NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Lily

Rumah Untuk Lily

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Cerai / Mengubah Takdir
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Egha sari

Rumah sudah kokoh berdiri, kendaraan terparkir rapi, tabungan yang cukup. Setelah kehidupan mereka menjadi mapan, Arya justru meminta izin untuk menikah lagi. Istri mana yang akan terima?
Raya memilih bercerai dan berjuang untuk kehidupan barunya bersama sang putri.
Mampukah, Raya memberikan kehidupan yang lebih baik bagi putrinya? Apalagi, sang mantan suami hadir seperti teror untuknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Terima kasih, kepadanya.

Seolah tak kenal, apa itu lelah dan istirahat. Sepulang dari rumah sakit, Raya melanjutkan pekerjaannya, di sebuah restoran. Ia sudah berganti seragam dan langsung membersihkan meja pelanggan.

Beruntung, tiap pulang dari rumah sakit, Dian akan memberikan tumpangan, karena searah dengan rumahnya. Kecuali, saat pulang dari restoran, Raya harus naik angkot atau ojek.

"Selamat sore. Silahkan, menunya." Raya berdiri menunggu pelanggan menentukan menu yang akan mereka pesan.

"Sebentar, yah."

Raya mengangguk dan merekomendasikan beberapa menu andalan restoran mereka. Setelah, klop ia langsung mencatat dan pergi.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Nina, rekan satu kerjanya.

"Iya, Kak. Kakiku hanya pegal sedikit," jawab Raya, sembari menggerak-gerakkan kedua kakinya secara bergantian.

"Baiklah."

Raya kembali mendekati pelanggan yang baru saja duduk. Dengan sopan, ia memberikan buku menu.

"Selamat sore, Pak."

"Kamu kerja disini?"

Raya memperhatikan wajah pelanggan yang tiba-tiba bertanya, seolah mengenalnya. "Iya, dokter. Silakan, mau pesan apa?"

"Kamu punya dua pekerjaan sekaligus? Apa kamu tidak lelah?" tanya dokter Adrian, yang justru lebih tertarik dengan kehidupan Raya, ketimbang buku menu diatas meja.

"Tidak, dokter. Saya sudah terbiasa. Maaf, silakan mau pesan apa?" ucap Raya lagi, mengabaikan perhatian dokter Adrian, yang menurutnya salah orang.

"Ah, iya. Maaf."

Raya kembali ke dapur, setelah mencatat pesanan dokter Adrian. Dan beberapa menit, ia kembali mengantar makanan di meja lain. Dan saat itu, si dokter terus memperhatikannya, tanpa berkedip.

"Silahkan, dokter. Pesanan Anda." Raya meletakkan diatas meja.

"Terima kasih," ujar dokter Adrian, dengan senyum tipisnya, "Kamu sudah minum vitamin yang saya berikan?"

"Sudah dokter, terima kasih." Raya langsung pergi. Bukannya jual mahal, tapi ia cukup tahu diri. Dan yang paling penting, hidupnya sekarang adalah untuk Lily.

Waktu terus bergulir, tanpa terasa hari sudah gelap. Raya masih bekerja seperti biasa. Seiring waktu, pelanggan pun semakin banyak, saat menjelang malam.

Raya harus siap, mondar mandir mencatat dan mengantar pesanan. Belum lagi, bersih-bersih saat restoran akan tutup. Energinya benar-benar terkuras terlalu banyak. Ibarat pengeluaran lebih banyak, ketimbang pemasukan. Yah, energi yang ia keluarkan tidak seimbang dengan jumlah makanan yang ia konsumsi, setiap harinya.

Para pelayan bisa makan, ketika jam kerja sudah selesai. Begitu juga dengan, waktu istirahat. Lalu, apakah Raya menyesal dengan pilihannya untuk bekerja? Tidak. Ia Tidak menyesal. Sebab kesibukannya, benar-benar membuat Ia melupakan Arya. Sosok yang menemaninya selama ini. Bekerja juga membuat ia semakin menguatkan tekadnya untuk memulai hidup baru bersama anak semata wayangnya.

"Kak, ayo makan," ajak rekan Raya.

Nasi putih, bertemankan ayam goreng dan sayur capcay. Itulah menu makan malam, Raya bersama rekan kerjanya. Penuh kesyukuran, sebab ia bisa menghemat uang pengeluaran. Apalagi, waktu gajian masih sangat lama.

Pukul 11.30 malam, pekerjaan Raya telah selesai. 30 menit, setelah restoran ditutup. Biasanya, ia akan naik ojek online, kadang juga rekannya memberi tumpangan. Namun, kali ini ia pulang terlalu larut. Tidak ada, ojek online yang menerima orderannya. Rekan Raya juga sudah lebih dulu pulang. Entah kenapa, seminggu terakhir, restoran selalu ramai, hingga mereka selalu terlambat pulang.

Raya mencoba menelpon Retno, namun beberapa kali, panggilannya tak kunjung dijawab.

"Ret, angkat dong!" Raya mulai gelisah.

Didepannya, hanya ada lampu jalanan dan beberapa kendaraan yang masih melintas. Sepi, dingin dan seram, pandangan Raya berkeliling sekitar restoran. Banyak gedung sudah tutup, begitu juga beberapa minimarket dan restoran lain.

Raya menoleh kiri kanan. Siapa tahu, ada ojek yang sedang mangkal disekitar restoran. Namun, kedua maniknya, hanya disambut keheningan. Ia berpikir sejenak, apa harus pulang jalan kaki dengan jarak yang sangat jauh atau menunggu sampai Retno terbangun dari mimpi indahnya?

Raya terpaku dipinggir jalan. Jantungnya terpacu, keringat dingin membasahi pelipis, ditengah hembusan angin malam. Ritme napasnya mulai tidak teratur, ditambah kerongkongannya tiba-tiba mengering.

"Tuhan. Lindungi aku. Tolong, lindungi aku." Raya terus berdoa, sembari terus menelpon Retno berulang kali.

Beep, beep, beep.

Raya menoleh, dengan mata melesat. Sebuah mobil putih terus membunyikan klakson, perlahan mendekat dengan kecepatan lambat. Raya panik, dengan jantung yang berdegup kacau. Ia langsung berlari dengan memeluk tasnya, menjauhi mobil itu, tanpa menoleh.

"Hei. Tunggu!" panggil pria itu, yang berlari mengejar Raya.

Raya tidak peduli, ia terus menambah kecepatan. Ketakutan yang menjalar diseluruh tubuh, membuat tangis Raya pecah.

"Lepas!" teriak Raya, sembari meronta-ronta, saat sosok pria menangkap tubuhnya, "Lepaskan saya, Tuan. Tolong!"

"Hei, hei!" Dokter Adrian mengguncang tubuh Raya, memaksa untuk menatap wajahnya. "Ini aku, dokter Adrian."

Raya terdiam dan menatap wajah yang tidak asing didepannya. Detik berikutnya, ia terduduk diatas aspal dan menangis sesegukan.

"Maaf, aku membuatmu takut." Adrian menepuk-nepuk punggung wanita itu dengan lembut. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang."

Raya meraih tangan Adrian untuk bangkit, sembari menghapus wajahnya yang basah. "Maaf, dokter. Saya pikir, Anda orang jahat."

"Tidak apa. Ayo, pulang." Keduanya berjalan kaki menuju mobil. "Apa kamu sering pulang larut begini?" Adrian membuka pintu mobil depan, mempersilahkan Raya masuk ke dalam.

"Iya, dokter. Maaf merepotkan."

Jalanan yang mereka lewati begitu sepi. Hanya lampu-lampu jalanan, yang berdiri kokoh ditengah trotoar. Pohon-pohon kekar peneduh jalan, tampak berayun, turut menambah kesan menakutkan.

"Kamu lelah, tidur saja. Tapi, aku tidak tahu rumah kamu dimana."

"Agak jauh dokter, dari sini. Tapi, maaf. Apa dokter baru pulang dari rumah sakit?"

"Tidak. Aku punya klinik, disekitar restoran tempat kamu kerja. Oh iya, aku belum tahu, nama kamu."

"Saya Raya, dokter."

"Panggil saja, Adrian. Kita sedang tidak bekerja. Apa kamu sudah lama bekerja dirumah sakit?"

"Baru seminggu lebih, dokter." Raya memperhatikan jalanan didepan. "Maaf, perempatan didepan belok kiri."

"Sepertinya, kita searah." Adrian, mengambil haluan kiri, sesuai perintah Raya.

Sepuluh menit, setelah perempatan jalan, akhirnya Raya tiba dikontrakan.

"Terima kasih, dokter. Maaf, merepotkan." Raya melepaskan seatbelt.

"Berapa nomor ponselmu?" Adrian memberikan ponselnya kepada Raya.

Sebagai tanda terima kasih, Raya menuliskan nomor ponselnya. Hanya sebuah nomor, tidak berarti apa-apa, buat Raya. Lagi pula, ia bukan lagi seorang gadis, yang haus pujian atau perhatian.

"Aku akan menelponnya. Simpan nomorku dan telpon jika ada apa-apa. Jangan seperti, hari ini."

"Terima kasih, dokter." Raya langsung turun dari mobil. Ia menoleh sebentar, memperhatikan Adrian yang ternyata belum pergi, seolah menunggunya masuk dalam rumah.

Didalam kontrakkan. Raya disambut kegelapan diruang depan, kakinya tersandung barang sana sini. Ia meraba handle pintu kamar, saat membukanya, Ia menemukan Retno terlelap ditemani cahaya remang.

Raya keluar sejenak, menuju dapur. Ia harus membasuh wajah, sebelum ia ikut menyusul Retno dialam mimpi.

Depan cermin, Raya memperhatikan pantulan wajahnya. Kilasan ingatannya, tentang malam ini, membuatnya merasa bersyukur.

"Terima kasih," ucap Raya, yang ditujukan kepada seseorang, yang tengah tersenyum manis diatas tempat tidur yang nyaman dan lapang

🍁🍁🍁

1
🌻Nie Surtian🌻
seenaknya saja suruh orang keluar kerja...😡
Rini Susanti
aku suka gaya penulisannya.aku tunggu kelanjutannya ka
retiijmg retiijmg
knp adrian lemah?
tidak mau memperjuangkan raya
retiijmg retiijmg: syukurlah klo arland
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈: soalnya jodohnya bukan adrian, tapi aland...
total 2 replies
Tini Laesabtini
lanjut....
Tini Laesabtini
mencaci ,mengumpat dilarang tp buat pelakor aku sgt setuju ,lanjutkan....👍
Tini Laesabtini
cerita yg bagus kenapa yg like dikit
Tini Laesabtini
novel yg bagus ,alur yg menarik sekelas dg penulis yg udh tetnama
Tini Laesabtini
dua ceritamu sudah aku lalui ini yg ke 3, penasaran coba baca yg on going,awal yg bagus cerita yg menarik 👍👍👍👍👍
🌻Nie Surtian🌻
Nach begitu Raya...baru keren...jangan mau di tindas terus..
Amie Layli
bagus raya,jangan pernah takut sama orang2 yg sudah menyakitimu.
retiijmg retiijmg
ayo raya lawan jgn mau dihina,direndahkan & diinjak2 harga diri km.
bntar lg km ketemu sm laki2 yg tulus yg mampu bahagiakan km.
plg suka crita klo perempuannya tangguh & kuat
Amie Layli
semangat raya,buktikan ke arya kalau kamu bisa sukses,bisa memberi kehidupan yg layak untuk lily tanpa bantuan si arya
🌻Nie Surtian🌻
Tetap semangat Raya...💪💪💪 Demi Lily, ibu dan adikmu...
irma hidayat
yang kuat raya Tuhan lagi menguji kesabaranmu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!