Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Gara-Gara Sebuah Nama
Rayyan masih berdiri di tempat yang tadi. Nama pengirim pesan mulai berkelana di kepala.
"Pacarnyakah?"
"Kenapa?"
Suara Anthea membuat Rayyan segera menoleh. Anthea sudah selesai membersihkan piring kotor. Sedangkan Rayyan sedari tadi sibuk dengan isi kepalanya. Dia meninggalkan Anthea tanpa separah kata pun.
"Aneh!"
Gerakan tangan Rayyan terhenti ketika mendengar suara Anthea.
"Hallo."
Segera Rayyan menoleh ke belakang dan terlihat Anthea menjawab panggilan itu menjauhi ruang makan. Dan kini masuk ke kamar.
"Pasti dari si Alva Alva itu," gumamnya dengan ekspresi dingin.
Rayyan pun ikut masuk ke kamar. Dia membuka laci di mana stok rokok ada di sana. Dia membakarnya. Lalu, menyesapnya dengan begitu dalam. Membuang asap itu ke udara. Jika, Rayyan menyentuh rokok. Itu tandanya dia sedang tidak baik-baik saja. Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya. Sejenak dia memejamkan mata.
Samar terdengar lagu nge-beat di samping kamarnya. Lagu yang sama seperti kemarin-kemarin. Bahasa yang asing untuk. Rayyan.
"Lagi seneng karena ada yang telepon."
Tangannya mematikan puntung rokok yang masih panjang dengan penuh kekesalan. Untuk kesekian kalinya dia membuang napas kasar.
"Gua butuh alkohol."
Rayyan keluar dari kamar begitu juga dengan Anthea. Mereka saling tatap untuk sesaat. Namun, Anthea segera mengalihkan pandangannya.
"Matanya--"
Langkah Rayyan terhenti ketika dia melihat Anthea membuka lemari pendingin. Mengambil cokelat yang terbungkus plastik berwarna biru keunguan. Lalu, kembali ke kamar. Dia pun mengacuhkan Rayyan yang juga tak bicara.
Rayyan ingat poin kedua surat perjanjian yang mereka sepakati. Rayyan mengambil alkohol kalengan dan dia bawa ke kamar. Dia meneguknya dan kembali nama Alva menari di kepala.
.
"Gua mau makan di luar."
Kalimat Rayyan membuat Anthea menoleh. Dia sedang berada di depan kompor.
"Aku udah bikinin kamu nasi goreng."
"Buat lu aja."
Tatapan Rayyan tak seperti kemarin. Anthea hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Mata Rayyan begitu jeli. Dia melihat mata Anthea sembab.
"Apa dia putus sama si Alva Alva itu?"
Lama Rayyan berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk duduk di ruang makan. Anthea terkejut ketika melihat Rayyan yang tidak pergi.
"Mana nasi gorengnya?"
Piring yang berisi nasi goreng, dia pegang dan berikan kepada Rayyan.
"Buat lu?"
"Masih di wajan belum semua aku pindahin."
"Cepet makan!" titah Rayyan.
"Kita harus berangkat pagi ke rumah baru."
Tanpa menjawab apapun Anthea mengambil nasi goreng untuk dirinya sendiri. Rayyan dapat melihat jika Anthea kurang berselera. Biasanya dia sangat lahap memakan apapun.
Ponsel Anthea bergetar. Namun, dia hanya melirik tanpa mau menjawab. Dahi Rayyan berkerut.
"Pasti si Alva."
Nama Alva membuat pikirannya selalu negatif. Akhirnya, Rayyan membuka suara.
"Kenapa gak dijawab?"
"Enggak penting."
Rayyan tak menjawab lagi. Dia melanjutkan sarapannya. Selama di perjalanan pun tak ada pembicaraan dari mereka berdua. Hanya keheningan yang tercipta di sana. Tepat di lampu merah, ponsel Rayyan berdering. Decakan kesal terdengar sangat jelas.
"Di mana lu?"
"Bulan madu."
Atensi Anthea teralihkan. Dia menatap sang suami yang tengah berbincang di sambungan video dengan dahi yang berkerut.
"Cepet! Lu lagi di mana?"
"Kepo!"
Rayyan mematikan sambungan video. Dia melihat ke arah samping di mana Anthea masih menatapnya.
"Asisten gua."
"Enggak nanya juga," sahut Anthea dengan pandangan yang mulai beralih.
"Cuma ngasih tahu. Takut salah paham."
Kembali Anthea menatap Rayyan dengan kedua alis menukik tajam. Rayyan malah bersikap acuh dan fokus pada kemudi.
Di rumah baru, Rayyan begitu salut pada Anthea. Perempuan itu mau turun langsung untuk menata perabotan yang kemarin mereka beli. Peluh yang sudah membasahi wajah tak dia hiraukan.
Botol minuman isotonik tersodor ke arah Anthea. Diraihnya dan tak Anthea duga jika tutup botolnya sudah Rayyan buka.
"Makasih." Hanya anggukan yang menjadi jawaban.
"Mau makan apa? Mbok Arum gak bisa ke sini hari ini."
"Apa aja."
"Nasi Padang mau?"
Anthea mengangguk. Dia kira Rayyan akan memesannya, ternyata lelaki itu malah mengajaknya makan di luar. Dan tak Anthea duga lelaki itu mengajaknya ke restoran Padang yang terkenal di media sosial. Selain rasanya yang enak, harganya pun cukup menguras kantong.
"Ray," panggil Anthea setelah mereka keluar dari mobil.
"Kenapa?" Langkah Rayyan pun terhenti.
"Kenapa memilih tempat ini? Kan masih banyak restoran Padang yang--"
"Gua gak akan miskin makan di tempat ini." Sikap sombongnya mulai hadir kembali.
Rayyan mengulurkan tangan. Anthea hanya diam, tapi Rayyan malah menarik tangan Anthea agar tangan perempuan itu bertaut dengan tangannya.
Wajah Anthea berubah ketika menyantap makanan yang tersedia. Kebahagiaan nampak terlihat dengan jelas.
"Enak?"
"Banget."
Rayyan pun tersenyum. Tatapannya tak terlepas pada sosok Anthea yang selalu apa adanya. Wajah kurang mood-nya kini telah hilang. Kembali ke rumah baru karena masih banyak yang harus mereka rapikan.
"Mending lu istirahat. Biar gua aja yang benahin semuanya."
"Enggak, Ray."
Anthea kembali ikut serta menata rumah yang akan dihuni olehnya juga Rayyan. Tenaganya begitu kuat, tak ada keluhan yang Rayyan dengar dari bibir mungil Anthea. Barang yang cukup berat sekalipun mampu dia angkat. Menjelang Maghrib barulah semuanya rapi sesuai dengan keinginan mereka.
Anthea merebahkan tubuhnya di sofa dengan nafas yang sedikit tak teratur. Peluhnya pun masih menempel di kulit
"Makasih udah mau bantu kerjasama."
Anthea segera duduk ketika mendengar suara Rayyan. Lelaki itu duduk di lantai sembari bersandar di sofa yang Anthea pakai rebahan. Anthea mulai turun dari sofa dan duduk di samping Rayyan karena merasa tak sopan jika dia terus duduk di atas. Seketika pandangan Rayyan beralih pada sosok perempuan di sampingnya.
"Enggak sopan kalau aku duduk di atas sedangkan ada orang lain yang duduk di lantai."
Rayyan tersenyum mendengarnya. Adab Anthea begitu bagus. Pantas saja sang ibu menyukai Anthea.
"Enggak usah berterimakasih. Aku hanya melakukan kewajiban aku aja sebagai istri. Bagaimanapun di mata agama juga negara kita pasangan yang sah. Meskipun, ada perjanjian yang kita buat di dalamnya."
Rayyan terdiam. Dia menatap dalam wajah Anthea. Sedikit nyeri ketika mendengar ucapan Anthea.
"Makasih, udah membolehkan aku tinggal di rumah kamu."
Semakin sesak dada Rayyan mendengarnya. Dia sudah tak bisa berkata. Anthea beranjak dari samping Rayyan. Namun, tangannya keburu dicekal.
"Mau ke mana?"
"Mandi."
Rayyan malah bangkit dari posisi awalnya tanpa melepaskan cekalannya pada lengan Anthea. Dia membawa Anthea ke halaman depan rumah di mana ada motor berwarna hitam yang masih sangat baru.
"Ada tamu?" Anthea menatap Rayyan.
Rayyan malah melepas cekalannya dan mendekat ke arah motor. Membuka jok motor tersebut. Dia mengambil sesuatu dari sana dan memberikannya kepada Anthea.
Anthea mengambilnya. Tubuhnya menegang ketika melihat benda yang diberikan Rayyan. Dibacanya ternyata namanya yang tercatat di BPKB motor tersebut. Dia begitu syok.
"Hadiah untuk wanita independent."
Kalimat itu membuat mata Anthea berair. Sederhana, tapi maknanya luar biasa.
"Ray--"
"Se-independen-independennya lu, jangan terus merasa kuat. Lu boleh ngeluh kok. Gua akan dengerin setiap keluhan lu."
Air mata Anthea menetes. Segera dia berhambur memeluk tubuh Rayyan. Dan kini Rayyanlah yang membeku.
"Kenapa detak jantung gua tiba-tiba gak karuhan begini?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Aku pundung, dikasih double up malah sedikit komennya. 😖
mau hidup enak , tapi hasil jerih payah org lain
sehat selalu kak n semangat, aku sellau nggu up nya
biar tau rasa..
ksih plajaran aja ibu yg jahat itu Rayyan....
lanjut trus Thor
semangat
double up thorr