NovelToon NovelToon
Between Blood, Sin, And Sacrifice

Between Blood, Sin, And Sacrifice

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Dunia Lain
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Carolline Fenita

Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.

Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.

Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12 - Afternoon Ghost

Benjol muncul, darah tidak keluar, memar ungu datang. Marquess Andrient mendesis kesakitan dan mengelus wajah tampannya, menyesal telah mengintip kedua gadis itu. Marquess Andrient meringis, kepalanya serasa mau pecah, "Mana ada hantu di siang siang bolong."

Evelyn terlampau panik, dia membungkuk ke samping dan melihat ke bawah.

Marquess Andrient tidak menyadari tingkah salah seorang perempuan yang berada di dekatnya dan hanya berjongkok sambil berteriak kesakitan berkali kali. Sedangkan tanpa sepengetahuan keduanya, Rose berlari sembari memegang toples ke kamarnya sendiri.

Eve berbisik sambil menggerakkan jemarinya ke dahi benjol milik Marquess Andrient, "Tuan, biar kuambilkan obat dahulu."

Tuan muda paling kecil dari aristokrat Moonstone terhenyak dan tanpa sengaja menjungkalkan badannya ke belakang. Telunjuknya diangkat dan menunjuk Eve dengan ngeri.

"E-evelyn?!"

Berpikir bahwa wajahnya membuat pemuda itu kaget, Evelyn otomatis berdiri dan menjauh. Pasangan itu memiliki ekspresi lucu. Ketika Marquess Andrient berdahi benjol, Eve dipenuhi asap tungku. Dikelilingi debu, awalnya mereka berdua saling menatap dengan bingung. Hingga akhirnya tertawa terbahak-bahak bersama.

"Eh, dimana pelaku jidat benjolku??" Marquess Andrient melongok dengan wajah bodoh kesana kemari. Di depannya, Eve hanya mengedikkan bahunya karena ia tidak memperhatikan sekitarnya.

Marquess Andrient mengusap jidatnya lagi. Kemudian teringat sesuatu, "Panggil namaku langsung, tidak perlu terlalu formal, Eve." Evelyn merenung, lalu menuruti saran dari pria di dekatnya.

Selesai mengibaskan gaunnya, ia mengambil telapak tangan Marquess Andrient dan mengajaknya ke kamar Rose, "Obat."

*****

Rose sibuk memainkan origami di tangannya, janji Marquess Andrient saat itu belum dipenuhi. Tetapi dengan tangannya sendiri, dia malah memukul wajah pria itu dengan alat masak. Kakinya bergerak naik turun di atas kasur dan Rose membenamkan wajahnya di balik bantal.

Pintu masuknya dibuka tanpa suara dan cahaya menyorot ke punggung Rose yang berbaring di atas kasur. Gadis itu masih tidak menyadari kehadiran dua orang tepat di pintu itu dan bergumam pelan. Selepas itu, ia menggeser wajahnya ke samping. Dinding terpampang jelas disana.

"Setidaknya mereka bisa lebih akrab, hehe," hiburnya pada diri sendiri biarpun ia merasa bersalah karena telah memukul dengan panci.

Jejak kaki bergema di lantai, membuat wajah Rose pias. Mukanya semakin pucat pasi ketika menoleh dan mendengar lelaki itu berkata, "Akrab dengan cara memukulku dengan panci, apa-apaan."

Meskipun Marquess Andrient tidak rela dipukul membabi buta seperti itu, dia masih menahan dirinya. Eve menanyakan obat untuk pria di sebelahnya, otomatis Rose mencari sebotol pil bersama salep andalannya. Lacinya terbuka, mengungkapkan isinya masing masing. Namun gadis itu tidak kunjung menemukan barang yang dicarinya.

"Eh, kutinggal di kamarmu," kata Rose dan menepuk pipinya pelan. Pada akhirnya, ketiga sekawan itu berlari ke kamar Eve.

Selama bertahun tahun, Rose belum pernah melihat Eve yang tersenyum dengan tarikan ke atas untuk waktu yang lama. Dan kali ini ia melihatnya ketika Evelyn melihat punggung Marquess Andrient yang menghadap ke arahnya. Telinga pria itu memerah, aneh.

Tidak mempedulikan interaksi mereka, Rose mengambil dengan cepat obat miliknya. Lalu diserahkan ke tangan Eve, terpikirkan ide yang brilian, "Oleskan saja ke jidat benjolnya."

Marquess Andrient menolak untuk disentuh terlebih pada bagian jidatnya, dimana harga dirinya? Sontak dia berbalik dan menarik nafas dengan keras. Eve menolaknya mentah mentah juga, lalu melempar botol ke genggaman tuan muda Moonstone. Rose memberengut karena rencananya gagal kali ini, namun ia tidak patah arang.

Jemarinya meletakkan cairan penyamar luka yang sudah direbus tadi ke meja pelayannya. Saat Eve sibuk menuangkan air putih ke cangkir, gadis itu menyelinap keluar.

"Pakailah obatnya sepuasnya, jika sudah beres tidak perlu dikembalikan..!!"

*****

Cangkir melayang menuju dinding dengan keras, disusul oleh suara pecahan yang nyaring. Pelayan yang berada di luar segera masuk ke dalam kamar milik pangeran keempat.

"Keluar!!"

Teriakan disusul lemparan benda kaca lainnya membuat pelayan tersebut mematung. Ketika pulih dari keterkejutannya, ia menggunakan kakinya untuk berlalu cepat menghampiri istri pangeran keempat. "Nyonya, Pangeran kambuh lagi," ucapnya sambil berlutut ke bawah.

Wei Luoyang, istri dari Pangeran Keempat berdiri dengan panik. Alas kakinya dipakai asal asalan, tidak memperdulikan sanggulnya yang berantakan, ia menyusul masuk ke dalam ruangan.

Ketika ia berada di dalam, wanita cantik berparas asia itu segera memeluk tubuh Edbert Vollerei. Menghalau gerakan suaminya yang ingin membuat kekacauan kembali. Kakinya berdarah terkena serpihan kaca, namun ada hal yang lebih penting dibanding hal itu.

"Shush.... tenanglah."

Mata Edbert memerah, penyakit kejiwaannya kembali menyerang. Tetapi ketika merasakan pelukan hangat yang menyelimuti dirinya, ia mengira bahwa wanita ini adalah ibunya sendiri.

"Ibu.. ibu.." racaunya dengan nafas naik turun. Wei Luoyang terus menerus memeluk, jarinya bergerak mencari botol kaca yang berada di pinggang suaminya. Seperti membujuk anak untuk memakan permen, Edbert menurutinya.

Opium. Ketika pria yang ia peluk sudah menelan pil tersebut dan tidak sadarkan diri, Wei Luoyang tetap mengelus belakang kepalanya. Dengan isyarat tangan, ia menyuruh pelayan yang menemaninya dari belakang membereskan kekacauan

"Nyonya, kakimu-"

Wei Luoyang menaruh jari telunjuknya di depan bibir, takut nanti bila suaminya terbangun lagi. Selesai meninabobokan pangeran keempat, mengecek dengkuran halus, lalu menyibakkan rambut Edbert sedikit, Wei Luoyang berdiri pelan.

Tidak lupa, perempuan itu mengintai sekujur tubuh Edbert. Ketika menemukan hanya tangan kekarnya yang berdarah, ia menghela nafas dengan lega. Pelayan tadi menyerahkan sejenis obat ke Luoyang, "Bereskan semuanya dan tinggalkan kami berdua," ucapnya dengan suara mendayu-dayu.

"Baik nyonya."

Merasakan perih di kakinya, ia membungkukkan punggungnya. Ketika melihat kulit kakinya, ia baru menyadari sebuah potongan kaca masih menancap.

Mengabaikan luka itu, ia menyeka peluh di dahi suaminya terlebih dahulu. Lalu mengoleskan obat ke tangan pria yang tengah tidak sadarkan diri tersebut. Setelah melapisinya dengan sehelai kain bersih, Wei Luoyang baru mengurus dirinya di tempat yang sama.

Berjalan terseok seok, darah tadi sudah membeku. Ember berisikan air yang sudah disiapkan pelayan dekatnya tadi ia pegang. Di kursi kerja milik suaminya, ia mengangkat salah satu kakinya. Tidak terhitung seberapa banyak luka disana.

"Sshh...!"

Wei Luoyang tidak dapat menahannya, darah kembali mengucur keluar ketika kaca itu ditarik keluar.

Separuh wajahnya tersembunyi, wanita itu memalingkan wajahnya ke arah berlawanan. Dengan kain ia menekan sektor luka tersebut, tidak lupa meneteskan obat dan mengalirinya dengan air dalam ember. Air itu berubah menjadi merah gelap, bercampur dengan darah milik wanita bermata sipit.

Ketika merasakan perih yang berkurang, dia perlahan memfokuskan pandangannya yang sempat mengabur. Bibirnya yang pucat dan tipis juga menggulung membentuk garis datar, 15 menit terasa seperti 1 jam baginya. Usai kakinya dibalur kain bersih pula, Wei Luoyang menyisihkan ember itu ke sudut kamar.

Tanpa disadarinya, sepasang mata mengamatinya dengan sekelumit perasaan. Suara berat memanggilnya sehingga Wei Luoyang menoleh ke belakang.

1
Tini Timmy
strategi yang bagus
Tini Timmy
seru" nih scene ini
Tini Timmy
racun apa tuh/Frown/
Bening Hijau
3 iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terima kasihh
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kaka
Tini Timmy
lanjut kakak
iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terimakasih untuk dukungannya 😁
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kakak
Lei.
iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih untuk dukungannyaa
total 1 replies
Tini Timmy
semangat nulisnya kk
Cherlys_lyn: siappp 😁
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ada iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihh 🥰
total 1 replies
Bening Hijau
ngeri2 sedap chapter ini
Tini Timmy
semangat nulisnya /Smile/
Cherlys_lyn: terima kasih yaa 🥰
total 1 replies
Lei.
2 iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih atas dukungannyaa 🥰
total 1 replies
ona
terkejut terjungkal terpungkur
ona
bener itu bener
ona
WOYYY PANGERAN KEDUA KEJAM BANGET BJIR NGAPAIN DAH ITU GUE KESEL
Cherlys_lyn: ini baru permulaan, nanti akan disuguhkan adegan yang lebih menjadi-jadi dibanding hari ini 💀💀
total 1 replies
ona
bjir eve ngapain dah
Bening Hijau
ini cerita kehidupan rose sebelum mengulang waktu, kah
Cherlys_lyn: Benar sekali, jadi di bab 18 Rose baru mulai diingatkan secara perlahan oleh anak pemberi permen ☺️
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ini ada 3 iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihhh
total 1 replies
Tini Timmy
menarik /Smile/
lanjut kk
Cherlys_lyn: okeee, terima kasih ya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!