Di ruang tamu rumah sederhana itu, suasana yang biasanya tenang berubah menjadi tegang.
"Ummi, Abiy, kenapa selalu maksa kehendak Najiha terus? Najiha masih ingin mondok, nggak mau kuliah!" serunya, suara serak oleh emosi yang tak lagi bisa dibendung.
Wajah Abiy Ahmad mengeras, matanya menyala penuh amarah. "Najiha! Berani sekarang melawan Abiy?!" bentaknya keras, membuat udara di ruangan itu seolah membeku.
"Nak... ikuti saja apa yang Abiy katakan. Semua ini demi masa depanmu," suara Ummi Lina terdengar lirih, penuh harap agar suasana mereda.
Namun Najiha hanya menggeleng dengan getir. "Najiha capek, Mi. Selalu harus nurut sama Abiy tanpa boleh bilang apa yang Najiha rasain!"
Amarah Abiy Ahmad makin memuncak. "Udah besar kepala rupanya anak ini! Kalau terus melawan, Abiy akan kawinkan kamu! Biar tahu rasanya hidup tak bisa seenaknya sendiri!" ancamnya dgn nada penuh amarah.
mau lanjut??
yuk baca karya aku ini🥰🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
antara ketenangan dan rahasia
Kelas mulai hening, hanya suara detakan jam dinding yang terdengar jelas.
Haidar masih sama posisinya menghadap najiha yg membelakangi nya, kepalanya tertunduk lemah di atas meja. Tiba-tiba, Najiha bergerak sedikit, dan dengan perlahan, tubuhnya berbalik menghadap Haidar.
Haidar tertegun. Matanya terfokus pada wajah Najiha yang terlelap dengan ekspresi begitu tenang.
Dalam sekejap, ia merasa seperti waktu berhenti. Hanya ada dia dan Najiha dalam ruang itu. Jantungnya berdegup kencang, tidak bisa menahan gelombang perasaan yang tiba-tiba muncul.
"Astagaaa..." Haidar menghela napas, tanpa sadar mengeluarkan suara itu.
Bibirnya sedikit terbuka, terpesona oleh ketenangan Najiha yang begitu kontras dengan sikap dinginnya sehari-hari.
Dalam keadaan seperti ini, Haidar merasa seperti ada sisi dirinya yang tak pernah ia kenali sebelumnya—lembut, penuh kekaguman. "Cantik sekali..." ucapnya dengan lembut, senyuman tipis terukir di wajahnya.
Sebuah suara keras dari pintu kelas yang terbuka membuat Haidar tersentak. Beberapa murid masuk, dan suara riuh kembali mengisi kelas.
Haidar , matanya mencari cara agar Najiha tidak terbangun.
"Shuuuttt!!!" suara Haidar menggema, tegas, namun ada sedikit kekhawatiran yang terpendam di dalamnya.
Semua murid yang baru masuk langsung diam, beberapa dari mereka takut pada ketegasan Haidar yang jarang mereka lihat.
"Okeyy, maaf," ucap salah satu siswi yang sudah terbiasa dengan sikap Haidar yang sebenarnya.
Mereka tahu betul bagaimana Haidar bisa berubah seketika menjadi sosok yang begitu protektif jika ada yang mengganggu orang yang ia pedulikan, meski ia tak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung.
Setelah suasana kembali tenang, Haidar kembali menatap Najiha. Ada sesuatu dalam dirinya yang mulai mengganggu.
Ia memandangi wajah Najiha yang tertidur, wajah itu terlihat begitu damai, dan tanpa sadar, ia merasakan sebuah dorongan yang kuat untuk menjaga ketenangan itu.
"Hmmm... kecapean banget kamu, Naj," ucap Haidar dengan suara pelan, lebih pada dirinya sendiri. Ia tahu Najiha sedang lelah, tapi entah mengapa ia ingin tahu lebih banyak.
"Ngapain aja kamu tadi malam?" tanyanya dengan hati-hati, seakan-akan takut menggugah ketenangan yang ada.
Setelah beberapa menit, pintu kelas terbuka dengan suara berderak, dan Kasih serta Rini masuk dengan ekspresi yang penuh semangat. Mereka langsung melirik ke arah Haidar dan Najiha.
"Whaaat!! Rin, liat itu! Najiha tertidur pulas di depan Haidar!" Kasih mengucapkan kalimat itu dengan suara yang lebih keras dari yang seharusnya, matanya melotot penuh kejutan.
Rini yang tak kalah terkejut segera membalas, "Wowww!! Bakal jadi perbincangan kampus nih, seorang ketua geng motor Reylios dekat sama perempuan dingin seperti es."
Ucapannya disertai dengan tawa kecil, seperti sedang membayangkan betapa hebohnya kalau kabar itu tersebar.
Haidar yang mendengar percakapan mereka hanya menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Jangan banyak bacot lu pada!! Awas sampai Najiha tau soal gue!!" suaranya dalam dan penuh ancaman, membuat Kasih dan Rini langsung kaget dan terdiam.
"I-iya Rey, eh.. maksudnya Haidar," jawab mereka serentak dengan gugup, jelas sekali ketakutan dengan sikap Haidar yang terkenal tegas dan tidak main-main.
Saat ketegangan itu mereda, pintu kelas terbuka lagi dan dosen mereka, Pak Rizal, yang memakai kacamata bulat, masuk ke ruang kelas.
Semua perhatian pun beralih ke dosen yang ingin segera memulai pelajaran.
Melihat Haidar yang masih menatap Najiha yang terlelap di meja, Pak Rizal tidak bisa menahan diri. "Ekhemm..." ucapnya dengan suara jelas, mengingatkan bahwa kelas sudah harus dimulai.
"Duh, bapak ini, ganggu orang tidur aja," keluh Haidar, merasa sedikit terganggu, namun tidak ada yang berani menanggapi lebih lanjut.
Najiha yang terbangun perlahan, mengucek matanya yang masih berat, menatap ke depan. "Hmmm.... Maaf Pak," ucapnya, suaranya serak dan masih mengantuk.
Pak Rizal hanya tersenyum tipis. "Hmm... Nggak papa," jawabnya, lalu melanjutkan.
"Maaf Pak, izin ke kamar mandi sebentar," ucap Najiha dengan nada dingin namun sopan, meskipun masih mengantuk.
"Iya, silahkan," jawab Pak Rizal tanpa mempermasalahkan, merasa bahwa Najiha pantas mendapatkan sedikit kelonggaran.
Setelah Najiha keluar, suasana kelas kembali tenang. Pak Rizal, yang sepertinya ingin memberi penjelasan, melirik ke arah para mahasiswa.
"Hmm... Pasti kalian bingung ya? Kenapa saya tidak memarahi Najiha?" ucap Pak Rizal, matanya mengarah ke para mahasiswa yang jelas-jelas terkejut dengan kejadian tadi.
Mereka semua mengangguk, merasa penasaran. "Karena, Najiha itu orangnya cerdas, gigih belajar, berprestasi. Yaa, walaupun seandainya dia tertidur sampai jam pelajaran selesai.... Saya tidak mempermasalahkan itu," jelas Pak Rizal dengan penuh kebanggaan.
Mereka semua mengangguk, mulai mengerti alasan dosen tersebut tidak menghakimi Najiha.
"Dan kalau ditanya, dia langsung bisa menjawab semua pelajaran, bahkan yang belum kita pelajari aja dia udah tau," lanjut Pak Rizal, masih membanggakan prestasi Najiha yang tak tertandingi.
Kasih yang mendengar itu langsung bersuara dengan nada usil, "Berarti kami boleh juga tidur di kelas ya, Pak?" tanya Kasih sambil tersenyum nakal.
Pak Rizal hanya tersenyum tipis, "Iya, boleh juga, asalkan kalian cerdasnya kayak Najiha. Atau minimal kalau ditanya, kalian bisa jawab dengan tepat," jawabnya dengan nada santai namun penuh makna.
Tak lama, Najiha pun kembali dari kamar mandi setelah berwudu, wajahnya terlihat lebih segar. "Assalamu'alaikum," ucapnya dengan suara dingin namun sopan.
Seluruh kelas terdiam sejenak, semua pandangan tertuju padanya, terkagum dgn kecerdasan dan kesopanan najiha yg walaupun cuek, tapi beradab.
"Wa'alaikumussalam," jawab mereka semua serempak, tercengang dengan kehadiran Najiha yang begitu tenang dan anggun.
...****************...
Setelah bel berbunyi, mereka bertiga menuju kantin dengan langkah santai. Kasih terlihat bersemangat, sambil berbicara cepat, "Lo pesan apa naj?"
Najiha yang sudah biasa dengan suasana santai menjawab dengan nada datar, "Hmm... Gue bakso aja deh."
Kasih segera mengalihkan perhatian ke Rini, "Lo rin?"
Rini yang selalu mengikuti Najiha dalam hal makanan, mengangguk setuju, "Gue samain kayak Najiha aja."
Kasih pun tertawa kecil, "Minuman nya pasti teh es seperti biasa kan?"
"Iya," jawab Najiha singkat, masih dengan ekspresi datarnya.
"Yoi... Betul sekali," sambut Rini sambil mengacungkan jempol, dengan senyum penuh semangat.
Setelah beberapa menit, pesanan mereka pun datang. Makanan yang disajikan tampak menggugah selera, dan mereka mulai menyantapnya.
Di tengah canda tawa mereka, Najiha tiba-tiba menanyakan sesuatu yang mengejutkan, "Hmm... Kalian sekelas ya, sama Haidar waktu di SMA Cakrawala?"
Rini dan Kasih saling pandang, suasana tiba-tiba terasa agak tegang.
Kasih kemudian menjawab dengan sedikit gugup, "Iyaa... Ka-kami sekelas sama Haidar, emangnya kenapa, Naj?" suaranya terdengar berusaha normal, meskipun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan.
Najiha yang tampaknya tidak terburu-buru, melanjutkan pertanyaannya dengan nada penuh selidik, "Hmmm... Tahun 2024, SMA Cakrawala diserang anak geng motor kan?"
Mendengar pertanyaan itu, Rini terlihat sedikit terkejut dan mulai gugup, "Lo tau dari mana, Naj? Iya, diserang, hehe..." jawab Rini dengan gelagapan, seakan berusaha mengalihkan pembicaraan.
Kasih yang khawatir pembicaraan ini bisa berlanjut lebih jauh, segera mencoba mengganti topik.
"Yaudah, Naj, makan gih baksonya, keburu dingin nanti," ucapnya, sambil tersenyum canggung, berharap agar Najiha tidak terlalu menggali lebih dalam.
Namun, Najiha tetap memperhatikan mereka berdua, menilai reaksi mereka dengan tatapan tajam, meski tetap menjaga sikap dinginnya.