Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Sisil tersenyum sinis. "Sudah pura-pura pingsan sekarang mau pura-pura hilang ingatan, sungguh akting mu jelek sekali," katanya juga dengan nada yang mengejek. "Kita tidak akan membiarkan kamu lolos begitu saja."
"Apa yang kalian mau dariku?" tanya Alice.
Sisil memandang Alice dengan senyum sinis. "Kamu tahu apa yang kita inginkan, dan kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak menuruti kita."
Alice tersenyum remeh, mata yang kosong sebelumnya kini terisi dengan sedikit keberanian. "Aku tidak ingat apa pun yang kalian maksud," katanya dengan suara yang lebih tegas. "Dan aku tidak takut dengan kalian."
Sisil memandang Alice dengan kaget, tidak menyangka bahwa Alice akan menunjukkan keberanian seperti itu. "Berani kamu ya? Kamu pikir kamu bisa melawan kita?" Sisil bertanya, dengan nada yang semakin mengancam.
Alice menaikkan bahunya, "Memangnya kalian siapa, sehingga aku harus takut kepada kalian? Di mataku, kalian ini tidak lebih dari seekor curut," katanya dengan santai.
Sisil serasa naik darah, dia yang tersulut emosi melayangkan tangannya ke arah Alice, tetapi Alice yang cepat dan tangkas berhasil menangkap pergelangan tangan Sisil. "Jangan lakukan itu lagi, bod0h," Alice memperingatkan, suaranya tetap tenang dan kuat.
Sisil mencoba untuk melepaskan diri, tetapi Alice mempertahankan cengkeramannya yang kuat. "Kamu tidak bisa mengancam aku," Alice berkata, matanya menatap tajam ke mata Sisil.
Sisil membeku, terkejut dengan kekuatan dan keberanian Alice. "Heh, apa yang kamu lakukan? Lepaskan Sisil!" Cindi hendak melangkah maju untuk menyerang Alice.
Dengan gerakan yang cepat dan tepat, Alice memutar tubuh Sisil dan mencekik leher Sisil dari belakang dengan menekan lengannya, membuatnya kesulitan untuk bernafas.
Sisil mencoba untuk melawan, tetapi cengkeraman Alice terlalu kuat. Sementara itu, dengan tangan yang lain, Alice menyerang Cindi, Luna, dan Amel dengan gerakan yang gesit dan terarah. Ketiga gadis itu terkejut dan terhuyung ke belakang, tidak siap menghadapi serangan Alice yang tiba-tiba dan penuh kekuatan. Sisil menggaruk-garuk tangan Alice yang mencekik lehernya, berusaha untuk melepaskan diri, tetapi Alice tidak melepaskannya.
"Sudah aku katakan, kalian tidak bisa mengancam aku, bebal sekali kalian ini, lebih baik kalian menyerah," Alice berkata, suaranya tegas dan berani.
Sisil mengerang kesakitan, wajahnya merah karena marah dan sakit. "Oke baiklah, tapi lepaskan aku dulu," dia berteriak, tetapi Alice tidak melepaskannya.
"Tidak sebelum kamu memberitahu aku apa yang sebenarnya terjadi," Alice berkata, suaranya tetap tegas.
Sisil mencoba untuk melawan lagi, tetapi Alice mempertahankan cengkeramannya yang kuat. "Baiklah, aku akan memberitahu kamu," Sisil berkata, suaranya lemah. "Tapi, tolong lepaskan aku dulu, aku tidak bisa bernapas."
Alice sedikit merenggangkan tekanan lengannya, kemudian melepaskan Sisil lalu memandangnya dengan mata yang tajam. "Beritahu aku, apa yang kalian inginkan dari aku?" dia bertanya, suaranya tetap tegas.
Sisil menghela napas, lalu mulai berbicara. "Sejujurnya kita tidak tahu awalnya bagaimana, tapi tujuan kita hanya ingin kamu membantu kita mengerjakan skripsi, sebuah skripsi yang sangat penting bagi kita. Katanya kamu pintar, jadi aku mau kamu membantuku." Sisil memandang Alice dengan harapan. "Kamu bisa membantu kita, kan?" tanya Sisil, dengan nada yang sedikit memohon.
Alice bergumam dalam hati, "Skripsi ya? Kalau begitu aku bisa memanfaatkan mereka," sambil tersenyum dalam hati, Alice memandang Sisil dengan wajah yang netral. Namun tanpa dia sadari, dia kurang fokus dengan kalimat yang dikatakan oleh Sisil.
"Apa topik skripsinya?" dia bertanya, suaranya tetap tegas.
Sisil ragu-ragu sejenak, lalu menjawab. "Kita ingin kamu membantu kita membuat skripsi tentang analisis keamanan perusahaan."
Alice memandang Sisil dengan mata yang tajam. "Apa yang ingin kalian teliti dalam skripsi ini?" dia bertanya, suaranya tetap tegas.
Sisil menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa memberitahu kamu sekarang. Tapi aku berjanji, jika kamu membantu kita, kita akan memberikanmu kompensasi yang baik setelah itu."
Alice memandang Sisil dengan senyum licik. "Aku tidak butuh kompensasi darimu, tapi aku ada satu syarat untuk kalian. Jika kalian ingin aku membantu, kalian harus melakukan apa yang aku inginkan, tanpa banyak pertanyaan," kata Alice dengan nada yang dingin dan penuh perhitungan.
Sisil memandang Alice dengan sedikit keraguan, tapi dia tampaknya tidak punya pilihan lain selain menerima syarat Alice. "Baiklah, apa yang kamu inginkan?" tanya Sisil, dengan nada yang sedikit takut.
Alice menatap Sisil dengan mata yang tajam dan serius. "Aku akan membuat geng baru dan kalian harus menjadi anggotaku," dia berkata, suaranya dalam dan penuh ancaman.
Sisil terkejut, tidak menyangka bahwa Alice akan meminta sesuatu seperti itu. "Apa? Tidak mungkin!" Sisil berteriak, wajahnya merah karena marah. "Kita tidak akan pernah bergabung dengan gengmu itu,"
Alice memandang Sisil dengan mata yang dingin dan menakutkan. "Aku tidak sedang memberimu pilihan, dan aku tidak menerima penolakan. Jika kalian tidak bergabung dengan gengku, aku akan memastikan bahwa kalian semua akan mengalami nasib yang sangat buruk," dia berkata, suaranya penuh ancaman dan membuat Sisil merasa takut.
Sisil menelan ludah, merasa bahwa Alice benar-benar serius dengan ancamannya. Dia ragu-ragu, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia memandang Cindi, Luna, dan Amel, yang semuanya menatapnya dengan mata yang penasaran. "Baiklah, kita akan bergabung," Sisil berkata akhirnya, suaranya lemah.
Alice tersenyum sinis, puas dengan keputusan Sisil. "Bagus, mulai sekarang kita adalah Wildflowers," dia berkata.
Sisil mengerutkan keningnya, tidak suka dengan nama yang dipilih oleh Alice. "Wildflowers?" dia mengulangi, suaranya tidak terlalu antusias.
Alice mengangguk, tersenyum lebar. "Ya, Wildflowers. Kita akan menjadi geng yang kuat dan tak terkalahkan."
Cindi, Luna, dan Amel saling menatap, lalu mengangguk setuju. Sisil masih terlihat tidak yakin, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Alice. "Baiklah, Wildflowers," Sisil berkata, suaranya masih sedikit tidak antusias.
Alice tersenyum puas. "Bagus. Sekarang lebih baik kalian mengantarku pulang dan untuk pekerjaan kalian, kita akan memulainya besok."
Setelah memberikan instruksi, Alice, Sisil, Cindi, Luna dan Amel meninggalkan gudang kampus dan berjalan menuju mobil untuk mengantar Alice pulang. Saat mereka berjalan, Sisil masih terlihat tidak yakin dengan keputusannya untuk bergabung dengan geng Wildflowers di bawah pimpinan Alice.
"Jadi, Alice, apa yang akan kita lakukan pertama kali?" Cindi bertanya, mencoba mengalihkan perhatian Sisil.
Alice tersenyum, "Kita akan mulai dengan mengumpulkan informasi tentang perusahaan yang akan kita analisis keamanannya."
Luna dan Amel saling menatap, lalu mengangguk setuju. Sisil hanya mengangguk, masih terlihat tidak yakin. Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di mobil dan bersiap untuk mengantar Alice pulang.
"Aku akan mengirimkan detail rencana kita nanti," Alice berkata saat mereka sudah berada di dalam mobil. "Kalian semua, pastikan kalian siap untuk memulai."
Mereka mengangguk, lalu mobil melaju meninggalkan kampus.