NovelToon NovelToon
Shortcoming

Shortcoming

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / rumahhantu / Akademi Sihir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Kravei

Istana dan dunia istimewa. Semuanya immortal, kuat dan ajaib, tapi dunia itu hanya ada di dalam mimpi. Itu yang Layla yakini sedari awal mimpi buruk menghantuinya.

Di mimpi itu, dia mengenal Atoryn Taevirian, pemuda yang tengah patah hati dan mulai kehilangan akal sehat. Dia membenci ayahnya yang telah membunuh perempuan yang dia cintai. Dia membenci semua orang yang tidak ada kaitan dengan kematian Adrieth bahkan Layla yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Atoryn menakuti dan menyakiti semua orang dengan tuntutan sang ayah harus mengembalikan Adrieth, sementara Layla berusaha mencari cara untuk melenyapkan mimpi buruk.

Alih-alih berhasil, hidup Layla malah menjadi semakin horor. Suatu hari dia ditarik memasuki dunia itu dan bertemu Atoryn. Layla berdiri tepat di depannya, gemetar ketakutan dibuat kebencian Atoryn yang membara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kravei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Janji yang Terlupakan

Dua kali ditikam dan rasanya masih sakit seolah itu adalah pertama kalinya. Layla terjatuh dalam posisi berlutut dan meringis tak berdaya sembari mencengkram bagian dadanya. Dia banyak berkeringat tapi kali ini tidak pingsan.

“Layla!” Karen menjadi yang pertama menjerit. Seperti yang diduga, Layla muncul di tempat yang sama. Buru-buru Dustin berlari menghampiri dan membantunya berdiri.

“Kau ditikam lagi?” tanya Dustin penasaran. Seharusnya hal itu tidak ditanyakan karena Layla membuatnya jelas dengan menyentuh dadanya dan wajahnya pucat.

“Aku hampir berhasil!” Layla menjerit marah setelah mendapat tenaganya kembali. Satu detik kemudian, dia menunduk menyentuh dadanya yang masih terasa sakit. Itu benar-benar sangat menyakitkan sampai-sampai Layla tidak bisa melupakan rasanya. “Aku sangat dekat dari mendapatkan jawaban dan dia menikam aku lagi.”

“Yang penting kau baik-baik saja,” kata Karen, mengalihkan pembicaraan. Dia menatap langit sebelum menambahkan, “kami sudah dua jam menunggu, ayo pulang.” Layla menghela nafas, pasrah membiarkan Karen menggandeng dan membawanya pergi.

“Aku tidak tahu apa hidupku bisa menjadi lebih gila lagi …” Layla tidak berdaya, dia sampai pada titik menerima semua hal tanpa tenaga untuk berkomentar atau mengeluh. “Bagaimana cara aku menyelesaikan masalah ini bila berbicara saja aku tidak bisa. Aku tidak bisa bertahan di depan Atoryn hanya untuk dua menit. Ini membuatku gila.”

Layla memutar knob pintu dan memasuki ruangan, terdiam dikala menyadari seseorang berdiri di dalam kamarnya. Itu bukan Karen atau Dustin karena mereka pulang saat jam menunjuk pukul delepan malam.

“Adrieth,” sebut Layla. Ini gila karena Layla tidak melihat Adrieth di dalam cermin tapi berdiri di samping ranjangnya. Berbeda dari sebelumnya, Adrieth tidak lagi bersikap seperti patung, dia berbalik menghadapnya.

Kepala Layla sakit seketika, dunianya menjadi semakin gila dan membuatnya sakit. “Kau benar-benar nyata?” Layla menghampiri Adrieth untuk menyentuhnya, tapi Adrieth mengambil langkah mundur menghindari.

Adrieth mengulurkan tangan sebagai petanda untuk berhenti, memberitahu, “bayanganku akan menghilang bila kau sentuh, tolong jangan melakukannya.” Suaranya lembut dan memanjakan telinga, tapi kepala Layla terlalu sakit untuk memuji.

Layla memejam mata dan mengurut alis. Dua menit kemudian, Adrieth masih berdiri di depannya dan menatapnya. “Kau benar-benar nyata, Adrieth?” tanya Layla lagi.

“Aku tidak nyata, Layla. Semua yang kau lihat hanyalah bayanganku.”

Layla kelelahan sampai tidak bisa terkejut, dia menghela nafas berusaha menjernihkan pikiran dan memulai pembicaraan, “kau adalah patung sebelumnya dan sekarang bayangan. Apa yang akan terjadi besok? Kau nyata?” Layla mengingat apa yang terjadi sebelum keanehan ini bertambah parah, bergumam, “dua kali ditikam Atoryn, duniaku menjadi semakin gila.”

“Karena itu ada hubungannya, Layla,” ungkap Adrieth.

Layla menatapnya cukup lama sebelum merespon, “apa maksudmu?” Layla meragukan Adrieth sungguh ada, tapi lagi-lagi dia melangkah mundur ketika Layla mendekat.

“Jika kau menyentuhku, kau harus ditikam lagi agar kita bisa bertemu.” Kata-kata menggerikan itu membuat Layla menarik tangannya dan menciptakan lebih banyak jarak.

“Apa maksudmu?” tanya Layla penasaran. “Sepertinya kau tahu sesuatu,” tambahnya dikala menyadari Adrieth memiliki banyak hal untuk dikatakan.

Adrieth bukan memiliki banyak, tapi memang punya banyak untuk dibicarakan. Akhirnya kesempatan itu ada, dia berharap Layla tidak mengacau karena rasa penasarannya. “Pedang yang Atoryn gunakan untuk menikammu adalah hadiah dariku. Saat membuat pedang itu, aku memasukkan kekuatanku untuk menghubungkan kami, jadi Atoryn bisa menggunakannya untuk memanggilku setiap kali ingin bertemu. Karena itu, bayanganku muncul setelah dia menikammu menggunakannya.”

Layla mengangkat jari sebagai petanda menjeda dan mengambil nafas. Mulutnya terbuka untuk beberapa detik dan kembali tertutup, membatalkan semua kata-kata yang hendak meloncat keluar. Satu menit tenggelam dalam pikiran, Layla memastikan, “maksudmu, Atoryn membunuh aku menggunakan pedang yang kau beri sebagai hadiah?” Layla menatap tak percaya, tidak menyangka Atoryn menjadi terlampau dingin. Dia tertawa miris, bergumam, “benar-benar iblis.”

Itu bukan apa yang hendak Adrieth bahas. Dia menjelaskan, “aku terpaksa membawamu ke sana karena kita tidak bisa berhubung. Ketika Atoryn menikammu, kekuatanku menyangkut pada tubuhmu dan aku bisa menggunakannya untuk muncul.”

Kejujuran sangat menggerikan, Layla dibuat tidak percaya dengan telinganya sendiri. “Maksudmu, kau adalah alasan aku muncul di sana? Kau melakukannya saat tahu Atoryn akan membunuhku?”

“Aku membawamu ke sana tapi aku tidak pernah menyangka Atoryn akan membunuhmu. Maafkan aku, Layla.” Permintaan maaf Adrieth diragukan penyesalannya, tapi Layla tidak butuh maaf melainkan penjelasan.

“Maksudku kau sudah mati.” Layla tidak mengerti, kegilaan ini terlalu jauh melampaui akal sehatnya. “Kau sudah mati tapi kau berdiri di depanku.”

“Aku sudah mati, Layla. Yang kau lihat sekarang hanya bayanganku. Kau bisa menyebutnya jiwa yang tersesat.”

“Bagaimana bisa orang mati punya bayangan?” Suara Layla meninggi tanpa bisa dikontrol, dia marah merasa dipermainkan.

“Aku akan menjelaskannya, tapi aku perlu kau untuk tenang terlebih dahulu.” Karena salah paham akan tercipta bila Layla mendengar ceritanya menggunakan amarah.

“Aku sangat tenang!” Layla mengatakannya menggunakan suara yang lebih keras, jauh dari kata tenang. Memang siapa yang bisa tenang dalam keadaan tak normal ini? Adrieth baru saja mengaku dia adalah alasan dunia Layla menggila sampai-sampai harus mengalami kematian.

Adrieth tidak merespon, diam menjaga kontak mata sampai Layla memejamkan mata dan menghembus nafas panjang. "Oke, aku tenang sekarang," kata Layla setelah emosinya mereda. Dia berpindah duduk ke pinggir ranjang, menatap Adrieth berdiri di depannya. "Tolong beritahu aku, sebenarnya apa yang terjadi."

"Di wilayah kami, terdapat dua jenis penyihir dan aku adalah salah satu dari mereka. Kekuatanku adalah aku bisa memberi jiwaku untuk menyelamatkan seseorang di ambang kematian. Kau pasti telah menebak, tentu aku harus relakan nyawaku sebagai gantinya."

Ekpresi wajah Layla berubah datar. Adrieth melanjutkan, "kau di ambang kematian setahun yang lalu dan aku memberikan jiwaku untuk menyelamatkanmu. Namun, ada harga yang harus kau bayar. Kau berjanji untuk menghibur Atoryn dan membuatnya kembali ceria tapi kau tidak melakukan apa pun. Karena itu mimpi burukmu bertambah buruk. Kau bisa sebut itu adalah hukuman atas janji yang kau ingkari."

Layla menyangkal, "aku seratus persen yakin tidak membuat janji apa pun denganmu."

"Kau melakukannya. Di alam bawah sadarmu." Jawaban itu membuat Layla meradang.

Dia berdiri dan menjerit, "aku bahkan tidak sadar waktu itu! Seperti katamu, aku hampir mati, aku tak sadarkan diri. Aku tidak tahu apa pun. Itu adalah kau yang membuat janji dan memaksa aku."

"Kau melakukannya, tapi tidak ingat." Adrieth tetap tenang, tidak terpancing oleh emosi Layla. "Dan itu adalah masalahnya. Karena kau tidak ingat."

Layla menekan kepalanya yang serasa seperti menggeluarkan uap panas. Otaknya seolah akan meledak dibuat penjelasan Adrieth. "Jadi, maksudmu adalah aku hanya bisa lepas dari semua kegilaan ini setelah berhasil membuat Atoryn melupakanmu dan merelakanmu?" Sekali anggukan dari Adrieth seolah menarik keluar jiwa Layla. Sangat stress Layla merasa seperti akan memuntahkan darah.

"Kau harus melakukannya," kata Adrieth merebut perhatian Layla kembali. "Kau mungkin tidak bisa melihatku tapi jiwaku tersesat selama kau mengabaikan perjanjian kita. Satu-satunya cara untuk mengakhiri mimpi burukmu adalah penuhi janji yang telah kita buat."

Layla menyerah. Membujuk Atoryn? Dia tersenyum miris, mempertanyakan, "kau mengaku melihat semuanya, saat dia membunuh dan membenci aku. Sekarang beritahu aku bagaimana cara aku bisa membujuk dia? Bahkan apakah kau tahu rasanya dibenci di saat kau bahkan tak melakukan apa pun! Kau tahu sakit rasanya ditikam? Dia memutar pedang itu untuk menyakiti aku lebih banyak lagi. Dia gila! Dia tidak bisa dibujuk."

Adrieth meremas tangannya di depan perut. Dia tersenyum kecut dan terkesan tak acuh saat memberitahu, "maafkan aku. Kau boleh berpikir aku egois dan kejam karena memasukkanmu dalam masalah yang bukan urusanmu tapi bagaimana pun aku telah menyelamatkanmu. Aku menyelamatkan hidupmu, membuat teman-teman dan keluargamu jauh dari kata berduka. Tidakkah kau berpikir aku pantas mendapatkan sesuatu dari itu ...?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!