Ratu Esme Coventina Vasilica dieksekusi oleh suaminya sendiri, Raja Stefan Vasilica karena dituduh membunuh anak raja.
Anak raja yang berasal dari selir Jenna itu akan jadi putra mahkota dan akan duduk di tahta selanjutnya. Keputusan itu diambil karena Ratu Esme dinyatakan oleh tabib tidak akan bisa mengandung selamanya alias mandul.
Karena dianggap membunuh keturunan raja, Esme yang merupakan seorang ratu tetap tidak lepas dari hukuman.
Namun ketika ekseskusi akan dimulai, sebuah senyum licik dari Jenna membuat Esme merasa bahwa semua ini tidak lah benar. Dia sendiri tidak pernah merasa membunuh anak dari suaminya itu.
" Jika aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, maka akan ku balas semua rasa sakit dan penghinaan ini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Queen 35
"Tuan, sihir ini tidak mempan ternyata. Dia sudah bangun.Padahal aku yakin paling tidak akan tidur dalam kurun waktu satu bulan lamanya. Selama itu, kita bisa merongrong tubuhnya."
"Huh, dasar tidak becus. Aku sudah membayar mu mahal dan kau tidak bisa melakukan sesuai janjimu. Sekarang bagaimana, dia saat ini katanya ada di istana Ravenloft. Jika dia berada di sana kita akan sulit untuk menyentuhnya."
Si penyihir hanya diam, ucapan dari orang yang membayarnya itu memang benar adanya. Jika wanita yang sekarang ini jadi target mereka ada di istana kekaisaran maka tidak seroang pun bisa menyentuhnya. Siapa yang mau melakukan hal gila itu di tempat orang gila. Bisa-bisa nyawa mereka melayang bahkan saat belum melakukan apapun.
"Padahal kita membutuhkan objek lagi bukan? Darah wanita itu, atau apalah yang penting bagian dari tubuhnya bukan agar bisa melakukan ritual sihirnya?"
Si penyihir mengangguk. Jika tidak ada objek maka pekerjaan itu tidak bisa dilakukan. Karena sesuatu dari tubuh orang yang hendak di kenai sihir itu merupakan syarat mutlak agar sihir kiriman bisa dilakukan.
"Aku tidak mau tahu, kau harus bisa mencari caranya. Kalau bisa langsung habisi dia. Aku harus membuat wanita itu menghilang dari muka bumi ini agar Stefan tak lagi mengharapkan dia."
"Baik Tuan Marquis Rosen Arcarito. Saya akan melakukan yang terbaik sesuai dengan keinginan Anda."
Rosen keluar dari tempat si penyihir. Ia menaiki kereta kuda polos yang sama sekali tidak ada lambang dari nama keluarganya. Marquis Rosen sengaja menggunakan kereta yang tidak ada lambang keluarganya agar tidak ketahuan oleh siapapun.
Perjalanannya ke tempat si penyihir juga bukannya dalam waktu sebentar. Pasalnya tempat si penyihir berada, membutuhkan jarak 2 hari perjalanan dari tempat tinggalnya.
Namun, Marquis Rosen tetap melakukan itu karena demi sebuah tujuan yang besar yakni menyingkirkan segala hal yang berpotensi jadi penghalang di masa depannya. Apalagi setelah dia mendengar dari mata-matanya yang ada di kerjaan Vasilica bahwa Raja Stefan masih mengharapkan kedatangan Esme kembali.
Dari informasi yang dia dapat dari mata-matanya itu, akhirnya Marquis Rosen mencari cara yang dianggapnya paling aman. Yakni dengan mendatangi penyihir. Dia juga yang memberi perintah untuk mencari tahu tentang kemana Esme pergi dan melakukan pengambilan darah Esme sealami mungkin sehingga Esme sendiri tak menyadarinya.
Selama perjalanan kembali ke kediamannya, Marquis Rosen tak hanya memikirkan tentang bagaimana cara menghabisi Esme. Dia juga berpikir tentang bagaimana menyingkirkan budak itu. Budak yang dijadikan teman ranjang Jenna agar bisa mengandung.
"Jika dia tak segera disingkirkan, aku khawatir kalau ada yang terjadi kedepannya nanti. Tapi sekarang ini aku belum bisa melakukannya karena Jenna belum ketahuan hamil. Jika Jenna belum hamil tapi budak itu dihabisi, maka aku akan kesulitan lagi."
Fyuuuh
Marquis Rosen membuang nafasnya kasar. Banyak sekali sekarang yang harus dia pikirkan, dimana kesemuanya adalah tentang menyingkirkan penghalang untuk tujuannya.
Dia tidak tahu saja bahwa yang namanya rencana itu ada dua hal yang akan mengikutinya. Pertama keberhasilan dan kedua kegagalan. Yang mana semuanya bisa saja terjadi.
Sedangkan di lain tepat yakni tepatnya saat ini di mansion milik Marquis Rosen, Sol nama dari budak yang dijadikan budak seks Jenna tengah berada di kandang kuda.
Dia memang ditugaskan di sana untuk mengurus kuda-kuda milik Arcarito. Namun saat ini Sol tengah merencanakan sesuatu. Pria bertubuh kekar itu nyatanya bukanlah pria lemah seperti yang mereka semua pikirkan. Dia tengah mencari cara untuk kabur dari tempat itu. Ya, Sol tahu bahwa dirinya pasti akan mati suatu hari nanti. Maka dari itu, dia tentu tak ingin berada di sana hanya untuk menunggu kematiannya datang.
"Aku harus pergi, tapi bagaimana caranya,"gumam Sol lirih.
Menjadi budak seks, tentu bukan hanya sekali itu dia lakukan. Tapi bukan berarti sudah ada banyak wanita yang tidur dengannya.Tida, tidak begitu. Sol baru dua kali menjadi mainan wanita bangswan. Dan sungguh dia merasa jijik dengan itu semua.
Dia tidak seperti budak-budak yang lain, dimana mereka menikmati perannya itu asalkan bisa makan dan tinggal dengan nyaman. Sol memilih untuk menjadi budak pada pekerjaan kasar ketimbang menjadi pria simpanan.
Hanya saja wajahnya yang lumayan tampan itu membuat dirinya terjebak.Dan sungguh rasanya dia ingin merusak wajahnya sendiri karena hal itu.
"Ahh iya itu saja."
Sol memiliki sebuah ide. Yakni dengan dalih mencari tanaman herbal bagi kuda yang sakit. Dengan alasan Marquis akan marah jika tahu kuda-kudanya sakit, pasti kesatria penjaga pintu akan mengizinkan dirinya keluar.
Pria itu pun bergegas. Dia keluar dari kandang dan berjalan menuju ke pintu gerbang.
"Mau kemana?"
"Ini Tuan Kesatria, saya harus mencari tanaman herbal untuk kuda yang sedari tadi muntah-muntah. Mumpung matahari masih terlhat dan juga belum petang. Saya tidak akan lama pergi."
Dua orang kesatria itu saling pandang. Mereka jelas tak bisa langsung mengizinkan Sol keluar, terlebih mereka tahu bahwa budak itu adalah budak yang dibawa langsung oleh tuan mereka.
"Kau ikuti dia."
"Baik kalau begitu."
Sol mengangguk sembari mengucapkan terimakasih. Satu orang kesatria bukan masalah bagi dirinya. Meskipun kemampuannya dalam bertarung tidak terlalu bagus, namun tidak ada yang tahu bahwa dia pernah berada di arena pertandingan dimana para budak saling diadu. Dan siapa yang tahu juga bahwa dia memenangkan itu dengan mengalahkan kurang lebih 20 budak lainnya.
Srak srak srak
Dua orang itu berjalan memasuki sebuah hutan. Sol berpura-pura mencari tanaman herbal dan si kesatria nampak acuh tak acuh.
Seringai terbit pada bibir Sol. Dia mencari celah agar bisa menyerang si kesatria dengan sekali serang.
Mata Sol memicing ketika melihat sebuah batu, ia mempertimbangkan apakah batu itu sekiranya bisa untuk melumpuhkan si kesatria atau tidak.
"Ah coba saja dulu."
Srerek
Dugh!
"Bajingan! Kau melakukan hal ini pada seorang kesatria hah! Lancang sekali budak ini. Agaknya aku harus memberimu pelajaran."
Rupanya si kesatria tak langsung bisa dilumpuhkan. Mau tidak mau Sol harus melawan.
Bugh bugh
Dugh
Arghhh
Srinng
Pedang di cabut dari sarungnya, Sol nampak waspada. Dia kembali mengambil batu itu. Hal yang harus dia lakukan saat ini adalah melepaskan pedang tersebut dari tangan si kesatria.
Sol berkonsentrasi, dia harus bisa melakukannya dengan sekali bidik.
Dugh
Sreek
Jleb
Sol tidak ingin membuang kesempatan, dia segera mengambil pedang milik kesatria itu yang jatuh lalu menghunuskan nya langsung ke tubuh si kesatria.
"Haah. Bagus. Sekarang ayo pergi sebelum mereka tahu."
Sol cepat-cepat membuang jasad kesatria itu ke bawah tebing yang ada. Tapi sebelumnya dia lebih dulu mengambil semua yang dimiliki si kesatria. Dari pakaian, pedang, dan juga koin perak yang ada di kantungnya.
"Bagus, ini benar-benar bisa ku gunakan untuk melarikan diri dari sini. Selamat tinggal semua bedebah."
TBC
sekarang daku malah tidak sabar nungguin kebenaran tentang dirinya yang mandul, dan si jenong hamil mungut kecebong seorang budak /Sly//Smirk/