NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13: Lama Tidak Bertemu, Olivia

“Sebenarnya untuk apa semua ini, Tuan?”

“Hm?” Simon hanya bergumam atas pertanyaan Benedict padanya.

Melihat sang duke yang ia layani tetap bergeming dan masih mengerjakan bermacam tugas di gawai tabletnya, ia berjalan mendekat.

Di sofa berukuran besar, Simon terbaring lemas, kesehatannya menurun sejak beberapa hari ini.

Pria itu selalu menolak untuk dibawa ke rumah sakit dan Benedict telah diam-diam memutuskan untuk menghubungi salah satu dokter keluarga Ainsworth untuk datang dan merawat sang duke.

“Tuan. Tolong dengarkan saya kali ini. Beristirahatlah dahulu,” pinta Benedict risau. Ia telah mempertaruhkan kariernya dengan menyuruh-nyuruh seorang duke, tapi waktu yang dihabiskannya bekerja di bawah sang duke selama hampir satu dekade telah menumbuhkan rasa hormat dan simpatinya.

Simon memejamkan kedua mata dan menaruh sebelah lengan di atas kepalanya. Ia menghela pelan. “Kepala saya sudah sangat pusing, Benedict. Jangan buat saya bertambah kacau dengan omelanmu itu.”

Sontak perkataan Simon membuat Benedict tertegun dengan jantung yang sekarang berhenti berdetak untuk sesaat. Ia menunduk cukup dalam dan segera meminta maaf.

“Sudahlah. Kamu bisa pergi dari ruangan saya sekarang.” Simon masih dengan kedua mata terpejam menyuruh si sekretaris untuk segera meninggalkannya.

Saat suara langkah laki pria itu tidak terdengar lagi, barulah Simon perlahan membuka kedua matanya.

Ia menatap lurus ke arah atap tinggi bergaya modern dari kondominiumnya. Semuanya berwarna putih, atap itu, juga kebanyakan interior tempat tinggalnya di Amerika ini, semuanya begitu. Namun, entah bagaimana ia dapat melihat cukup jelas potongan ingatannya akan mimpi waktu itu.

“Bibirnya begitu merekah, hampir berwarna maroon saat kusentuh,” bisik Simon. Ia kembali membayangkan wajah Olivia yang menghiasi mimpinya.

Menyadari betapa kacau dirinya dibuat oleh sebuah mimpi, Simon mendecak dengan dahi yang berkerut.

“Olivia...”

Simon menutup kedua matanya dengan erat. Selain napasnya yang terasa panas akibat demam ringan yang ia idap, saat ini udara terasa semakin aneh, membuatnya harus menghirup dalam sebelum akhirnya bisa bernapas dengan benar.

Selama ini ia telah berhasil mengatur perasaan juga hasratnya terhadap Olivia.

Waktu yang sangat padat telah ia lalui, menghadiri kelas dan membuat penelitian, serta mengkonfirmasi setiap keputusan penting menyangkut Ainsworth Groups dan sesekali menghadiri rapatnya. Semua itu dilakukannya demi menghilangkan pengaruh Olivia terhadapnya untuk ukuran sekecil debu sekali pun.

Meskipun pertahanan yang ia bangun begitu kuat itu harus runtuh begitu saja di saat dirinya paling lengah.

Sejak mimpi itu, sudah berulang kali Simon terbangun dari tidurnya dengan ingatan yang sama.

“Inilah harta sialan yang kamu tinggalkan untukku, Olivia.” Simon menghela frustrasi. “Hanya sebuah mimpi yang bahkan tidak menggambarkan setengah dari keinginanku atas dirimu.”

Saat Simon hampir kembali mengumpat kata-kata serapah sebagaimana sebelumnya, sebuah notifikasi yang ia terima membuat perhatiannya teralih.

Ia mengangkat kembali gawai tabletnya dan membaca notifikasi yang masuk itu. Sebuah email dari kampusnya yang berisikan jadwal sidang doktoral yang akan segera ia ikuti. Ia telah menyelesaikan tugas akhir yang jauh lebih awal dari seharusnya.

Simon melihat ke arah meja kerjanya, pandangannya terfokus pada jam pasir yang terpajang begitu elegan di sana.

Sebuah senyum tipis terbit di wajahnya menyadari bahwa salah satu rencananya berhasil, yaitu menyelesaikan studinya dan kembali pulang dalam waktu cepat.

Telah berlalu satu tahun enam bulan ia habiskan tanpa kehadiran Olivia, atau yang lebih tepat adalah dialah yang melarikan diri dari perasaannya sendiri terhadap gadis itu.

♧♧♧

"Ayah menyuruhmu libur hari ini supaya kamu bisa istirahat, tapi kamu malah akan bersepeda,” omel Aditomo mendapati Olivia mendorong sepeda salah satu staf.

Olivia tertawa meringis. “Hitung-hitung olahraga, Ayah.” Ia memberhentikan sepedanya di samping mansion, di mana Aditomo sedang mengelap mobil.

“Baiklah. Hati-hati kalau begitu. Jangan ngebut,” wejang Aditomo. Olivia mengangguk dan tersenyum. Gadis itu mulai menaiki sepeda dan mengayuhnya meninggalkan sang ayah.

Di pagi hari ini, untuk pertama kali bagi Olivia, ia libur dari pekerjaan toko rotinya.

Setelah hampir dua minggu berturut-turut tanpa sekalipun menutup tokonya, di hari minggu kali ini ia harus terpaksa setelah mendapat saran sekaligus omelan dari Aditomo.

Jalan yang akan Olivia lalui berjarak hampir satu kilometer dari gerbang masuk. Di sepanjang jalan yang cukup jauh ini, area di sekitar mansion dihiasi mulai dari taman, gazebo, dan kebun dari berbagai jenis tanaman.

Oleh karena itu, pemandangan di sepanjang perjalanannya sungguh indah nan asri.

Olivia sangat bahagia sejak kepergian Simon dan saat ini adalah momen terbahagianya.

“Ah, iya, rasanya aku sudah bisa mencari dan menawar harga sewa tempat tinggal baru. Aku rasa tabunganku banyak bertambah,” gumam Olivia saat tidak sengaja teringat akan sosok Simon.

Bisa dikatakan bahwa Olivia berhasil menghilangkan pengaruh sang duke dari dirinya. Terbukti dengan sangat jarangnya ia kembali teringat akan pria itu ataupun kenangan yang pernah terjadi bersamanya.

Olivia sudah dapat melihat gerbang megah di depannya, ia lantas memutar balik untuk kembali ke mansion.

“Hei, tidak ada alasan untuk terlalu memikirkan duke itu ya.” Olivia mengingatkan dirinya dan mulai tersenyum merekah. “Aku masih punya beberapa bulan sebelum kedatangannya. Bahkan kalau ia datang pun, aku tidak akan berte—“

Ucapan Olivia tertahan tanpa bisa ia selesaikan saat sebuah mobil mewah yang sudah lama tidak dilihatnya.

Sungguh aneh, Olivia yakin telah berhasil melupakan semua ingatan yang ia punya akan Simon, tapi suara deru dan juga mobil yang baru saja melewatinya, ia ingat dengan jelas.

Mobil itu adalah yang selalu Simon naiki.

Olivia menurunkan kakinya dan dengan pikiran kosong menatap ke depan, mobil hitam itu melaju dengan kecepatan stabil.

“Le-lebih baik aku menepi dan menunggu dulu.” Olivia mendorong sepedanya ke tepi jalan. Ia akan menunggu beberapa saat sampai sekiranya ia tidak bisa dilihat dari mobil itu.

Olivia mendongak melihat ke arah lajunya mobil yang semakin hilang dari pandangan.

“Bisa saja itu bukan Tuan Duke. Bisa saja begitu.” Olivia menggigit bibir bawahnya. “Semoga begitu.”

Berlalu sekitar dua puluh menit untuk Olivia menunggu, akhirnya gadis itu kembali mengayuh sepedanya.

Di dalam benaknya, ia telah berhasil menghindari salah satu bencana terbesar di hidupnya. Namun, dengan ironi takdir malah berkata sebaliknya.

Olivia dapat melihat Simon tengah berjalan kaki tidak jauh di depannya. Napas serasa tercekat dan ia berhenti mengayuh sepadanya.

Tatapannya gemetar dan kedua lengannya melemas menemui fakta bahwa lagi-lagi semesta tidak berada di pihaknya jika menyangkut sang duke.

Simon di depan sana, setelah menyuruh sekretarisnya untuk meninggalkannya sendiri. Sembari menunggu gadis itu, ia berjalan sangat lambat.

Saat pendengarannya mulai menangkap suara yang berasal selain dari dirinya, ia berhenti.

Olivia dapat merasakan adrenalin yang berasal dari ketakutannya memuncak dengan sekejap. Maka, saat Simon berbalik dan menatapnya, bisa ia rasakan jantungnya seakan mencelus.

Berbeda dengan gadis itu, bagi sang pemilik kedua mata hijau emerald itu, ia sudah menunggu lama untuk dapat kembali menatap wajah favoritnya.

Simon tersenyum. “Lama tidak bertemu, Olivia.”

...♧♧♧...

^^^*** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing.^^^

1
R. Danish D
Thor, udh jadi 20 bab Terbaik belum?/Left Bah!/
R. Danish D
Begitulah bangsawan bukan? Jika harta kekayaan menjadi sesuatu hal yang tampak tak lagi menggugah selera maka menginjak-injak harga diri sesama manusia adalah jalan pintasnya.
R. Danish D
sengaja, sungguh sangat disengaja wahai nona biadab
R. Danish D
kenapa Charlotte yang emosi? jiir
R. Danish D
Dua insan, Olivia dan Paul bagiku dicerita ini seperti ditakdirkan bersama, mereka sama-sama berjuang dari penindasan Duke yang semena-mena, aku berharap ada scene cerita dimana mereka berdua saling menguatkan, saling merangkul dan berpelukan menghadapi cobaan yang Duke berikan, aku cuman mau Tindakan Duke menjadi batu loncatan bagi Paul supaya dia bisa menjadi lebih intim ke Olivia. Maksudku, Paul meski sebagai Second Lead, dia berhak mendapatkan akhir bahagia yang dia inginkan kan? Mungkin bakalan ada yang kontra sama aku, Olivia pasti pada akhirnya bakalan berada dalam rengkuhan Simon.

Tapi aku juga mau Paul berhak mendapatkan kehidupan yang adil, dan biarkan Simon yang menanggung karma atas perbuatan nya, contohnya seperti 'rencananya untuk memisahkan Olip dan Paul justru menjadi pedang yang telah ia tempah susah payah namun dia gunakan untuk menggorok lehernya sendiri'
R. Danish D: (3)

Sejauh ini, aku menikmati ceritanya, sejauh ini pula aku suka pembawaan ceritanya yang perlahan-lahan terbakar 🔥 Banyak misteri yang belum terungkap, terutama latar belakang keluarga Paul yang pelan2 terkuak dan apa alasan dia terus menahan diri dan ragu mengungkapkan perasaannya ke Olivia, sebenarnya dia tidak ragu menyatakan cinta hanya saja dia takut untuk membawa wanita itu di sisinya kan... jadi ya aku suka, aku suka cerita ini.

Terutama pembawaan cara penulis merangkai kata-kata yang menggelitik, semuanya disusun dengan alur yang meski tempo lambat tapi kita tetap menikmati itu dengan cara yang elegan, sesuai dengan tema kerajaan nya wkwk.

Tema kayak gini emg paling enak tempo lambat sih, jadi ikut terbawa suasana bagaimana suasana istana dan riuh rendah bangsawan yang saling bercengkrama.
R. Danish D: (2)

Simon berhak mendapatkan hukuman, Paul berhak mendapatkan kebahagiaan dan Olivia berhak mendapatkan kebebasan.

simpel kan, Thor? persetan dengan pembaca yang kubu si Simon, aku tetap second lead Paul. Pria yang benar-benar menenggelamkan rasa nafsu dan hasratnya, sekian tahun lamanya, disisi Olivia, hanya pria itu yang mampu memupuk semua rasa egois nya untuk menjadikan Olivia sebagai miliknya sedangkan Simon? oh pria itu baru saja pergi 1 tahun lebih, jarang bertemu dan berbincang namun sudah bersikap cabul dan bertindak sesukanya.

Cara Paul yang begitu berhati-hati memperlakukan Olivia, seakan wanita itu bagai permata yang begitu mudah rapuh kalau tak diperlakukan sedemikian rupa, cara Paul yang ingin menyatakan perasaannya dengan cara yang tulus, murni bentuk rasa cinta bukan hanya nafsu semata deserve seorang wanita seperti Olivia yang bukan sesosok yang bakalan bersujud dibawah kaki Simon dan menjilat sepatu pria itu.
total 2 replies
R. Danish D
huekkkkkkkk
R. Danish D
persetan, gw ga restuin elu sma Olip!
ga peduli guwaa!!!
R. Danish D
hanya dia seorang yang boleh melakukan hal itu, bermain-main, bersenang-senang. ~
R. Danish D
boleh ga sih, aku berharap ending cerita ini Olivia bersama Paul saja, begitu logika ku saat ini. Kalau mau aku beritahu alasannya, panjang banget.. cuman aku berharap Simon dijadikan figur pesan moral aja. /Grimace//Grimace//Grimace/
R. Danish D
olip hahahh 😭😭😭😭😭👍👍👍👍
R. Danish D
duke jancok wkkwkwwkkwk aku JUNGKIR NI HAAAAA
R. Danish D
Charlotte kan juga bangsawan, tapi rada lebay yaa dapat kasur empuk gitu emg selama ini tidur beralaskan kardus wkkwk
R. Danish D
mau jual diri kah mbak charlo(n)tte?
R. Danish D
PANIK GA LU, PANIK GAAAAA!!!!
R. Danish D
Gentle man?
Jeez, of course she just sarcastic, my dear
R. Danish D
tunggu, ini sudut pandang siapa
ahh pake tanda sesuatu donggt/Grimace/
R. Danish D
/Silent//Silent//Silent//Silent/
R. Danish D
mabuk ya pak?
R. Danish D
iya nikmat, memang nikmat
tapi lu kelewatan batas sampe raba2 ke atas bawah
R. Danish D
aduh cok, kepala ku kotor sekali membaca ini /Whimper/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!