Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13.
Pesta resepsi telah usai, setelah ditutup dengan foto bersama keluarga. Dalam kamar hotel, yang menjadi kamar pengantin, Sera baru saja keluar dari kamar mandi. Seharian, berdiri didepan pelaminan, membuatnya gerah. Gaun yang terasa berat, ditambah make up yang membuat tidak nyaman.
Namun, sepertinya ia lupa. Kalau didalam kamar, ia tidak sendiri. Ada pria yang berdiri didepan jendela kaca, masih menggunakan kemeja. Tubuh atletis, punggung yang tampak lebar dan tegak, sepertinya nyaman, jika ia dipeluk dari belakang.
Ampun, pikiran gue!
"Kau sudah mandi?" tanya Bintang, tanpa menoleh.
"Sudah, Kak."
"Makanan sudah ada diatas meja. Makanlah lebih dulu jangan menungguku." Bintang menyambar jasnya. Diambang pintu, ia menoleh. "Kau tidur disofa."
Belum juga Sera menjawab, Bintang sudah keluar kamar.
"Cih, siapa juga yang mau nunggu elu!"
Sera melihat jam diponselnya, ternyata sudah menunjukkan waktu tengah malam. Ia yang sudah kelelahan, memilih makan tanpa mempertanyakan kemana sang suami, yang meninggalkannya dimalam pengantin.
Ditempat berbeda, Bintang bersama sang sekretaris berada dalam kendaraan.
"Dimana dia menginap?"
"Hotel Z, Pak."
"Jadi, dia datang ke acara resepsi pernikahanku?"
"Benar, Pak. Tapi, orang kita berhasil menghadangnya."
"Cepatlah. Aku harus kembali, sebelum ketahuan."
Reza, sang sekretaris menambah kecepatan. Karena malam sudah larut, kendaraan yang melintas tidak terlalu banyak. Dan mereka tiba di tujuan, sebab jaraknya yang hanya beberapa puluh meter saja.
"Kamar berapa?"
"409."
"Tunggu disini!"
"Iya, Pak."
Bintang berjalan seorang diri, masuk dalam gedung hotel. Dengan langkah terburu-buru, ia masuk dalam lift.
Tok tok tok.
"Bintang," ujar wanita itu yang tampak kaget. Ia menggunakan lingerie transparan. Rambutnya yang panjang tergerai, hampir menutupi dada. Tanpa ragu, ia mendaratkan tubuhnya, memeluk dengan erat.
"Lepas!" Bintang menghempaskan tangan Hania.
"Aku merindukanmu. Maafkan aku." Hania kembali mendaratkan tubuhnya, namun Bintang menghindarinya.
"Aku sudah menikah. Mulai saat ini, jangan muncul dihadapkanku. Aku datang untuk memperingatkanmu."
"Menikah?" Hania tersenyum sinis, "kalian hanya dijodohkan. Aku tahu, kau tidak mencintainya."
"Itu bukan urusanmu. Kita berdua tidak punya hubungan apa-apa."
Bintang hendak keluar, namun Hania menghalangi dengan berdiri didepan pintu.
"Jangan pergi!"
"Minggir!"
"Bintang, aku tahu, aku salah. Aku sudah kembali. Aku bahkan membatalkan semua kontrakku."
"Terlambat. Kalimat itu seharusnya, kau katakan tiga tahun lalu."
Bintang tidak peduli dengan permohonan Hania. Ia pergi begitu saja, meski gadis itu mengejarnya tanpa pakaian yang pantas.
"Bintang, Bintang," panggil Hania sambil menangis, "aku mohon dengarkan aku. Aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku!"
"Kau akan terus mengikutiku dengan pakaian seperti itu?"
"Bintang."
"Baiklah. Ayo, masuk. Kau pasti senang menjadi berita utama di TV."
Hania mematung depan pintu lift. Ia hanya bisa melihat Bintang dari celah pintu lift yang mulai tertutup.
"Pak," sapa Reza.
"Jangan tanya. Ayo, jalan."
Reza mengatupkan bibirnya, lalu melajukan kendaraan dengan hening. Sepanjang jalan, Bintang duduk dengan gelisah. Ia tahu, bagaimana sifat Hania. Gadis itu tidak akan menyerah begitu saja. Ia khawatir, bagaimana jika Hania menemui Sera. Gadis polos dan penurut itu pasti akan dibuatnya menangis tanpa ampun. Dan Bintang, paling tidak menyukai gadis yang cengeng dan pengadu. Karena sudah dipastikan, Sera pasti akan mengadu kepada kedua orang tua mereka.
Tiba di kamar hotel, Bintang disambut dengan cahaya remang lampu. Ia melihat sang istri tertidur di atas sofa, tanpa selimut.
"Kau benar-benar penurut." Bintang menyelimuti Sera. "Dan kau, sangat membosankan."
Bintang langsung membuka pakaian dan masuk dalam kamar mandi. Ia menghabiskan waktu setengah jam, lalu keluar hanya menggunakan handuk. Ia mematung dekat sofa, memperhatikan Sera yang terlelap.
"Teruslah, seperti ini, Sera. Dengan begitu, aku akan melepaskanmu dengan cepat."
🍓🍓🍓
Pagi ini Sera, terbangun lebih cepat. Bukan karena kebiasaan, melainkan terpaksa. Bintang yang tanpa aba-aba, membangunkannya disaat hari masih gelap. Dan anehnya, ia hanya diminta untuk pindah diatas tempat tidur. Sera yang selalu teringat akan sikapnya, menurut tanpa bertanya. Dan ia hanya terdiam, saat Bintang memindahkan bantal dan selimut.
"Kak."
"Tidurlah."
Sera kembali terlelap. Karena kedua matanya, masih terasa berat, pikirannya pun sudah tidak fokus. Ia lupa sedang tidur dimana dan bersama siapa. Bahkan, ia tidak menyadari tangannya sedang memeluk apa.
Dan benar saja, saat pintu kamar diketuk. Sera terbangun dengan shock. Guling, yang ia peluk-peluk, cium-cium, ternyata adalah sang suami. Dan parahnya, Bintang tidak menggunakan pakaian.
"Sudah puas?"
"A... aku, .... "
"Buka pintu, sana."
"Iya, Kak." Sera melompat dari tempat tidur.
"Kalian sudah bangun?" tanya ibu Bintang.
Kedua ibu mereka tersenyum, melihat kondisi tempat tidur yang berantakan, seolah terjadi sesuatu yang mereka inginkan. Apalagi pengantin pria tidur dengan bertelanjang dada, tubuh bawahnya tertutup selimut. Sera sendiri, hanya menggunakan piyama tipis dengan dua kancing terbuka.
"Ibu meminta pelayan hotel mengantarkan makanan ke kamar."
"Ah, iya."
Sera mematung ditepi tempat tidur, saat pelayan hotel masuk membawa makanan. Wanita berpakaian seragam hotel itu, menyajikan makanan diatas meja dengan cepat.
"Sudah, kalian lanjutkan saja. Kami pergi dulu," ujar Bella.
Sera mengangguk, padahal tidak mengerti maksud ucapan mereka. Begitu pintu kamar ditutup, Bintang langsung terbangun.
"Kau ada kegiatan apa, hari ini?" tanya Bintang yang menyingkirkan selimut dari tubuhnya.
"Aku ada kuliah siang, Kak." Sera memalingkan wajah, bisa-bisa ia hilang akal, karena melihat tubuh sang suami. Ia sudah cukup terpesona dengan wajah Bintang yang tampan. Jadi, jangan ditambah lagi.
"Ya, sudah. Aku akan mengantarmu."
"Hah!" panik Sera, yang langsung menoleh, "ah, tidak usah, Kak. Aku ada supir dan asisten. Lagian Kakak juga, harus kerja."
Mati gue!
"Aku sedang malas ke kantor."
Tuhan, bagaimana ini?
Sera memutar otak, bagaimana caranya agar Bintang tidak mengantarnya ke kampus. Bisa ketahuan identitasnya. Apalagi, semalam Rio datang ke acara resepsi pernikahannya.
Tuhan, tolong aku!
Drrt, drrt, drrt.
Ponsel Bintang bergetar. Sera berharap itu adalah panggilan penting.
"Ada apa?"
"Hania, sekarang berada dihotel tempat Anda."
Bintang menarik napas, wajahnya berubah masam dan rahangnya mengetat.
"Tahan dia. Aku akan turun." Bintang mematikan sambungan telepon.
"Aku tidak jadi mengantarmu."
"Iya, Kak." Sera menahan senyum bahagia. Sepertinya, doanya terkabul dengan cepat.
Bintang yang baru saja bangun, masuk kamar mandi. Ia kembali keluar, setelah satu menit didalam. Sepertinya, ia hanya sikat gigi dan mencuci muka. Ia menyambar baju kaos dan langsung keluar kamar.
Sera tidak peduli, ia memilih sarapan dan segera keluar dari hotel. Rencananya, malam ini akan ada makan malam keluarga, dirumah Bintang. Acara untuk menyambut Sera, yang kini resmi menjadi istri. Selain itu, ia juga perlu siap-siap pindah rumah. Ia harus memberikan banyak instruksi kepada supir dan asistennya, mengingat ia akan berada di tempat yang berbeda.
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up