"Nih,kamu lagi hamil,nggak boleh makan yang macam-macam! makan nasi sama tempe gorng aja! itu udah cukup,biar bayimu nanti lahiranya nggak kegedean!ibu nggak mau kalau sampai kamu nggak bisa lahiran normal karena bayimu yang kegedean." . Suara makian dari ibu mertua selalu didengar oleh alma setiap kali ia hendak menikmati makananya. . Ia tak pernah menyangkah,kepindahannya dengan sang suami dari kontrakan ke rumah sang ibu mertua justru menjadi awal penderitaan untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mohammad Alfarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab tiga belas
"Sepertinya.....Alma mengalami despresi karena kehilangan calon bayinya, dan mungkin juga ditambah perasaan bersalah,tapi untuk lebih pastinya, kita minta dokter yang bertugas untuk memeriksa alma dulu ya." Aninda beranjak dan menekan tombol darurat yang berada di samping ranjang pasien untuk memanggil dokter.
Tak lama kemudian,dokter masuk ke dalam ruangan alma bersama dengan dua orang prawat, namun alma malah terlihat ketakutan saat melihat kedatangan sang dokter.
"Mereka mau apa? mereka pasti mau ngambil anakku kan? aku nggak mau, mbak aninda, mas lendra, tolong aku!" jerit alma dengan keras, ia bahkan berusaha untuk melepas infus yang terpasang di tangannya.
"Alma,tenang jangan menyakiti diri kamu sendiri," ucap anknda menenangkan, bersamaan dengan perawat dan dokter yang langsung menyuntikkan obat penenang ke tubuh alma.
Peralatan, obat penenang yang disuntikan ke tubuh alma mulai bekerja, wanita muda itu nampak melemah dan perlahan mulai tertidur.
"Dokter, apa yang terjadi dengan istri saya? kenapa dia jadi seperti ini dok?" tanya yudi kepada dokter yang baru saja selesai memeriksa sang istri.
Dokter pria paruh baya itu menghela napas berat sebelum menjawab pertanyaan yudi,"kalau dilihat dari gejala awal, sepertinya jiwa alma terguncang karena rasa kehilangan yang sangat hebat, tapi untuk memastikan, besok kita tunggu dokter psikolog untuk melihat keadaan alma dan memastikan kondisinya."
"Baiklah dok, terimah kasih banyak," ujar aninda sopan.
"Sama-sama, dokter aninda, kami permisi," Pamit dokter paruh baya tersebut, aninda mengangguk dan membiarkannya pergi bersama dua perawat lainnya.
Suasana hening selama beberapa saat,lendra dan yudi terus menatap ke arah alma dengan tatapan kesediahan.
"Mas, kamu mau pulang istirahat atau disini untuk menjaga alma?" tanya aninda kapada sang suami.
"Mbak aninda sama mas lendra pulang saja, biar aku dan ibu yang jaga alma disini," sahut yudi.
Ekor mata lendra langsung melirik tak suka, ia tak akan rela membiarkan sang adik dijaga oleh orang yang ia curigai.
"Aku mau disini jaga adikku," ujar lendra seraya menoleh ke arah aninda.
"Aninda, kamu pulang sendiri ya, beosk kan kamu masib harus kerja," perintahnya kemudian.
Kepala aninda menggeleng pelan, baru kali ini ia membantah perintah sang suami.
"Aku sudah izin buat besok mas, aku mau tau keadaan pasti alma, jadi malam ini aku temani kamu menginap di sini," ucap aninda dengan lembut.
Tak ada pilihan lagi bagi bu asri dan yudi selain mrmbiarkan mereka menginap,karena bersih keras mengusir justru akan membuat lendra semakin curiga kapada bu asri.
...****************...
Keesokan harinya, alma sudah terlihat lebih tenang meski pandangan matanya nampak kosong, ia sendirian di dalam ruang rawat karena sebentar lagi, seseorang dari bagian pesikolog akan datang untuk memeriksa kondisi kejiwaannya.
Seseorang wanita berhijab menyapa aninda yang menunggu di luar ruangan alma bersama anggota keluarga yang lain.
"Dokter aninda, saya izin masuk untuk mengobrol dengan alma sebentar ya," ujar dokter wanita tersebut.
"Iya, dokter dina, silahkan," balas aninda memasrahkan.
Dokter bernama dina itu mengangguk sopn dan masuk ke dalam ruangan alma, terlihat wanita muda itu tengah duduk di atas ranjang, ia menoleh saat dokter dina duduk di kursi dekat ranjang.
"Selamat pagi alma, saya dina, boleh kita bicara sebentar?" sapa dokter dina dengan lembut.
Tak ada respon dari alma, pandangan kosongnya terus mantap lurus ke depan, namun dokter dina tetap bersabar, ia langsung memulai obrolan ringan agar alma merasa nyaman, sampai akhirnya ke pembicaraan inti saat alma mulai menoleh ke arahnya dengan wajah sendu.
"Alma, kamu sedih? mau cerita sama saya?" tanya dokter dina, mulai mencari tau perasaan alma yang sebenarnya.
"A-aku sedih, kenapa anakku diambil, di-dia jahat, dia sudah membuat aku kehilangan anakku," alma kembali terlihat histeris, dan hal itu membuat dokter dina menghentikan obrolan selama beberapa saat untuk membuat alma kembali tenang.
Sementar di luar ruangan, semua orang terlihat gelisah menanti alma yang sedang menjalani sesu konseling bersama dokter dina di dalam sana.
"Aninda, kenapa lama sekali? aku takut alma kenapa-kenapa," ujar lendra mulai tak sabar.
Aninda mengelus lembut punggung sang suami untuk menenangkan.
"Sabar mas, dokter dina pasti tau apa yang harus dia lakukan, buktinya alma tenang kan? selama alma tidak berteriak, berarti dia baik-baik saja mas," ujarnya kemudian.
"Mbak, biasanya berapa lama sesi konseling seperti ini?" kini giliran yudi yang bertanya.
"Ya....sampai semua pertanyaannya di tasa cukup atau alma mualai terlihat nggak nyaman," jaeab aninda sesuai yang ia ketahui.
Setelah dilanfa gelisah yang cukup lama,akhirnya dokter dina keluar dari ruangan rawat alma, aninda langsung menyongsong langkah rekan kerjanya tersebut.
"Dokter dina, bagaimana keadaan alma? kondisi kejiwaannya baik-baik saja kan, dok?" tanya aninda dengan wajah cemas, begitu juga dengan lendra, yudi dan bu asri yang berdiri di belakangnya.
"Kondisi kejiwaan alma memang sedang terguncang karena rasa kehilangan yang dia alami, sekain itu dia juga merasa bersalah karena tak bisa menjaga kandungannya."
"Berarti alma harus dirawat di rumah sakit jiwa dong, orang gila seperti alma bisa membahayakan orang lain kalau tetap dibiarkan tinggal di rumah." Bu asri langsung menyahuti kata-kata dokter dina dengan ucapan yang membuat panas telinga lendra dan aninda.
"Saya nggak akan pernah membawa alma ke rumah sakit jiwa selama masih bisa rawat jalan dan rutin ke psikolog!" ucap lendra tegas,jelas ia tak setuju dengan usulan dari bu asri.
Sebagai seoranv kakak, ia tak akan pernah rela jika adiknya di masukkan ke rumah sakit jiwa.
"Tapi membiarkan orang hila tinggal di rumah itu berbahaya, kalau ngamuk dan menyakiti orang lain gimana...."
"Adik saya tidak gila!" potong lendra tegas, sebelum bu asri benar-benar selesai bicara.
Aninda menghela napas berat melihat perdebatan tersebut, ia merasa tak enak hati kepada dokter dina yang masih berdiri di sana dengan pandangan iba, sementara yudi hanya diam, ia sama sekali tak punya ketegasan untuk membela istrinya sendiri.
"Tolong dengarkan dulu saran dari dokter dina, apa kalian nggak malu bertengkar di tempat umum seperti ini?" sela aninda, ia menatap tajam ke lendra dan bu asri secara bergantian, lalu kembali fokus kepada dokter dina.
"Dok, apa alma perlu penanganan lebih lanjut? meksud saya, apakah setelah kondisi kesehatannya puli dia perlu mendapat perawatan di rumah sakit jiwa?" Tanya aninda dengan tatapan sendu, ia juga tak ingin alma di masukkan ke rumah sakit jiwa
alma gugat cerai aja ke yudi
semoga aja secpt mertu alma kena karma 😅😅😅
semoga aja mertua alma mimpi tetang cucu nya biar mertua nya jdi ketakutan sendiri 🤣🤣🤣🤣
gimna kelanjutan nya 😭😭😭😭