Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Putusan
Rinjani mengepalkan tangannya erat-erat setelah mendengar perkataan Reza. Ia menatap pria itu dengan nyalang serta kemarahan yang memuncak. "Tidak akan aku biarkan kamu mendapatkannya," ucapnya geram.
"Ya sudah, kita lihat saja siapa yang akan menang," sahut Reza dengan tenang, tetapi justru membuat Rinjani makin emosi.
Wanita itu membawa langkahnya mendekat ke arah Reza dengan tatapan matanya yang menyala seperti api. "Kamu pikir aku takut sama kamu?" tanyanya dengan suara tegas dan dada bergemuruh.
Reza tidak menghindar, dia bahkan tersenyum sinis sambil berujar, "Aku memang tidak menginginkan kamu untuk takut, tapi aku ingin kamu mengerahkan kemampuanmu untuk melawanku."
"Mari kita bertarung dengan sehat, dan kita lihat siapa yang akan menang." Reza mengangkat sebelah alisnya.
Rinjani merasa darahnya mendidih, belum pernah dilihatnya selama ini Reza begitu menjengkelkan di matanya. Dia pun siap untuk melawan Reza dengan segala kekuatannya tak peduli jika harus mengeluarkan banyak uang memuluskan keinginannya.
Sidang lanjutan pun digelar kembali. Ini adalah sidang terakhir setelah beberapa sidang sebelumnya tak mendapatkan hasil. Dalam sidang kali ini baik Reza maupun Rinjani menyerahkan kasusnya pada kuasa hukum mereka masing-masing.
Tak tanggung-tanggung pihak Rinjani sampai menyewa dua pengacara sekaligus sebagai kuasa hukumnya, sementara Reza hanya seorang yaitu seorang pengacara terkenal yang dikirim oleh Marisa untuk membantunya.
Hakim memasuki ruang persidangan berserta jajarannya. Sidang dibuka dengan agenda perebutan hak asuh anak.
"Yang Mulia Hakim yang terhormat, klien saya ingin mendapatkan hak asuh anak karena beliau memiliki kemampuan finansial yang lebih stabil dan lingkungan yang lebih kondusif untuk pertumbuhan anak," kata pengacara Reza menyampaikan permohonan hak asuh anak di depan hakim.
"Selain itu, klien saya juga memiliki rencana yang baik untuk masa depan anak, termasuk pendidikan dan kesehatan. Kami percaya bahwa klien saya adalah orang tua yang lebih layak untuk merawat dan mendidik anak," lanjutnya menambahkan.
"Yang Mulia Hakim, kami tidak setuju dengan argumen tersebut. Klien saya adalah ibu kandung anak dan memiliki hubungan emosional yang lebih kuat dengan anak. Selain itu, klien saya juga memiliki kemampuan untuk merawat dan mendidik anak dengan baik." Pengacara Rinjani langsung membantah dengan tegas.
Hakim memandang kedua pengacara dengan serius. "Baiklah, saya telah mendengar argumen dari kedua belah pihak. Saya ingin tahu, apa bukti-bukti yang dapat Anda berikan untuk mendukung argumen Anda?"
Masing-masing pengacara memberikan bukti, tetapi pengacara Reza menambahkan dengan bukti perselingkuhan Rinjani dengan pria lain.
Pengacara Rinjani langsung bereaksi dengan emosi, "Tidak benar! Bukti itu tidak relevan dengan kasus ini, Yang Mulia Hakim.
"Saya minta bukti itu diabaikan karena tidak ada hubungannya dengan kemampuan klien saya sebagai orang tua," protesnya dengan keras.
"Yang Mulia Hakim, bukti ini sangat relevan karena menunjukkan bahwa klien mereka memiliki moral yang tidak baik sehingga tidak layak untuk mendapatkan hak asuh anak." Pengacara Reza berkata dengan tenang.
"Kami percaya bahwa anak memerlukan orang tua yang memiliki integritas dan moral yang baik," imbuhnya.
"Baiklah, saya akan mempertimbangkan bukti ini. Namun, saya juga ingin mendengar keterangan dari saudari Rinjani sendiri tentang bukti perselingkuhan ini," kata hakim.
Rinjani terdiam, dia tidak tahu harus berkata apa, semua diluar perkiraannya. Lagipula dia tidak mungkin membeberkan aib dirinya sendiri. Dia menatap Reza dengan penuh kebencian.
Reza sendiri hanya membalasnya dengan tersenyum sinis, seolah dia telah berhasil menghancurkan mental Rinjani. Rinjani merasa seperti telah ditikam dari belakang, dia tidak percaya bahwa Reza bisa melakukan hal seperti ini.
Hakim memandang Rinjani dengan serius, "Saudari Rinjani, apakah ada yang ingin Anda sampaikan tentang bukti perselingkuhan ini?"
Rinjani masih terdiam, dia tidak tahu harus bagaimana menyikapinya. Dia merasa seperti telah kehabisan kata-kata dan kekuatan untuk melawan Reza.
Hakim kemudian beralih kepada Reza dan Rinjani, lalu membacakan keputusannya.
"Setelah mempertimbangkan semua bukti-bukti dan argumen-argumen yang disampaikan oleh kedua belah pihak, saya memutuskan bahwa kalian berdua telah resmi bercerai dan hak asuh anak diberikan kepada..." Hakim berhenti sejenak, membuat semua mata yang berada di ruangan itu tertuju padanya sembari menahan napas.
"Saya memutuskan bahwa saudara Reza lebih layak untuk mendapatkan hak asuh anak karena memiliki kemampuan finansial yang lebih stabil dan lingkungan yang lebih kondusif untuk pertumbuhan anak."
Hakim langsung mengetuk palu tanda berakhirnya sidang.
Rinjani terlihat sangat kecewa dan putus asa, dia tidak bisa menahan air matanya. Sementara itu, Reza terlihat lega dan bahagia, dia memandang Rinjani dengan tatapan penuh arti. Seringai tipis hadir di sudut bibirnya.
"Setelah ini terimalah kejutan selanjutnya dariku, Rinjani," ucapnya dalam hati."
Pengacara Rinjani langsung memprotes keputusan hakim tersebut, "Yang Mulia Hakim, kami tidak setuju dengan keputusan ini! Kami akan melakukan banding!"
Reza tersenyum remeh menanggapi protes yang dilayangkan oleh pengacara Rinjani. "Silakan mengajukan banding, dan habiskan uangmu!"
Sidang pun ditutup, Reza keluar dari ruangan sidang bersama Dimas dan pengacaranya yang bernama Sigit. Sementara Rinjani langsung berlari menghampiri Reza sambil memukulinya dengan brutal meluapkan kekesalannya.
"Puas kamu...Sudah puas kamu membuatku hancur, hahhh!" marah Rinjani.
"Belum...," bisik Reza singkat penuh misteri, membuat Rinjani membeku. 'apa maksudnya?'
Reza berlalu meninggalkan Rinjani begitu saja yang menatapnya dengan perasaan berkecamuk. Reza mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi sesorang. "Lakukan sekarang!" ucapnya dingin dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Selesai urusan di pengadilan, Reza bersama Dimas dan Sigit langsung pulang. Hingga duapuluh menit kemudian mereka sampai di rumah Dimas dan disambut oleh Rani bersama Dhea.
"Ayaaah...!" Dhea berlari menghampiri Reza yang sudah merentangkan kedua tangannya menyambut sang buah hati.
"Ayah kangen sama Dhea," kata Reza begitu sang anak sudah berada dalam pelukannya.
"Mas Reza, sebaiknya segera berangkat, agar tidak ketinggalan pesawat," saran Sigit.
"Benar, apa yang dikatakan Pak Sigit, Za. Untuk urusan selanjutnya biar kami yang tangani," timpal Dimas.
"Yang penting kamu harus menjauhkan Dhea dari Rinjani," tambahnya kemudian.
"Baiklah, terima kasih atas bantuan kalian. Doakan agar aku punya kesempatan untuk membalas semua kebaikan kalian."
Reza memeluk Dimas dan Sigit bergantian. Ada rasa haru menyeruak di hati mereka. Keduanya membalas pelukan Reza dengan hangat, berharap Reza akan segera menemukan kebahagiaannya suatu hari nanti.
"Aku akan selalu mendukungmu, Za," kata Dimas. Suaranya terdengar emosional. Airmata menetes di sudut matanya.
"Dan jangan lupa, mengabari jika sudah sampai di sana, Mas," tambah Sigit sembari tersenyum.
Reza mengangguk dan tersenyum. Dia merasa telah menemukan sosok sahabat yang sebenarnya. Dia kemudian berpaling pada Rani. "Terima kasih ya, Ran." Reza menjabat tangan Rani.
"Sama-sama, Za. Semoga kamu mendapatkan jodoh yang terbaik di sana," doa Rani dengan tulus.
Reza mengangguk lalu beralih pada gadis kecilnya. "Yuk, Sayang. Kita berangkat!" katanya seraya meraih tangan mungil Dhea menuju ke mobil.
"Kita mau ke mana, Yah?" tanya Dhea dengan polos setelah berada di dalam mobil.
"Nanti kita akan pergi naik pesawat. Dhea mau kan, naik pesawat?" tanya Reza.
"Mau-mau-mau, Ayah!" Gadis cilik itu tampak kegirangan dengan matanya yang berbinar.
Reza merengkuh anaknya. Bukan seperti ini yang dia harapkan dari pernikahannya, tetapi takdir berkata lain.
*
Sementara itu, Rinjani yang baru tiba dari pengadilan, langsung syok mendapati rumahnya kini telah rata dengan tanah.
"Rumahku...kenapa rumahku jadi begini? Siapa yang melakukannya?" Rinjani berteriak seperti orang gila sambil bersimpuh di depan reruntuhan bangunan rumahnya.
"Rezaaaaa... dasar lelaki b*eng**k, tak berperikemanusiaan kamu!"
Tetangga dekat rumahnya pun hanya bisa memandangnya dengan tatapan yang rumit.
masih mending Sean berduit, lha Farhan?? modal kolorijo 🤢
Siapa yg telpon, ibunya Farhan, Rinjani atau wanita lain lagi ?
Awas aja kalau salah lagi nih/Facepalm/
maap ya ibuu🙈🙈
Rinjani....kamu itu hanya dimanfaatkan Farhan. membuang Reza demi Farhan dan ternyata Farhan sudah mencari mangsa yang lain😂