para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Jantung Kegelapan
Hutan Giripati telah menelan banyak korban dan menciptakan cerita-cerita yang lebih menyeramkan daripada mitos biasa. Namun, bagi Arga, misteri terbesar yang masih belum terpecahkan adalah apa yang sebenarnya menjadi sumber kegelapan di hutan itu. Apa yang membuat tempat itu begitu memikat, begitu penuh dengan rahasia, namun begitu mematikan?
Selama berminggu-minggu, Arga mencoba memahami hutan lebih dalam. Ia mulai memperhatikan pola-pola aneh: ada area tertentu di hutan di mana pepohonan tampak lebih tua, lebih besar, tetapi terasa seperti "mati." Tidak ada suara burung, tidak ada serangga, hanya keheningan mencekam.
Namun, yang paling membuatnya penasaran adalah cerita lama yang pernah ia dengar dari Danu sebelum semuanya berubah. “Altar itu bukan buatan manusia biasa,” kata Danu saat itu. “Ada sesuatu yang lebih tua dari desa kita, bahkan lebih tua dari hutan ini, yang tersembunyi di dalamnya.”
---
Jejak Bayangan
Suatu malam, Arga bermimpi tentang jalan setapak di dalam hutan. Jalur itu tidak pernah ia lihat sebelumnya, tapi dalam mimpinya, ia tahu persis ke mana harus melangkah. Ada sesuatu yang memanggilnya, sebuah bisikan samar yang terus-menerus berulang:
"Jantung kegelapan... temukan dan lepaskan."
Saat terbangun, ia tahu bahwa mimpi itu bukan kebetulan. Ada sesuatu di dalam hutan yang ingin ditemukan—atau ingin ditemukan olehnya. Dengan membawa senter, parang, dan keberanian yang tersisa, Arga memutuskan untuk mengikuti firasat itu.
Hutan Giripati di malam hari lebih menyeramkan dari biasanya. Meski ia telah menjadi penjaga, setiap langkah yang ia ambil terasa seperti menyusuri lorong menuju jurang tanpa dasar. Namun, firasat itu begitu kuat, menuntunnya ke arah yang belum pernah ia jelajahi sebelumnya.
Setelah beberapa jam berjalan, ia menemukan sebuah jalur sempit yang tertutup oleh semak belukar. Arga menyibak dedaunan dengan parang, dan di depannya, terbuka jalan yang lurus menuju sebuah lembah kecil yang tertutup kabut tebal.
Lembah itu terasa… salah. Udara di sekitarnya lebih dingin, dan tanahnya terasa lembap meskipun tidak ada hujan. Di tengah lembah, ia melihat sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri: sebuah pohon raksasa yang tampak seperti fosil, dengan akar yang menjulur ke segala arah.
---
Pohon Kuno yang Menyimpan Rahasia
Pohon itu tidak seperti pohon biasa. Batangnya hitam legam, seperti terbakar, tetapi tidak rapuh. Akar-akarnya menjalar seperti jaring laba-laba yang mencengkeram tanah di sekitarnya. Dan di batangnya, terdapat ukiran-ukiran aneh yang tampak seperti simbol kuno—bahasa yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Arga mendekat, tangannya gemetar saat menyentuh kulit pohon itu. Begitu ia menyentuhnya, sebuah penglihatan menghantamnya seperti badai:
Ia melihat sekilas masa lalu hutan ini—masa ketika tempat itu bukanlah hutan, melainkan sebuah dataran luas tempat manusia purba berkumpul. Mereka menyembah sesuatu yang muncul dari dalam tanah, sebuah entitas gelap yang memberkati mereka dengan kekuatan namun menuntut pengorbanan.
Entitas itu dikenal sebagai Sang Penghisap Jiwa, makhluk purba yang lahir dari kegelapan dunia, jauh sebelum peradaban manusia terbentuk. Pohon itu adalah segelnya—sebuah penjara alami yang diciptakan oleh leluhur kuno untuk mengurung Sang Penghisap Jiwa agar tidak menghancurkan dunia.
Namun, seiring waktu, segel itu melemah. Pengorbanan manusia yang dulu dilakukan untuk memperkuat segel telah dihentikan. Dan kini, pohon itu berada di ambang kehancuran, perlahan kehilangan kekuatannya untuk menahan kegelapan di dalamnya.
Arga akhirnya memahami alasan keberadaan altar yang pernah ia hancurkan. Altar itu adalah kunci utama yang menjaga segel pohon tetap aktif. Namun, dengan hilangnya liontin dan penghancuran altar itu, kegelapan di dalam pohon mulai mencari cara untuk keluar.
Dan saat ini, segel itu tinggal menunggu waktu sebelum benar-benar runtuh.
“Inilah sumbernya,” bisik Arga pada dirinya sendiri. “Inilah yang membuat hutan ini begitu kelam.”
Ketika ia mencoba menjauh dari pohon itu, tanah di sekitarnya mulai bergetar. Akar-akar pohon tiba-tiba bergerak seperti ular, melilit kaki Arga dan menariknya ke arah batang pohon.
Dari dalam pohon, muncul suara rendah yang menggema di seluruh hutan.
“Akhirnya… kamu datang…”
Arga berjuang melawan akar-akar itu, tetapi ia tidak bisa bergerak. Pohon itu tampak hidup, dan dari celah di batangnya, muncul cairan hitam pekat yang mengalir ke tanah seperti darah.
“Lepaskan aku!” teriak Arga, tapi pohon itu hanya menjawab dengan tawa yang mengerikan.
“Kamu telah membangunkanku. Dan kini, kamu akan menjadi yang pertama.”
---
Arga tahu bahwa ia tidak punya banyak waktu. Dalam kepanikannya, ia mengingat ajaran Danu: hutan ini akan membantunya jika ia benar-benar membutuhkannya. Dengan seluruh kekuatannya, Arga memejamkan mata dan memanggil hutan di sekitarnya.
“Bantu aku… bantu aku menghentikan ini!”
Dan hutan menjawab.
Angin kencang tiba-tiba bertiup, mengguncang pepohonan di sekitarnya. Akar-akar lain di tanah mulai bergerak, menyerang pohon raksasa itu, mencoba menariknya ke bawah.
Arga melihat kesempatan. Dengan parang di tangannya, ia memotong akar yang melilitnya, lalu berlari ke arah batang pohon.
Di tengah batang itu, terdapat sebuah lubang besar yang memancarkan cahaya hitam pekat. Arga tahu bahwa itulah inti dari pohon itu, tempat Sang Penghisap Jiwa disegel.
“Ini harus dihancurkan.”
---
Dengan keberanian terakhirnya, Arga mengangkat parang dan menusukkannya ke inti pohon. Teriakan mengerikan terdengar dari dalam pohon itu, seperti ribuan suara yang saling bertumpuk. Cairan hitam menyembur, membakar kulit Arga, tetapi ia tidak berhenti.
Pohon itu mulai runtuh, akar-akar di sekitarnya bergetar dan hancur satu per satu. Namun, sebelum pohon itu benar-benar mati, suara itu berbicara untuk terakhir kalinya.
“Ini belum berakhir… aku akan kembali… kamu tidak akan bisa menghentikanku selamanya…”
Dengan ledakan cahaya, pohon itu hancur, meninggalkan kehancuran di sekitarnya.
---
Hutan yang Baru
Ketika semuanya berakhir, Arga terbangun di tanah. Pohon raksasa itu telah lenyap, hanya menyisakan lubang besar di tanah. Hutan di sekitarnya tampak lebih terang, lebih hidup.
Namun, Arga tahu bahwa tugasnya belum selesai. Kegelapan itu mungkin telah dihancurkan untuk sementara, tetapi ancamannya masih ada, menunggu untuk kembali.
Dengan langkah berat, ia meninggalkan lembah itu, membawa beban baru: sebuah janji untuk menjaga hutan ini, dan memastikan kegelapan tidak pernah bangkit lagi.