Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13 : Duo Vampir
Spectra berdiri dengan napas yang berat di tengah gua gelap. Lawannya, seekor serigala raksasa dengan tanduk bercabang, melompat ke arahnya dengan geraman menggelegar. Energi gelap menguar dari tubuh makhluk itu, membuat udara di sekitar terasa berat dan penuh tekanan.
Spectra menghindar tepat waktu, berguling ke samping sebelum pedangnya melesat ke depan untuk menyerang. Mata merah tajamnya tidak meninggalkan pergerakan serigala itu, sementara dia terus menjaga keseimbangan di tanah berbatu.
Serigala itu menyerang lagi, cakarnya mencabik udara. Spectra memanfaatkan refleks cepatnya, melompat ke belakang dan mengayunkan pedangnya ke sisi tubuh lawan. Tebasannya mengenai kulit keras serigala itu, tetapi tidak cukup untuk melukainya.
“Kulit baja... makhluk ini bukan lawan biasa,” gumam Spectra, menggenggam pedangnya lebih erat.
Serangan-serangan Spectra semakin agresif, tetapi serigala itu tetap bertahan, menggunakan tanduknya untuk menyerang balik. Di tengah-tengah pertarungan sengit, Spectra menyadari bahwa pedang saja tidak akan cukup. Ia melangkah mundur, memusatkan energi di tangannya, dan mulai merapal mantra.
“Frostbane!”
Sebuah pusaran es muncul di sekelilingnya, membuat suhu di gua menurun drastis. Udara beku mulai mengelilingi serigala itu, memperlambat gerakannya. Spectra mengangkat tangannya, menciptakan tombak es raksasa yang meluncur dengan kecepatan tinggi, menancap tepat di dada serigala bertanduk itu.
Makhluk itu mengeluarkan raungan panjang sebelum tubuhnya membeku sepenuhnya dan pecah menjadi serpihan es yang bersinar samar. Spectra menurunkan tangannya, napasnya tersengal-sengal. Kemenangan itu terasa berat, tetapi ia berhasil.
Namun, sebelum ia sempat menghela napas lega, suara tawa lembut menggema di dalam gua. Spectra segera berbalik, matanya menatap tajam ke arah dua sosok yang muncul dari bayangan.
Dua gadis cantik berdiri di depan Spectra, mengenakan gaun hitam dan putih. Kulit mereka pucat seperti bulan, dan sepasang sayap kecil tampak melipat di punggung mereka. Mata mereka bersinar merah menyala, memancarkan aura ancaman yang memikat sekaligus mematikan.
“Kau cukup kuat untuk mengalahkan peliharaan kami,” ujar salah satu dari mereka, tersenyum dengan anggun.
“Namaku Celeste,” kata yang satunya lagi dengan nada manis. “Dan ini saudara kembarku, Sylvie. Kau telah mengganggu wilayah kami.”
Spectra tidak menjawab, tetapi posisinya menunjukkan kesiapan bertarung. Pedangnya kembali terangkat, ujungnya mengarah ke dua vampir itu.
Celeste terkikik. “Manusia yang malang... Apakah kau benar-benar berpikir bisa menghadapi kami sendirian?”
Sylvie menghilang dalam sekejap mata, muncul di belakang Spectra dengan kecepatan luar biasa. Spectra berhasil memutar tubuhnya tepat waktu untuk menangkis serangan cakarnya dengan pedangnya. Namun, Celeste menyerang dari depan, memaksa Spectra mundur ke posisi bertahan.
Pertarungan melawan kedua vampir itu jauh lebih sulit. Kecepatan dan kekuatan mereka melebihi makhluk biasa. Serangan bertubi-tubi mereka membuat Spectra kewalahan, dan meskipun ia berhasil bertahan, luka-luka kecil mulai menghiasi tubuhnya.
“Sepertinya kau perlu bantuan, manusia,” ejek Celeste, mengayunkan serangan lain yang hampir mengenai Spectra.
Spectra menyadari bahwa ia tidak bisa menang sendirian. Dalam situasi terdesak ini, ia mengambil langkah terakhir yang ia tahu bisa menyelamatkan dirinya. Ia membuka menu yang hanya ia ketahui, sebuah fitur misterius yang disebut “Home Town.”
Dengan satu sentuhan pada tombol di menu, sebuah lingkaran sihir besar muncul di lantai gua. Cahaya biru terang menyilaukan mata, membuat kedua vampir berhenti menyerang untuk melihat apa yang terjadi.
Dari lingkaran sihir itu, seorang pria berambut putih dengan anting piercer muncul. Ia mengenakan pakaian tempur yang modern namun penuh gaya, dengan mata abu-abu tajam yang memancarkan ketenangan. Pria itu berlutut di depan Spectra, meletakkan satu tangan di dadanya sebagai tanda hormat.
"Hebat, tidak salah lagi itu, Arkane. Salah satu sub karakter miliku!" Spectra masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Perintah Anda, Tuan Spectra?”
Spectra berdiri tegak, meskipun napasnya masih berat. “Bantu aku mengalahkan mereka.”
Pria itu mengangguk dan berdiri, memutar pedang kecil yang entah dari mana muncul di tangannya. Ia menghadapi dua vampir itu dengan senyum tipis di wajahnya.
"Hooo, pedang itu juga salah satu koleksi ku" ujar Spectra.
“Aku adalah Arkane, pengawal pribadi Spectra,” katanya dengan nada santai. “Dan sekarang, aku akan memastikan kalian berdua tidak menyentuh tuanku lagi.”
Celeste dan Sylvie tampak terkejut, tetapi mereka segera kembali tersenyum.
“Menarik,” ujar Sylvie. “Mari kita lihat seberapa kuat sekutu kecilmu.”
Arkane melesat dengan kecepatan luar biasa, bahkan lebih cepat dari kedua vampir itu. Dalam waktu singkat, ia berhasil memisahkan Celeste dan Sylvie, memaksa mereka untuk bertarung secara terpisah. Pedangnya bergerak dengan presisi mematikan, setiap tebasan meninggalkan jejak cahaya biru di udara.
Spectra, yang kini mendapatkan waktu untuk bernapas, mulai membantu Arkane. Ia memusatkan sihir es di tangannya, menciptakan gelombang serangan yang memaksa Celeste mundur.
Sylvie mencoba menyerang Arkane dengan cakarnya, tetapi pria itu menghindar dengan mudah. “Kau terlalu lambat,” katanya, sebelum meluncurkan tendangan yang membuat Sylvie terlempar ke dinding gua.
Celeste, yang melihat saudaranya terluka, melancarkan serangan balik dengan energi gelap. Namun, Spectra memblokirnya dengan dinding es yang tebal.
“Kita harus melumpuhkan mereka sekaligus,” ujar Spectra kepada Arkane.
Arkane mengangguk. “Siapkan serangan terakhirmu. Aku akan memberi celah.”
Dengan langkah cepat, Arkane melompat ke arah Celeste dan Sylvie, membuat mereka fokus padanya. Gerakannya begitu gesit sehingga kedua vampir itu kesulitan mengimbangi.
Spectra memanfaatkan momen ini untuk mengumpulkan energi terakhirnya. Sebuah lingkaran sihir besar muncul di bawah kakinya, dan dia mengangkat kedua tangannya ke udara.
“Blizzard Nova!”
Ledakan es besar memenuhi gua, melumpuhkan Celeste dan Sylvie. Sayap mereka membeku, dan tubuh mereka terhenti di tempat. Arkane memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang, meluncurkan tebasan cepat yang membuat kedua vampir itu jatuh ke tanah.
Celeste dan Sylvie, yang kini terluka parah, menatap Spectra dengan kebencian. “Ini belum berakhir…” desis Celeste sebelum tubuhnya menghilang menjadi kabut hitam, diikuti oleh Sylvie.
Spectra menurunkan pedangnya, wajahnya penuh kelelahan. Arkane berjalan mendekat, membersihkan pedangnya sebelum memberi hormat lagi.
“Tuan, apakah Anda baik-baik saja?” tanya Arkane.
Spectra mengangguk. “Ya. Terima kasih atas bantuanmu, Arkane. Tanpamu, aku mungkin sudah mati.”
Arkane tersenyum tipis. “Itu tugasku, Tuan.”
Dengan ancaman sementara berlalu, Spectra melanjutkan misinya. Ia membebaskan para penduduk desa yang ditawan dan membawa mereka kembali ke desa. Meski tubuhnya lelah, semangatnya tetap menyala. Ia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai, dan ancaman kegelapan akan terus memburu.