To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Gadis Lusuh yang Begitu Cantik

...♧♧♧...

Omelan penuh teriakan emosi memang sering Olivia dapatkan, tapi kali ini ia sungguh terkejut.

“Ayahmu pergi meninggalkanmu demi ibu yang bahkan tak ingin melahirkanmu. Kamu itu sudah dibuang!”

Kedua bibir Olivia bergetar, ia menatap lurus ke wajah memerah bibinya. “Apa maksudnya, Bi? Ayah bilang ibuku meninggal dunia saat melahirkanku.”

Sarah, wanita berusia 41 tahun itu berkacak pinggang dan mendesah panjang. “Bukan meninggal dunia, tapi sengaja meninggalkanmu!”

Olivia tahu dirinya telah melakukan kesalahan dengan tidak membantu urusan restoran lantaran kram menstruasi yang dialaminya. Ia pun tahu betul bibinya terbiasa mendapatkan semua yang ia inginkan dan akan meledak penuh amarah saat itu tak terpenuhi, tapi sekarang dirinya tidak bisa menerima omongan itu begitu saja.

Kedua mata Olivia memanas, bisa ia rasakan dirinya berkaca-kaca saat ini. Meski bergetar, ia mencoba mengeluarkan suaranya. “Bibi tidak boleh mengatakan kebohongan seperti ini hanya karena aku butuh istirahat sejenak... “ Ia kehilangan suaranya beberapa saat. “Ini keterlaluan, Bi. Jangan begini lagi.”

Sarah mendongak dan membuang napas dengan kasar. “Wah, sulit dipercaya anak ini! Kamu dengar ya—“

“Sayang, sudah, tenanglah.”

Ketika kejadian ini hampir tidak dapat dikendalikan lagi, Buditomo datang dan memeluk tubuh Sarah, membawanya menjauh dari Olivia.

Seakan ada tali besar yang mengikat dadanya, Olivia kesulitan bernapas. Kedua matanya mengikuti gerak kedua pasangan suami istri itu.

“Om Budi, aku minta maaf sudah tidak membantu hari ini. Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Sekarang mohon izinkan aku kembali ke kam—“

“Dasar anak buangan! Tak tau diri! Kembali sana ke orang tua tak becusmu itu!” Meski Buditomo selalu menenangkan, Sarah kembali kehilangan kontrol dirinya. “Tanya sama ayah tercintamu itu dan rasakanlah semua kebohongan yang telah dia katakan seumur hidupmu.”

Setelah kalimat terakhir yang dilontarkan Sarah, Olivia berlari ke arah belakang di mana kamarnya berada. Dadanya bergemuruh dan air matanya turun dengan deras, ia mengunci pintu kamarnya dan terduduk di lantai bersandar pada bongkahan kayu itu.

Entah bagian tubuh mana yang tidak terasa sakit, karena baginya sakit itu telah menjalar ke sekujur tubuhnya.

Hidup menumpang memang tidak mudah, merelakan setiap keinginan pribadinya apalagi. Namun, selama lebih dari separuh umurnya sudah ia lakukan itu untuk bertahan setiap hari.

Usianya delapan belas tahun beberapa minggu lalu dan kemarin ia baru mendapatkan menstruasi pertama selama hidupnya. Itu sudah cukup menjelaskan betapa melelahkan hidup yang ia jalani, baik secara fisik maupun psikis.

Tidak setiap orang mendapatkan keberuntungan di hidup ini, Olivia paham betul dan ia sudah ikhlas dengan fakta ini, tapi rupanya ikhlas saja masih tidak cukup.

Satu-satunya hal manis di hidupnya adalah ayahnya, yang meski berada jauh darinya, tapi tidak sekali pun membiarkannya merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian.

Aditomo–ayahnya tengah berada di Inggris. Ia bekerja demi menghidupi mereka berdua. Dua kali di setiap minggunya, secara rutin mereka selalu bertukar kabar dengan menelepon bahkan juga panggilan video. Tidak heran mengapa perkataan bibinya tadi sungguh sulit dipercaya. Seakan tidak cukup dengan memahaminya lagi, kini bibi yang selalu memperlakukannya tidak adil itu juga ingin menghancurkan satu-satunya harapan hidupnya.

“Astaga, sudah, Olivia," bisiknya pada diri sendiri.

Akhirnya Olivia mengatur emosinya, dadanya sudah terlalu bergemuruh hingga mulai terasa sesak, ia tak ingin keadaan fisiknya memburuk lebih daripada sebelumnya.

Perlahan, ia bangkit dari lantai dan mulai menyeka air matanya. Ia berjalan dan duduk di ujung ranjangnya, lalu terdengar suara ketukan pintu disusul suara Buditomo memanggilnya pelan.

Olivia menggigit bibirnya beberapa kali sebelum membuka pintu kamar. Ia membuka lebar pintu dan membiarkannya terbuka. Buditomo pun masuk dan dirinya tidak pernah menyangka hal yang baru saja dikatakan pria itu.

“Dengan penuh pertimbangan, sungguh berat hati Om harus mengatakan ini padamu. Olivia, yang dikatakan bibimu tadi tidak sepenuhnya salah. Kakakku–ayahmu berada di London bertahun-tahun ini demi bersama dengan ibumu. Dan, benar bahwa ibumu itu tidak menginginkanmu, bahkan sejak tahu dirinya hamil, ia mengancam untuk tidak akan melahirkanmu.”

Semua kosa kata yang ia tahu, semua kemampuan tubuh yang sehat, dan semua hak yang ia punya untuk mengamuk, tapi Olivia hanya mematung.

Perkataan yang keluar dari adik ayahnya, satu-satunya kerabat yang baik padanya dan tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya bahwa pria itu seorang pembohong. Olivia sungguh hancur berkeping-keping.

Kini tidak hanya mengunci diri di kamar, Olivia pun masih mengunci rapat kedua bibirnya.

Hingga saat hari sudah berganti, pada dini hari, ia meraih ponselnya dan menelepon sang ayah.

“Anak gadis Ayah! Apa kabar, sayang?”

Tiba-tiba Olivia menelan ludahnya dengan susah payah. Semua udara yang masuk ke tenggorokannya terasa panas, ia merasa sangat tidak nyaman untuk sekedar bersuara.

“Olivia? Nak, kamu mendengarkan?”

Pikiran Olivia pun mengembara entah ke mana, membuat panggilan lembut dari sang ayah seakan lewat begitu saja di telinganya.

“Olivia, kamu baik-baik saja? Ayah mulai khawatir, Nak. Olivia... “

“Iya, Ayah, aku di sini.”

“Nak, Ayah sudah khawatir. Ayah kira kamu kenapa tadi.”

“Ayah, aku ingin menanyakan sesuatu. Aku mohon... jawablah jujur.”

“Tanya saja, Nak.”

“Ayah, bagaimana kabar Ibu?”

Terjadi sedikit jeda antara pertanyaan Olivia dengan jawaban Aditomo. Namun, pria itu berhasil menanganinya dengan baik.

“Ibumu sudah tenang di sana, Nak. Ada apa? Kamu merindukan ibumu, ya?”

“Ayah, aku memintamu jujur. Jadi, aku mohon jangan berbohong.”

“Nak, kita berdua tahu ibumu sudah meninggal—“

“Iya, dia meninggalkanku. Bukan karena meninggal dunia, tapi dia memilih untuk meninggalkanku dan membuangku.”

“Olivia, tidak begitu, kamu mendengar ini dari mana, Nak?”

“Om Budi yang bilang. Dan kita sama-sama tahu, bukan kepribadiannya untuk berbohong. Jadi, biar aku tanya sekali lagi. Apa kabar Ibu, Ayah?”

“Ibumu sudah meninggal, Nak.”

“Cukup! Sudah cukup Ayah menyembunyikannya seumur hidupku. Aku... “ Jeda yang tercipta karena cekikan tak kasat mata yang terasa di lehernya. Olivia butuh beberapa waktu sebelum kembali melanjutkan. “Siapa yang bisa aku percayai lagi kalau ternyata Ayah juga tidak benar-benar ada di pihakku?”

Jeda itu bukan saja oleh Olivia, namun Aditomo pun membutuhkan beberapa saat untuk menjawab pertanyaan sang putri. Dari pengeras suara ponselnya, yang hanya terdengar adalah deru mesin pendingin ruangan. Suara yang lembut itu sekarang terdengar jauh lebih keras dibanding keheningan dan ketidakmampuan Aditomo menjawab pertanyaannya.

“Ayah percaya yang dibicarakan Ommu itu tidak berlebihan, itu benar. Tapi, tidak semuanya benar. Ibumu menghembuskan napas terakhirnya enam tahun lalu. Kini Ayah benar-benar di sini cuma untuk bekerja demi kamu.”

“Aku mau menyusul Ayah. Aku harus lihat sendiri makam wanita yang tidak menginginkanku itu untuk percaya perkataan Ayah.”

“Baiklah, Nak... “

♧♧♧

Jalan setapak yang baru mereka lewati, semilir angin, dan cahaya matahari yang mengintip dari balik tebalnya awan abu-abu, Olivia yakin ia akan mengingat semua ini hingga hari kematiannya. Bagaimana batu nisan yang bertuliskan nama ibunya, penjelasan langsung dari sang ayah, alasan dan pembenaran yang memang harus dilakukan, dan semua dilakukan demi kebaikan dirinya.

Ibunya memang tidak menginginkannya pada awalnya, namun mengetahui kebaikan dari keburukan bukan suatu hal keji, setidaknya ibunya melakukan itu.

Hal yang terjadi adalah Daphne Joceline Rhode–ibunya ialah seorang model pendatang baru yang sangat cantik dan penuh potensi. Di saat-saat penting awal merintis karir, ia jatuh cinta dengan sangat dalamnya kepada Aditomo hingga memutuskan menikah, walaupun hanya pemberkatan tanpa satu pun pesta perayaan, tapi mereka sangat bahagia kala itu.

Kebahagiaan itu rupanya hanya sementara, saat manajer Daphne mengetahui bahwa mereka telah menikah, semuanya menjadi runyam. Ketakutan yang ditanamkan sang manajer akan karier modelnya yang terancam mulai mempengaruhinya.

Hingga itu semua memuncak saat Daphne menemukan dirinya memegang alat pengecek kehamilan dan dua garis di sana menjadi mimpi buruk paling menakutkan baginya.

Semua hasil kerja keras manajernya dalam menakut-nakuti Daphne membuat wanita itu bersikeras tidak akan melahirkan bayinya.

Aditomo mencoba semua cara untuk mengubah pemikiran sang istri, namun ketakutan akan gemilang karier yang hampir didapatkan bisa hilang begitu saja membuat Daphne tetap tak tergoyahkan.

Akhirnya dengan satu perjanjian terakhir, semua mendapatkan kebaikan bagi setiap pihak, yakni Daphne hanya perlu melahirkan bayinya saja dan setelah itu Aditomo akan menghilang bersama buah hati mereka itu tanpa mengganggunya lagi. Semua pun terjadi sesuai rencana, dan semuanya seakan tak pernah terjadi sama sekali.

Namun, beberapa tahun sejak berpisahnya mereka, karier Daphne tidak kunjung membaik. Ini membuat manajernya mengambil jalan pintas dengan menjodohkannya dengan seorang fotografer majalah populer demi kelancaran karier.

Semua berjalan lancar, kepopuleran itu meski tidak begitu besar, tapi berhasil diraih Daphne. Namun, rupanya harga yang harus dibayar adalah hidupnya.

Saat dokter mengatakan bahwa ia mengidap HIV karena diam-diam kekasihnya sering melakukan hubungan seksual pada model-model pemotretan dengan bualan akan membantu mereka dalam kesuksesan.

Seketika, dunia Daphne hancur berantakan. Di saat ia ditinggalkan oleh semua orang yang ia kira akan mendukungnya di setiap situasi, ia hanya menemukan dirinya terbaring lemah di atas ranjang di tengah hunian kosong. Semua orang kecuali Aditomo.

Semua yang terjadi, tetap terjadi. Olivia tahu itu. Maka dengan keyakinan kuatnya, ia meminta sebuah permintaan yang cukup berat untuk dipenuhi oleh Aditomo.

“Aku ingin tinggal di sini bersama Ayah.”

Begitulah, meski berulang kali mencoba dan mengumpulkan keberanian untuk membujuk atasannya, akhirnya Aditomo diperbolehkan membawa Olivia tinggal bersama di kediaman besar nan mewah milik keluarga yang dilayaninya. Dikarenakan kesetiaan dan kedisiplinan kerjanya menjadi supir pribadi selama sembilan tahun lebih, permintaan Aditomo disanggupi dengan senang hati.

Kehadiran Olivia dan cerita di balik hidup gadis itu membuatnya mudah diterima oleh seluruh staf dan penghuni mansion itu. Seorang gadis lusuh yang begitu cantik adalah julukan yang terkenal dan diakui oleh semua orang.

Tak terkecuali oleh sang pewaris satu-satunya gelar kebangsawanan sekaligus semua kekayaan besar ini.

The Duke of Ainsworth, Simon Dominic-Ainsworth saat dari jauh ia melihat seorang gadis berkeliaran di kediamannya, sepasang kakinya yang semula berjalan cepat itu pun terhenti. Melihat ke belakang ia bertanya pada sekretarisnya.

"Siapa gadis itu?"

...♧♧♧...

^^^** the picture belongs to the rightful owner, i do not own it except for the editing^^^

Terpopuler

Comments

agnesia brigerton

agnesia brigerton

Lusuh asal cantik mah gak papa banget 😌😌

2024-06-27

0

Hasnah Siti

Hasnah Siti

halloooo...aku hadir🙋🏻‍♀️moga seru yahhh

2024-06-25

0

agnesia brigerton

agnesia brigerton

Ibunya jahat banget sih tapi kayaknya emang susah deh buat benci sama orang yang dah ngelahirin kita

2024-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!