Pukulan keras yang mendarat dikepala Melin, hingga membuatnya harus segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun sayangnya disaat Dia sadar, sakit usus buntu yang dideritanya beberapa Minggu terakhir membuatnya harus tetap dirawat di rumah sakit.
Johan pria yang baru mengenal Melin karena insiden pemukulan akhirnya menolong Melin dengan membayar seluruh biaya operasi, namun dengan sebuah syarat. Melin akhirnya menyetujui kesepakatan antara dirinya dan Johan untuk menikah menggantikan posisi Bella yang lebih memilih mantan pacarnya
Keesokan paginya setelah pesta pernikahan selesai, Johan segera pergi bekerja di luar pulau dan meninggalkan Melin tanpa sebuah alasan.
Tiga tahun berlalu, mereka akhirnya bertemu kembali disebuah pekerjaan yang sama.
Yuk, ikutin keseruan cerita selanjutnya. terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririen curiens, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir ketahuan
Ahhhhhhh...... Kenapa aku tadi harus lari. Dia juga tidak tahu siapa aku sebenarnya. Ingat Mel...... ingat pernikahan itu hanya pura-pura saja, kalian berdua sama-sama butuh waktu itu. Semua sudah selesai, jadi tidak perlu sakit hati. Ingat kamu harus bertahan, masih 25 hari lagi gajian, gumam Melin.
Keesokan paginya, Melin pergi kekantor Pak Johan. Namun sesampainya dikantor, Pak Johan belum juga datang padahal nanti siang dia ada meeting ulang bersama Pak Alex.
Beberapa berkas sudah menunggu di meja Melin. Dia mulai mengerjakan semuanya meskipun Pak Johan belum datang.
Tak lama seseorang datang, semua mengucapkan salam kecuali Melin yang sedang fokus mengecek Beberapa berkas.
"Selamat Pagi Mel. Pagi Mbak Mel....." ucap Pak Johan berulang.
"Pagi, maaf Pak Johan belum datang. berkasnya Bapak taruh disamping saja," ucap Melin tanpa melihat seseorang yang mengajaknya berbicara.
"Memang kemana Pak Johan, jam segini belum juga datang."
Melin spontan melihat kedepan, dan tersenyum malu karena yang datang adalah Pak Johan.
"Maaf Pak," ucap Melin.
"Kamu siapkan berkas rapat hari ini. Sekalian tolong kamu kabari Pak Alex untuk meeting hari ini."
"Baik Pak."
Tiba-tiba Pak Johan menghentikan langkahnya dan mundur kembali.
"Mel, tolong sekalian kamu buatkan kopi dan sarapan."
Setelah Pak Johan memasuki ruangannya, Melin menggetok kepalanya.
Ah.... bodoh-bodoh, kenapa Aku tidak lihat dulu siapa yang datang. Sekarang jadi harus buatkan kopi, padahal ada OB masih saja menyuruh aku, gumam Melin.
Melin hanya mampu menghela nafas dan menuruti permintaan Bosnya. Melin membuatkan kopi namun OB yang melihatnya menawarkan untuk membantu namun Melin menolak karena dia tahu jika Pak Johan akan mengingat rasa kopi yang dibuatkan Melin.
tok.... tok..... tok.....
"Permisi Pak, ini kopinya dan ini sarapan buat bapak," ucap Melin.
"Hei Mel, bukankah ini bekal kamu. Kenapa kamu berikan kepadaku?," tanya Johan.
"Saya sudah sarapan. Pak Johan belum sarapan kan?. Jadi itu buat bapak saja."
"Okay, nanti makan siang aku ganti yah."
Melin tersenyum dan menganggukan kepalanya. Sementara itu Pak Johan tersenyum manis melihat isi bekal Melin, Dia merasa tak tega jika harus memakannya karena bentuk bekalnya begitu lucu. Sebelum memakan bekal itu, Pak Johan mengambil handphone dan memfoto bekal yang diberikan Melin untuknya.
Entah mengapa Melin begitu beda, Aku merasa sudah lama mengenalnya, gumam Johan.
tok.... tok..... tok......
Suara ketukan pintuk membuyarkan senyuman Pak Johan.
"Maaf Pak, meeting diajukan jam sembilan karena nanti siang Pak Alex harus ke Bali." ucap Melin.
"Okay, semua berkas kamu siapkan. Setelah itu Kita berangkat. Saya makan dulu sebentar," jawab Pak Johan.
Melin tersenyum-senyum melihat Pak Johan yang mau memakan bekalnya.
Beberapa menit kemudian Pak Johan menghampiri Melin untuk segera berangkat meeting. Namun Saat mereka mulai berjalan dari arah parkiran, seorang pria tersenyum dari kejauhan dan menghampiri mereka.
"Hai bro, baru juga aku mau mampir. mau kemana kamu?" ucap teman Pak Johan.
"Mau meeting diluar sebentar. mungkin next time kita atur jadwal lagi," jawab Pak Johan.
"Enak sekali, meeting ditemani istri."
"Oh Iyah, ini sekertarisku bro namanya Melin."
"Saya kira istrinya Pak Johan, mirip sekali. Oh ya masih ingat pak Adi, beliau kemaren meninggal kena serangan jantung."
"Pak Adi yang mana bro."
"Yang datang ke resepsi pernikahan kamu dulu. Sebentar sepertinya waktu itu kita foto bersama saat resepsi kamu. Sebentar sepertinya aku masih menyimpan foto pernikahan kamu. Tunggu saya carikan."
Astaga jangan sampai Pak Johan melihat foto itu.
"Maaf Pak, sudah ditunggu Pak Alex," sahut Melin.
"Sebentar Mel."
Tolong jangan..... jangan sampai ketemu fotonya, gumam Melin.
Kring.... kring..... kring handphone Pak Johan berdering, Dia akhirnya menerima panggilan itu.
"Sebentar bro, aku angkat telepon dulu."
"Aku balik dulu saja. Kamu lanjut kerjanya. Next time kita lanjut lagi."
"Okay bro."
Melin terlihat bisa bernafas lega karena Pak Johan mendapatkan telpon masuk hingga teman Pak Johan akhirnya pulang dan foto belum sempat ditunjukkan kepada Pak Johan.
Mereka akhirnya berangkat. Sepanjang perjalanan Melin terlihat senyum-senyum karena rahasianya tidak terbongkar.
Sementara itu, meskipun menerima telepon namun Pak Johan dari tadi memperhatikan kelakuan Melin.
"Mel, kenapa kamu senyum-senyum," tanya Johan.
"Tidak apa-apa, senyum tanda bahagia."
"Lalu kenapa kemaren kamu lari waktu mengantarkan makanan kerumahku."
"Saya hanya malu, melihat orang berduaan didalam kamar."
"Oh itu Ema, anak temannya mamaku.
Melin akhirnya diam dan tidak meneruskan obrolan dengan Bosnya. Sesampainya dikantor, meeting sudah dimulai hanya ada Pak Johan serta Pak Alex dan beberapa staf dikantor Pak Alex. Sementara Melin menunggu diluar karena saat ini dia masih bekerja dengan Pak Johan.
Setelah selesai meeting, Pak Johan mengajak Melin untuk makan siang disebuah kafe. Sebenarnya Melin terhadap ajakan Bosnya namun Melin tetap Diam.
"Mel, kita makan berdua disini apa nanti pacar kamu tidak marah," tanya Johan sambil tersenyum.
"Saya tidak punya pacar Pak. Saya lebih takut jika ketahuan pacar Pak Johan.
"Siapa?. Ema?. Meskipun kita dijodohkan namun Aku hanya menganggap Ema itu hanya teman saja. Bahkan Ema juga tahu itu."
"Sepertinya Pak Johan dan Ema itu saling suka. Buktinya berduaan dikamar. Sebaiknya Pak Johan segera menikah dengan Ema."
Pak Johan tersenyum melihat ekspresi Melin saat membahas tentang Ema.
"Lalu kamu kenapa tidak menikah Mel, sudah waktunya kamu itu menikah."
"Tidak Pak, saya takut dinikahin lalu ditinggal seenaknya."
Johan tersenyum namun perkataan Melin barusan seperti tamparan untuknya. Dia teringat dengan istri pura-pura yang dulu pernah dia tinggalkan.
terimakasih dukungannya kak