Demi pengobatan sang ibu, Bella rela menjadi simpanan Steven, CEO PT. Graha Sanatama. Namun, jodoh dan maut di tangan Tuhan. Sang ibu tetap tak dapat diselamatkan.
Setelah ibunya meninggal, Bella melepaskan diri dari Steven. Namun, takdir kembali mempertemukan mereka ketika Bella diperkenalkan kepada keluarga Axel, kekasih barunya. Tanpa di sangka ternyata pria itu adalah adiknya Steven.
Steven cemburu melihat kemesraan Axel dan Bella. Dia nekat merebut kembali Bella dari adiknya itu.
Apakah takdir tetap mempersatukan Bella dan Steven, sedangkan ada hati lain di antara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Belas
Bella menapakkan kakinya di pemakaman ibunya, hatinya sedih dan terasa kosong. Dia menghela nafas dalam-dalam, melihat sekelilingnya yang dipenuhi dengan batu nisan dan bunga segar. Satu-satunya keluarga yang tersisa, ibunya, telah pergi meninggalkannya.
Steven dan Han hanya mengantar hingga di depan makam. Tak ingin ada yang melihat dan itu akan membuat nama Bella jelek di tempat tinggalnya dulu.
"Maafkan aku, Bu," Bisik Bella pelan sambil menatap batu nisan. "Aku tak bisa datang setiap saat. Anakmu juga berjuang untuk hidupnya. Maafkan jika aku salah langkah."
Bella merasa hampa di dalam dirinya. Dia adalah anak tunggal, tidak memiliki saudara kandung, ayah, atau kerabat dekat lainnya. Setelah kepergian ibunya, dia benar-benar sendirian di dunia ini. Dia berlutut di samping makam ibunya, menangis sejadi-jadinya.
"Hei, Bella!" terdengar suara Teti, sahabat Bella satu-satunya di daerah ini. Teti mendekatinya dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Bella akhirnya kamu datang juga, aku selalu ke sini dan berharap bertemu kamu."
Bella mengangkat kepalanya dan mencoba tersenyum, namun matanya masih berkaca-kaca. "Teti, terima kasih karena menjaga makam ibuku. Aku tak bisa sering ke sini karena aku harus bekerja."
Teti lalu duduk di sebelah Bella dan membungkukkan kepalanya dengan hormat untuk menghormati ibu Bella. Kemudian dia menatap Bella penuh empati. "Aku tahu kau merasa sendirian sekarang, Bella, tapi jangan pernah merasakan bahwa tidak ada keluarga yang peduli padamu. Aku selalu ada untukmu."
Bella mengangkat kedua alisnya. "Tapi Teti, kau tahu bahwa kita hanya sahabat, bukan keluarga."
Teti tersenyum lebar. "Tidak ada yang bilang bahwa keluarga hanya bisa dari darah daging, Bella. Keluarga bisa terdiri dari orang-orang yang kita sayangi dan yang selalu ada untukmu, meskipun tidak memiliki hubungan darah. Aku telah menganggap kamu seperti adikku sendiri."
Air mata Bella mengalir deras lagi. Kali ini, adalah tangisan bahagia. Dia merasakan kehangatan keluarga yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. "Terima kasih, Teti. Aku benar-benar tidak tahu apa yang aku lakukan tanpa bantuan kamu. Seperti katamu tadi, kamu lebih dari keluarga. Kamu mengurus makam ibuku, walau kita tak ada hubungan darah."
Teti meraih tangan Bella dengan lembut. "Ayo, Jangan menangis lagi. Apa kamu mau langsung kembali ke kota atau kamu mau mampir ke rumahku dulu. Ibuku pasti senang jika bertemu kamu."
Bella menghapus air matanya dan tersenyum pada Teti. Dia lalu berkata, "Terima kasih Teti, maaf jika kali ini aku tak bisa mampir. Sampaikan salamku pada ibumu. Lain kali jika aku cuti kerja, aku pasti akan mampir."
"Ingat, Bella. Jika kamu lelah dan butuh tempat istirahat, ada aku dan ibu. Kamu bisa pulang ke rumah kami," ucap Teti.
Bella merasa sangat terharu. Dari awal mereka tinggal di sini, hanya Teti dan ibunya yang menerima dengan tangan terbuka. Yang lain hanya memandang sebelah mata karena mereka hanyalah orang miskin.
"Teti, aku harus segera pergi. Ini ada sedikit untukmu dan Ibumu. Aku tak bisa memberikan apa-apa sebagai ucapan terima kasih karena kamu mau menjaga makam ibuku," ujar Bella.
"Bella, aku masih bisa cari uang sendiri. Aku ikhlas menjaga makam ibumu. Kau pasti lebih membutuhkan ini dari pada aku. Ambillah kembali," balas Teti.
"Teti, aku harap kamu mau menerimanya. Aku dapat bonus dari tempat kerja. Jika kamu memang menganggap aku adikmu, terima ini!" seru Bella.
Tak ada pilihan lain Teti akhirnya menerima setelah Bella memaksa. Mereka lalu saling berpelukan karena akan kembali berpisah.
Bella masuk ke dalam mobil. Teti melihatnya dengan sedikit heran. Namun, dia bukan wanita penggosip sehingga tak punya pikiran negatif. Dia berpikir mungkin itu mobil bos nya Bella.
**
"Kita mau kemana lagi, Bang?" tanya Bella saat mobil telah berjalan.
"Melihat ruko yang bisa kau jadikan butik," jawab Steven.
"Aku rasa tak perlu, Bang. Aku takut orang-orang akan curiga jika tiba-tiba aku memiliki butik," ucap Bella.
"Kau bisa katakan jika itu milik orang!" balas Steven.
Bella tak bisa menjawab lagi mendengar ucapan Steven, karena itu memang ada benarnya.
Mereka mampir ke sebuah restoran buat makan siang sebelum menuju ruko yang akan dijadikan butik.
Steven melayani Bella dengan penuh perhatian. Wanita itu seperti melihat ada dua kepribadian di diri pria itu. Terkadang menyebalkan dan terkadang dia tampak menyenangkan.
Setelah makan siang, mereka melanjutkan perjalanan. Tiba di pusat kota, Han membawa ke deretan ruko tempatnya pusat perbelanjaan. Bertiga mereka berjalan menuju tempat itu. Bella berjalan dengan menunduk takut ada yang mengenalinya atau mengenal Steven. Dia berjalan sedikit berjarak dengan dua pria itu.
Ketika tiba di ruko yang di tuju, Han dan Steven menemui pemiliknya. Dia langsung membeli dan membayar tunai. Setelah itu mereka kembali ke mobil.
"Han, kamu cari orang yang tau mengenai model baju terkini dan terlaris. Cari tau dimana kita bisa membelinya. Isi dengan baju terbagus dan terkini!" perintah Steven.
Setelah seharian mereka berjalan, akhirnya kembali ke apartemen Steven. Ketika akan masuk ke halaman parkir, Bella buka suara.
"Bang, sepertinya aku tak bisa mampir. Aku harus langsung bekerja. Sudah pukul lima sore. Ini saja aku pasti telat," ucap Bella.
Bella sengaja mematikan ponselnya agar Axel tak menghubungi. Jika saja aktif, pasti dari tadi dia telah dihubungi.
"Siapa yang mengizinkan kamu bekerja!" ujar Steven dengan penuh penekanan.
"Aku saja yang ingin bekerja," jawab Bella dengan suara pelan karena takut.
"Aku tak mengizinkan. Kamu harus segera masuk apartemen!"
"Nanti Kak Axel pasti mencari ke kost jika aku tak ada kabar," balas Bella mencoba beranikan diri menjawab.
"Aku yang akan menghubungi Axel mengatakan jika kamu sedang bersamaku di apartemen!"
"Jangan, Bang. Biar aku saja yang mengatakan. Aku akan minta izin untuk tidak masuk hari ini," jawab Bella ketakutan.
Dia tak ingin Steven menghubungi Axel. Dia yakin pria itu pasti akan nekad jika dia tak mencegahnya.
Bella lalu mengaktifkan ponselnya setelah mereka masuk ke apartemen. Beruntung Steven langsung masuk ke kamar sehingga dia bisa bebas bicara.
"Maaf, Kak. Tadi aku pergi ke makam ibu. Saat ini masih ada di rumah teman. Aku minta izin tak bisa masuk kerja hari ini," ucap Bella. Dia terpaksa berbohong dengan mengatakan masih di kota tempat dia tinggal dulu.
"Apa aku boleh menjemputmu?" tanya Axel.
"Jangan, Kak. Aku masih mau mengobrol dengan mereka. Rencananya pagi aku baru kembali ke kost," jawab Bella.
"Bella, sebenarnya ada yang ingin aku katakan denganmu. Jika memang hari ini kau tak bisa masuk, kita bicara besok saja," ucap Axel dengan nada serius.
"Boleh, Kak. Besok kita bicara sambil makan siang."
"Baiklah," ujar Axel.
Sambungan telepon lalu Bella matikan, dia mendengar Steven membuka pintu kamar. Tak ingin Axel nanti curiga jika mendengar suaranya.
"Bella, sebenarnya aku ingin menyatakan cintaku. Aku tak mau kamu jadi kekasih pura-pura lagi, tapi kekasih sebenarnya," gumam Axel pada dirinya sendiri.