Widuri Azzahra, seorang gadis cantik yang lahir di Cianjur tepatnya di sebuah desa di kabupaten cianjur, namun saat ia sudah berusia 15 tahun Widuri di bawa pindah ke Bandung oleh kedua orang tuanya, Widuri tumbuh menjadi gadis cantik, saat ia menginjak sekolah menengah atas, Widuri bertemu dengan Galuh, selang beberapa bulan mereka berpacaran, namun salah satu pihak merugikan pihak yang lain, ya sayang sekali hubungan mereka harus kandas, karena Galuh yang kurang jujur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Yanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Langkah Baru Widuri
Di sisi lain, Widuri merasa semakin percaya diri. Dia mulai fokus pada kegiatan di sekolah dan kehidupannya sendiri. Gosip yang dulu membuatnya merasa terpuruk kini terasa seperti angin lalu.
Namun, dia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjuangannya. Dunia ini penuh dengan tantangan, dan dia harus terus belajar untuk menghadapi semuanya dengan kepala tegak.
Satu hal yang pasti, Widuri tidak akan pernah membiarkan siapa pun menjatuhkannya lagi.
---
Hari-hari berlalu dengan lebih tenang bagi Widuri. Setelah insiden dengan Nadia, dia merasa seperti mendapatkan ruang untuk bernapas kembali. Meski beberapa teman sekolahnya masih berbisik di belakangnya, Widuri tidak lagi terpengaruh.
Di ruang kelas, Widuri duduk di meja depan, fokus mencatat materi pelajaran yang diajarkan Bu Ratih. Saat bel istirahat berbunyi, Damar menghampirinya sambil membawa dua kotak susu kemasan.
“Wid, haus nggak?” tanya Damar sambil menyodorkan salah satu kotak susu.
Widuri menoleh dan tersenyum kecil. “Makasih, Damar.”
Mereka duduk bersama di salah satu bangku taman sekolah. Suasana siang itu terasa hangat, tapi tidak menyengat. Widuri membuka kotak susunya dan menyesap perlahan.
“Gimana rasanya sekarang? Nggak ada lagi yang ganggu, kan?” tanya Damar sambil menyandarkan punggung ke bangku.
Widuri menghela napas panjang. “Lebih lega, sih. Tapi ya gitu, gosip kayak gitu susah hilangnya.”
Damar mengangguk. “Iya, aku ngerti. Tapi aku yakin, lama-lama mereka bakal lupa juga.”
Widuri hanya tersenyum. Dia tahu bahwa Damar selalu berusaha membuatnya merasa lebih baik, dan dia menghargai itu.
Sepulang sekolah, Widuri mampir ke toko buku favoritnya di pusat kota. Dia merasa perlu sesuatu yang bisa membantunya melupakan semua drama sekolah. Setelah berkeliling di rak-rak buku, dia menemukan sebuah novel berjudul Perjalanan Melawan Arus.
“Kayaknya ini cocok buatku,” gumamnya sambil membawa buku itu ke kasir.
Malam harinya, Widuri duduk di balkon kamarnya, membaca halaman pertama novel tersebut. Ceritanya tentang seorang gadis yang harus melawan semua rintangan untuk meraih impiannya. Widuri merasa terinspirasi.
Dia menutup buku itu sejenak dan menatap langit malam. Dalam hatinya, dia berjanji untuk terus berjuang, tidak peduli seberapa sulit jalannya.
Sementara itu, di rumahnya, Nadia duduk di meja belajarnya dengan wajah kusut. Setelah kejadian di sekolah, dia merasa seperti kehilangan kendali atas hidupnya. Teman-temannya menjauh, gurunya mengawasinya dengan lebih ketat, dan bahkan orang tuanya mulai mempertanyakan sikapnya.
Nadia membuka buku catatannya dan mulai menulis sesuatu. Itu adalah kebiasaan yang dia lakukan sejak kecil, ketika dia merasa kesepian atau tertekan. Namun, kali ini, tulisannya terasa berbeda.
“Apa aku salah? Apa aku memang seburuk itu?” tulisnya.
Air mata mulai menggenang di matanya. Dia tahu bahwa dia telah membuat banyak kesalahan, tetapi dia tidak tahu bagaimana memperbaikinya.
Keesokan harinya, Nadia memberanikan diri untuk menghampiri Widuri di perpustakaan. Widuri yang sedang sibuk membaca terkejut melihat Nadia berdiri di depannya.
“Ada apa, Nadia?” tanya Widuri dengan nada datar.
Nadia terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, “Aku mau minta maaf.”
Widuri menatapnya dengan alis terangkat. “Maaf? Untuk apa?”
“Untuk semuanya. Untuk gosip yang aku sebarkan, untuk sikapku ke kamu, dan untuk semua hal buruk yang udah aku lakuin,” kata Nadia dengan suara lirih.
Widuri terdiam. Dia tidak menyangka Nadia akan mengatakan itu.
“Aku nggak tahu kenapa aku harus percaya sama kamu sekarang,” kata Widuri akhirnya.
Nadia mengangguk pelan. “Aku nggak minta kamu buat langsung percaya atau memaafkan aku. Aku cuma pengin kamu tahu kalau aku nyesel.”
Widuri menghela napas. Dia tidak tahu apakah Nadia benar-benar tulus, tapi dia juga tidak ingin menyimpan dendam selamanya.
“Aku hargai usaha kamu buat minta maaf,” kata Widuri. “Tapi aku butuh waktu buat memikirkan semuanya.”
Nadia tersenyum tipis dan mengangguk. “Aku ngerti. Makasih, Widuri.”
Setelah Nadia pergi, Widuri merasa lega. Dia tahu bahwa memaafkan seseorang adalah proses, dan dia siap melakukannya, asalkan Nadia benar-benar berubah.
Damar, yang melihat percakapan itu dari kejauhan, mendekati Widuri.
“Wid, kamu beneran bakal maafin dia?” tanya Damar penasaran.
Widuri mengangguk pelan. “Semua orang berhak dapat kesempatan kedua, Dam. Tapi, aku nggak bakal mudah percaya lagi.”
Damar tersenyum. “Kamu selalu punya hati yang besar, Wid. Itu yang bikin aku kagum sama kamu.”
Widuri hanya tersenyum kecil, tapi dalam hatinya, dia merasa lebih kuat dari sebelumnya.