Arabella Brianna Catlin Hamilton saat ini tengah tersenyum sumringah dan perasaanya amat sangat bergembira.
Bagaimana tidak? Hari adalah hari anniversary kedelapan dari hubungannya dengan kekasih sekaligus teman masa kecilnya— Kenan Kelvin Narendra.
Namun, hatinya tiba-tiba hancur berkeping-keping ketika Kenan memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Kemudian, Bella mengetahui bahwa lelaki itu meninggalkannya demi wanita lain— seseorang dari keluarga kaya raya.
Karena tidak tahan dengan pengkhianatan itu, Bella menghilang tanpa jejak.
Dan enam tahun kemudian, Bella kembali sebagai seorang pengacara terkenal dan berusaha balas dendam kepada mereka yang berbuat salah padanya— keluarga si mantan.
**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian
...."Aku hanya membutuhkan kamu." Kata Kenan, wajahnya terlihat serius sembari menatap bola mata hijau hazel milik Bella.
Napas Bella tercekat. Untuk sesaat, dia merasa ada arti yang lebih dalam dari kata-kata itu.
Itu adalah ketika Kenan mengatakannya dengan penuh emosi sehingga Bella merasa jika Kenan tidak sedang membicarakan keadaan darurat, sepeti apa yang dia katakan di telpon sebelumnya.
"Ini rahasia, jadi hanya aku dan kamu." Sambung Kenan, kembali buka suara dengan nada bicaranya yang dalam dan lembut. "Salah satu karyawan sepertinya terlibat dalam kasus korupsi. Aku ingin kamu memeriksa transaksi dan kontrak tersebut, juga melihat apakah kamu dapat menemukan perbedaan."
Bella tersadar kembali ketika dia mendengar suara Kenan. Wanita itu mengangguk dan berjalan untuk duduk di kursi kerjanya. Namun, Kenan tetap duduk di kursi di seberangnya dan Bella sangat menyadari tatapan panas lelaki itu padanya, membuat kulitnya merinding.
Bella mendongak, menatap Kenan dan sebelah alisnya terangkat. "Apa kamu hanya akan duduk disana dan mengawasi ku sepanjang hari?."
"Aku suka memperhatikan kamu." Balas Kenan, sebuah seringaian terlihat di bibirnya. Dia sangat menyukai penampilan Bella hari ini. Namun dia kembali mengingat bahwa Bella berpakaian sangat cantik untuk pergi berkencan bersama dengan lelaki lain.
"Apa kamu berdandan seperti ini untuk lelaki kemarin?." Tanya Kenan, berpura-pura tidak mengetahui apa pun.
"Apa?." Bella mengedipkan matanya beberapa kali dan merasa curiga. "Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku sedang berkencan? Kamu sengaja memata-matai aku?."
"Aku? Tentu saja tidak! Seseorang melihat kalian berdua dan mengirimkan fotonya—"
"Dan apa selanjutnya?." Tanya Bella, perasaan marah tiba-tiba muncul dalam dirinya ketika dia menyadari apa maksud Kenan yang sebenarnya. "Apa kamu sengaja membuat keadaan darurat ini, supaya bisa memaksaku datang ke sini agar kamu berhasil merusak kencanku?."
Kenan menyipitkan matanya, menatap kearah Bella dan jantungnya berdegup kencang. "Apa kamu kesal karena aku merusak kencan mu?."
"Ya, benar! Aku sangat kesal! Sebelumnya aku merasa bersenang-senang dan tiba-tiba kamu merusaknya." Kata Bella, tatapan matanya berubah dingin ketika ia begitu merasa kesal pada Kenan. 'Beraninya dia menggunakan pekerjaan dan pengaruhnya sebagai bos untuk memaksaku datang ke sini dan menganggu waktu ku?!.' Batin Bella.
"Itu masalahnya... kalau aku tidak memanggilmu ke sini, aku khawatir ada lelaki lain yang merebut wanitaku—"
"Hah?." Bella mendengus, membuang arah pandangnya ke sembarang arah. "Sepertinya kamu sedang mengalami delusi, Kenan. Aku bukan segalanya bagimu. Aku bukan wanitamu atau apa pun yang ada hubungannya denganmu. Kamu sudah memutuskan hubungan kita dan kamu juga mengatakan kalau kamu tidak mencintaiku. Coba tebak? Aku pindah! Dan akan lebih bagus kalau kamu juga melakukan hal yang sama."
Bella meraih tasnya dari atas meja dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. Meninggalkan Kenan yang masih duduk di kursi dan mengepalkan tangannya. Lelaki itu ingin mengejar Bella, tetapi tatapan mata Bella di penuhi dengan kebencian.
'Apa dia benar-benar membenciku?.' Tanya Kenan pada dirinya sendiri.
Kenan tidak tahu berapa lama dirinya berada di ruang kerja Bella, diam dan hanya menatap kursi kerja Kenan. Kebencian Bella terhadapnya begitu jelas hingga menghancurkan hatinya berkeping-keping.
Lelaki lalu meraih ponselnya dan menghubungi teman-teman nya. Elmero dan Liam.
"Temui aku di klub black." Perintah Kenan, suara puraunya di penuhi dengan kesedihan.
"Apa? Ku pikir kamu sedang bersama dengan Bella. Kamu tahu? Mengenang dan bersenang-senang—"
"El, ini bukan waktunya bercanda. Temui aku di klub black. Aku butuh minuman." Kata Kenan dan langsung memutuskan sambungan telepon mereka. Dia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan gedung perusahaan.
**
Satu jam kemudian, Kenan telah duduk di ruangan VIP bersama dengan teman-temannya.
"Ya ampun, apakah kamu di sini untuk menenggelamkan kesedihanmu dalam winski?." Tanya Elmero ketika dia melihat Kenan menenggak winski seolah-olah itu adalah air minum biasa.
"Apa Bella membuatmu kesal lagi?." Tanya Liam. Dia memiliki seorang wanita yang duduk di pangkuannya saat Liam juga meminum winski. "Sudah kubilang, kawan. Lanjutkan saja. Kapal itu sudah lama berlayar."
"Sial... aku punya beberapa mantan dan tidak pernah seperti ini dengan salah satu dari mereka. Apakah Bella sudah memelet pikiran mu atau semacamnya?." Kata Elmero, menggoda Kenan. "Jarang melihat CEO yang perkasa begitu patah hati."
"Aku tidak bisa hidup tanpanya." Kata Kenan mengakuinya, menuangkan segelas lagi untuk dirinya sendiri sebelum akhirnya kembali menenggaknya hingga habis. Cairan panas itu meninggalkan sensasi terbakar di dadanya, tetapi tidak mengurangi rasa sakit yang dia rasakan dihatinya.
"Aku mencintainya! Aku selalu mencintainya! Aku akui, aku yang dulu memutuskan hubungan kami enam tahun yang lalu, tapi sebenarnya aku masih sangat mencintainya sampai rasanya sangat menyakitkan ketika aku melepaskannya."
Keheningan menyelimuti mereka setelah Kenan mengatakan hal seperti itu. Seolah teman-temannya bisa merasakan kepedihannya. Mereka berbagi pandangan, tidak tahu berkata apa untuk menghibur Kenan.
"Mungkin, kamu harus menjelaskan padanya—"
"Tidak! Aku tidak bisa mengatakan itu padanya, itu hanya akan membuatnya merasa bersalah. Aku ingin dia kembali dan aku tidak akan berhenti sampai dia memaafkan ku karena telah menghancurkan hatinya. Aku tidak akan berhenti sampai dia menerimaku kembali sebagai suaminya. Tidak ada wanita lain bagiku di dunia ini selain dia... hanya Bella yang membuat duniaku masuk akal," kata Kenan sambil meraih wiski miliknya lagi.
Elmero mencondongkan tubuhnya ke depan dan memegang botol wiski, menghentikan agar Kenan tidak menuangkan minumannya lagi. "Kamu sudah terlalu banyak minum, kawan. Kami juga memahami perasaanmu. Kejar Bella jika itu yang harus kamu lakukan untuk mendapatkannya kembali."
Liam menganggukkan kepalanya. "Aku belum pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi aku bisa merasakan kepedihanmu. Lakukan apa yang kamu bisa untuk mendapatkan wanitamu kembali. Tapi menurutku itu tidak mudah."
"Liam benar, Bella sekarang sangat berbeda dari Bella yang dulu." Kata Elmero. "Dulu, dia sangat mencintai Kenan dan mengusir semua lelaki yang jatuh cinta padanya. Sekarang dia cukup berani untuk membuat Kenan cemburu, hahaha!."
Kenan melayangkan tatapan tajamnya ke arah Elmero. Dia menarik botol wiski dari tangan Elmero dan langsung meminumnya dari botol.
"Aku tidak percaya pada lelaki itu." Desisnya, tatapan matanya mengkilat dengan api amarah. 'Apa yang Bella sukai dari lelaki itu?.' Tanya Kenan pada dirinya sendiri, sembari membayangkan sosok Galvin yang terlihat sangat berusaha mendekatimu Bella.
"Menurutku dia baik-baik saja. Dia tampan dan sepertinya—"
"Apa menjadi tampan adalah segalanya?." Bentak Kenan dan meneguk wiski nya lagi, menyambut rasa terbakar di tenggorokannya. "Dia bisa saja menjadi serigala berbulu domba. Lelaki itu muncul entah darimana."
"Itu mungkin saja. Tapi menurut Bella tidak..." Liam terdiam ketika Kenan memelototinya dengan tatapan dinginnya.
"Apa kamu masih memiliki jalur deteksi swasta? Yang pernah kamu katakan mereka bekerja dengan sangat bagus hingga menjadi mata-mata yang baik?." Tanya Kenan pada Liam.
"Iya... bodyguard ku kenal dengan mereka." Jawab Liam.
Kenan menganggukkan kepalanya. "Bagus! Suruh mereka menyelidiki Galvin. Aku ingin tahu mengapa dia mengincar wanitaku."
***
Keesokannya...
"Ayo belanja!." Elena berseru saat dia membuka pintu ruang kerja Bella.
Sementara itu, mata Bella terbelalak mendapati tamu yang tidak terduga. Bella beranjak dari duduknya dan tersenyum. "Ibu, selamat pagi."
"Selamat pagi, sayang." Jawab Elena dan berjalan menghampiri Bella sebelum akhirnya menarik wanita muda itu da memeluknya. "Ibu memintamu untuk menemani ibu berbelanja. Ibu ingin membeli beberapa barang di mall."
"Umm...." Bella tidak tahu harus berkata apa.
"Ayolah! Kamu ingin ibu pergi dengan siapa? Ayah kamu dan Kenan tidak cukup sabar. Mereka bahkan tidak membantu ibu memilih barang yang bagus. Intinya, sangat membosankan sekali pergi bersama mereka." Keluh Elena dan Bella terkekeh kecil..
"Bagaimana dengan si kembar atau Evelina?." Tanya Bella, mengacu pada putri Elena dan wanita itu memutar bola matanya.
"Jangan biarkan ibu memulainya. Mereka pikir ibunya ini terlalu tua untuk bergaul dengan mereka. Bayangkan saja, mereka menganggap tidak asyik berbelanja bersama ibu mereka yang sudah tua ini. Sekarang ibu tinggal sendirian tanpa ada orang yang bisa diajak berbelanja." Kata Elena mengeluh sedih, tetapi dia tetap mempertahankan senyumannya.
Bella tertawa melihat tingkah Elena. Dia tahu Elena sengaja mengeluh untuk membuat dirinya menyetujui ajakannya. Sebenarnya, ada banyak orang yang bisa dia ajak berbelanja seperti sahabat atau bahkan Malvin yang selalu sedia menunggu istrinya.
Namun, Bella tidak marah. Dia senang Elena bersikap baik dan seperti dulu.
"Apakah kamu mau ikut ibu?." Tanya Elena.
Bella tersenyum geli. "Baiklah, aku akan ikut bersama ibu." Jawab Bella pada akhirnya.
Elena tersenyum manis. Dia merangkul lengan Bella. "Bagus! Kita akan bersenang-senang."
Saat Bella mengangguk malu-malu. Elena tersenyum. Sebelumnya dia datang ke perusahaan bersama dengan Malvin— suaminya. Pria itu hari datang ke perusahaan untuk memeriksa dan melihat apakah semuanya baik-baik saja.
Sebagai ketua, Malvin tidak perlu terlibat aktif dalam urusan perusahaan karena semua pekerjaan berat sudah ditangani oleh Kenan.
Setelah mengunjungi Kenan di ruang kerjanya, hati Elena hancur saat melihat betapa sedihnya raut wajah Kenan. Dia tahu bahwa Kenan tidak membuat kemajuan apa pun dengan Bella dan hanya memperburuk keadaan.
Kenan tidak terlalu ekspresif. Anak laki-lakinya itu merasa sulit untuk menjelaskan tindakannya atau bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Ketika putranya itu ingin bersikap baik hati, terkadang dia justru terlihat seperti orang yang bersikap dingin dan seakan menjaga jarak.
Mengetahui bahwa Kenan memerlukan waktu untuk mengobrol dengan Bella, Elena ingin menghabiskan waktu bersama Bella berdua saja dan mencari tahu apakah Bella masih mencintai putranya.
Tidak butuh waktu yang lama, Elena dan Bella sudah pergi meninggalkan gedung perusahaan. Namun, tanpa sepengetahuan mereka, ada seseorang yang diam-diam mengikuti mereka dari belakang.
**
"Ibu tidak menyangka kamu menjadi pengacara." Kata Bella ketika mereka telah tiba di pusat perbelanjaan Rosella. "Apakah kamu pergi meninggalkan kota untuk bersekolah enam tahun yang lalu?."
"Hmm.. iya. Aku selalu ingin menjadi pengacara. Sekolah hukum terbaik ada di kota Brentwood. Saat itu, aku tidak bisa melanjutkan sekolah ku karena ada hambatan...." jawab Bella.
"Hm... Ibu kamu dan Kenan, kan?." Tanya Elena menyelesaikan kalimat Bella. Dia mengernyitkan dahinya. "Ibu tidak tahu kamu telah menunda impian kamu. Kalau ibu melakukannya, ibu akan mendukungmu untuk mengejar impian kamu. Bukankah Kenan membutuhkan waktu dua tahun untuk meraih gelar masternya? Lelaki tidak perlu menunda karir mereka demi wanitanya. Mereka menemukan cara untuk maju dalam hidup dan tetap menjaga hubungan. Jadi, kenapa kamu harus pergi ke sekolah hukum dan menemukan cara untuk bersama." Kata Elena. "Sementara Ibu kamu... Daddy Kenan sudah mencoba mencarinya dimana-mana. Tapi dia seperti hilang di telan bumi. Jadi, maafkan kami tidak bisa menemukan dia." Sambung Elena dan rasa bersalah merayapi diri Bella.
Bella tidak bisa memberitahu Elena bahwa dirinya sudah bertemu dengan ibu kandungnya. Katherine tidak ingin keluarga Narendra mengetahuinya.
Dan meskipun mengetahui bahwa Keluarga Narendra menyebabkan kesengsaraan bagi orang tuanya, Bella tetap merasa nyaman berada di dekat Elena. Wanita itu masih bersikap hangat seperti dulu. Tetapi apakah semua ini palsu?
Rasanya Elena tidak terlihat seorang yang sedang berpura-pura, sehingga membuat Bella kebingungan. Untuk apa Elena mengkhawatirkan ibunya kalau dia tahu apa yang di lakukan oleh suaminya terhadap Ayahnya?.
Sembari memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Bella buka suara. "Tidak apa-apa. Aku sudah dewasa sekarang. Aku yakin ibuku baik-baik saja dimana pun dia berasa sekarang."
Bella merasa menjadi orang yang paling buruk di dunia karena berbohong kepada orang yang berhati baik padanya. Ya— dia memang ingin membalas dendam, tetapi apa dampaknya? Apakah Elena akan tetap tersenyum padanya jika mengetahui rencananya?
Ini terasa sangat menyakitkan bagi Bella.
Elena tersenyum dan tiba-tiba menarik lengan Bella ke toko lain, menyadarkan Bella dari lamunannya. "Astaga! Lihat semua barang-barang ini!."
Elena mengambil body suit berenda merah dan memberikannya pada Bella. "Kamu harus beli ini, putraku akan menyukainya."
Kedua pipi Bella memerah. Dia memperhatikan body suit berenda yang ada ditangannya. "Hm.. Ibu... aku tidak membutuhkan ini." Kata Bella dengan gagap.
"Tidak sekarang, tapi kamu akan membutuhkannya suatu hari nanti." Elena mengedipkan matanya pada Bella dan memilih beberapa set pakaian terbuka seperti lingerie dan dress malam sebelum akhirnya memberikannya pada Bella. "Ibu sudah tua, tapi ibu masih harus menggunakan ini untuk merayu ayahmu dan setelah ibu menggodanya, dia akan memberikan apa pun yang ibu inginkan."
Bella tersenyum. Itu adalah informasi yang tidak perlu ia ketahui.
"Hm... itu bagus." Jawab Bella dengan malu-malu. "Tapi tidak ada yang terjadi diantara aku dan Kenan—"
"Belum." Kata Elena. "Ibu cukup yakin anak ibu akan bisa memenangkan hatimu dan kemudian kalian akan bersama."
Bella terdiam, dia tidak ingin berdebat. Sepertinya Elena sedang dalam suasana hati yang baik, jadi Bella tidak ingin merusaknya. Sambil menghela napasnya. Bella ikut bersenang-senang ketika mereka memilih pakaian seksi di toko tersebut.
Saat mereka meninggalkan toko, kedua pipi Bella memerah. Elena menoleh ke toko sebrang yang menjual gaun dan tas cantik. Matanya berbinar, dia meraih tangan Bella dan mengajaknya pergi ke toko tersebut.
"Wow, barang-barang bagus. Sepertinya ibu harus membeli gaun ini di hari pernikahan putra ibu." Kata Elena sembari memilih gaun berwarna biru kehijauan yang elegan.
Bella menggigit bibir bawahnya, jantung nya berdegup kencang. Ada sesuatu masa ketika dirinya bermimpi menjadi pengantin Kenan. Bella dulu mengira mereka memiliki cinta dongeng yang akan bertahan selamanya.
Tetapi ternyata dirinya salah. Mereke putus dan berpisah.
Tidak semua mimpi bisa menjadi kenyataan.
Tatapan lembut Elena memperhatikan raut wajah Bella. Dia meletakkan gaun itu kembali ke rak dan berjalan menghampiri Bella. "Katakan pada ibu, Bella. Apakah kamu masih mencintai Kenan?."
Jantung Bella berdegup kencang. Dia memperhatikan kedua mata Elena, emosi yang kompleks berputar-putar didalam dirinya. Bibir terbuka dan jawaban sudah ada di ujung lidahnya. Namun, suara yang menjengkelkan tiba-tiba terdengar, menganggu pembicaraan mereka.
"Bibi Elena? Aku tidak tahu kalau bibi sedang berbelanja. Astaga! Kebetulan sekali." Sofia berjalan memasuki toko dan berjalan mendekati Bella dan Elena. Sofia tersenyum manis dan bertanya. "Boleh aku bergabung?."