjata lawan perlahan melemah.
“Kau terlalu keras kepala, Long Fei,” katanya saat melesat ke samping, menebas udara dengan jari-jari beracun.
Darah menetes dari pipi Long Fei. “Dan kau… terlalu lama hidup!”
Dengan teriakan, Long Fei melepaskan jurus pamungkasnya: Pedang Tanpa Bayangan. Puluhan bayangan pedang muncul, meluncur dari segala arah.
Ling’er menjerit. Bai Yue menariknya mundur.
Jiang Hao tak bergerak.
Lalu... ia membuka telapak tangan kanannya sepenuhnya.
Ledakan gelap meletus. Semua bayangan pedang meleleh di udara.
Long Fei terlempar ke belakang, menghantam batu. Dadanya sobek, dan pedangnya patah.
Dengan langkah berat, Jiang Hao mendekat. Ia menatap Long Fei—mata lawannya penuh dendam, tapi juga... ketakutan.
“Akhirilah,” desis Long Fei.
to be continued ✍️
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh