MUSUHKU MENJADI SUAMIKU

Diana melotot kala melihat kedatangan adik dari sang suami.

"Kenapa kakak ipar tidak mengundang kami? Apa kakak ipar merasa malu, jika ada orang yang tahu kalau keluarga miskin ini adalah kerabatmu?" sindir ayahnya Arvan.

"Tolong adik ipar jangan menyebar fitnah! Lagipula tidak ada yang melarang adik ipar untuk datang ke tempat ini. Jadi aku harap adik ipar tidak membuat keributan!" pinta Diana yang tidak ingin para tamu undangan sang besan merasa terganggu.

"Apakah aku sudah membuat keributan di sini?" tanyanya seraya memutar badannya untuk meminta pendapat para tamu undangan.

Dedy pun turun tangan untuk menghentikan ayahnya Atvan bertindak lebih jauh. Dia bergegas mendekati ayahnya Arvan. "Bukankah pak Willy sudah berada di dalam gedung ini? Jadi untuk apa mempersoalkan masalah undangan? Mari kita sama-sama nikmati pesta hari ini", sela Dedy.

Willy membisu kala mendengar penuturan Dedy. Dia merasa kesal, karena tidak dapat mempermalukan Diana dan putranya di depan beberapa kolega bisnis Dedy yang merupakan perusahaan terkemuka.

"Benar kata pak Dedy. Sebaiknya kita nikmati saja pestanya", timpal Pedro, salah satu rekan bisnis yang sebelumnya ingin di lirik oleh ayahnya Arvan.

Willy lagi-lagi di buat diam kala orang yang sangat dia segani dalam dunia bisnis tersebut, malah ikut membantu. Tak ingin rencananya gagal telak, dia pun mencoba mencari perhatian Pedro. "Saya setuju dengan ucapan pak Pedro, mari kita nikmati pesta ini. Dan berhubung acara ini adalah pesta pernikahan keponakan saya, maka biarkan saya melayani pak Pedro", jawabnya seraya mendekati Pedro. Senyum di wajahnya seakan terpampang nyata kata penjilat di jidatnya.

Namun Pedro menolaknya mentah-mentah.

"Apakah dia pamanmu?" tanya Keyra yang sedari tadi belum membuka suaranya.

Sontak Albian menoleh ke arah Keyra. "Apakah menurutmu, pamanku yang sudah tua itu lebih menarik untuk di bahas dari pada hari bulan madu kita?" tanyanya dengan manja.

Keyra pun membalasnya dengan injakan sepatu heels miliknya. Hampir saja Albian berteriak kesakitan, namun dia berhasil menahannya kala melihat para tamu datang menghampiri mereka.

Antrian para tamu undangan berjejer teratur untuk menyampaikan kata selamat berbahagia.

"Selamat ya bro!" ucap Rudy seraya memberi tos persahabatan mereka.

"Thanks bro! Tapi kenapa kau tidak datang bersama pacarmu yang kau bilang bawel itu?"

"Apa? Jadi benar kalau aku selalu dikatakan bawel?" sela Florin yang tiba-tiba memotong antrian. Sorot tajam netra Florin membuat Rudy menciut.

Kenapa dia selalu saja muncul tiba-tiba? Batin Rudy menangis. Namun ekspresi wajahnya menunjukkan rasa bersalah. "Flo cantik, bukankah hari ini kamu ada kuliah sore?" bujuk Rudy dengan nada lembut.

Florin membuang wajahnya dengan kesal. "Huh, jadwal kuliahku saja kau tidak ingat!" jawab Florin dengan nada emosi.

"Maaf mas, kalau mau berantem tolong jangan halangi orang yang lagi antri dong!" kesal tamu wanita yang sedang bersedekap, menatap Rudy dengan tatapan tajam.

Merasa bersalah, Rudy pun gegas menarik tangan Florin. "Eh, maaf bu. Silakan!" sahut Rudy dengan sopan.

Florin gegas meninggalkan Rudy dengan perasaan malu.

"Al, aku kejar Flo dulu ya. Nanti aku balik lagi!" teriak Rudy seraya berlari mengejar sang kekasih.

Keyra menatap kepergian Rudy dengan tersenyum.

"Kenapa kau suka sekali menatap pria lain? Apakah suamimu ini bukan tipe yang kau suka?" bisik Albian yang membuat Keyra menoleh padanya.

Albian pun membalas tatapan Keyra hingga pandangan mereka saling mengunci.

"Ehem..."

Suara deheman seseorang telah berhasil memutus tatapan Albian dsn Keyra.

"Apa kalian sudah tidak sabar, hingga menunjukkan kemesraan di.depan umum?" tanya rekan kerja Dedy yang biasa di panggil pak Ojak itu.

Albian dan Keyra tersipu malu kala menyadari, bahwa ternyata masih banyak antrian yang hendak memberi ucapan selamat pada mereka.

Semua ini terjadi karena Bian. Kalau saja tadi dia nggak ngomong yang aneh-aneh, mungkin mereka tidak akan salah paham. Kesal Keyra di dalam batin.

*-*

"Akhirnya selesai juga!" keluh Keyra seraya memijit pergelangan kakinya.

"Sini! Biar aku bantu", ucap Albian menawarkan diri. Lalu dia gegas menarik kaki Keyra tanpa menunggu jawaban dari sang istri.

"Aku bisa sendiri!" ketus Keyra.

"Sekarang aku adalah suamimu. Jadi kau tidak perlu sungkan padaku."

"Tapi aku bisa melakukannya sendiri!"

Albian mengabaikan penolakan Keyra. Dia tetap membantu memijit pergelangan kaki sang istri.

Keyra pun akhirnya membiarkan Albian melakukan sesuai keinginannya. Namun sesekali dia mencuri pandang pada Albian. Eh, ternyata dia tampan juga. Ucapnya di dalam batin.

"Kalau terlalu kuat, kamu ngomong ya!"

"Mmm..."

Albian mendongak menatap dengan tersenyum wajah imut Keyra. "Kalau ngomong sama suami, jangan bergumam", katanya menasehati.

"Sudah cukup!" Keyra langsung menepis tangan Albian.

"Kei! Jangan tidak sopan gitu dong. Bagaimanapun Bian sudah menjadi suamimu", tegur sang ibu kala mereka baru saja mengantar kepergian para tamu undangan.

"Kei, tidak - "

"Sudah! Jangan membantah Kei! Ingat pesan papa dan mama tadi."

Keyra gegas bangkit dari tempat duduknya. "Maaf, pa, ma. Kei pamit, Kei merasa lelah", katanya seraya berjalan meninggalkan kedua orang tuanya dan Albian.

Dedy menghela nafas berat seraya menepuk pundak Albian. "Papa harap kamu tetap sabar menghadapi Kei. Papa percaya kamu pasti bisa membuatnya jatuh cinta padamu."

"Iya pa. Kalau gitu Bian juga pamit, mau mengejar Kei."

"Oke, silakan."

Dedy dan Vivi menatap kepergian Albian dengan tatapan serius.

"Besan, apa yang sudah terjadi?" tanya Diana dengan tiba-tiba. "Kenapa Kei meninggalkan Bian?" lanjutnya kala melihat Albian berlari mengejar Keyra.

"Mungkin Kei belum siap saja, jeng. Jadi kami harap jeng memakluminya dan memberikan kesempatan sampai Kei mencintai Bian."

"Tidak.masalah jeng. Aku akan memperlakukan Kei sama seperti putri kandungku sendiri. Dengan begitu aku yakin Kei pasti mulai sayang padaku seperti dia sayang pada jeng Vivi. Lalu dia pun akan menerima Bian sebagai suaminya."

"Terimakasih jeng atas pengertiannya. Kei beruntung punya mertua seperti jeng Diana."

"Ah, besan terlalu memuji."

Vivi dan Diana pun tertawa bersama. Mereka merasa bahagia karena putra dan putri mereka akhirnya menikah.

Sementara dari kejauhan ada sepasang iris coklat yang menatap kebahagian Diana dan Vivi dengan perasaan pilu. Spontan tangannya mengepal kuat kala mengingat apa yang telah dilakukan oleh Diana. "Wait and see", gumamnya.

*-*

Di tempat berbeda, Albian berhasil menghentikan langkah Keyra.

"Kei, jangan pulang sendiri! Kita kan sudah menjadi suami - "

"Terpaksa!" sela Keyra dengan nada dingin.

"Apa kau masih menganggapku sebagai musuh bebuyutanmu?"

Keyra membalas dengan menggelengkan kepalanya. "Tidak lagi!"

"Lalu, kenapa kau selalu menghindariku, jika kau tidak membenciku?"

"Tolong jangan desak aku dengan pertanyaan seperti itu lagi! Berikan aku waktu, agar siap.menerima pernikahan ini."

Seketika Albian membisu mendengar jawaban Keyra. Namun kemudian dia tersenyum kala menatap Keyra. "Baiklah Ke. Aku tidak akan mendesakmu", katanya seraya berjalan melewati Keyra.

"Eh, kenapa aku di tinggal?"