La Tahzan

Tidak terasa waktu pun berjalan dengan sangat cepat. Setelah memikirkan semuanya selama berhari-hari dan melakukan shalat istikharah, akhirnya Vira pun mendapatkan jawabannya. Vira akan mencoba menerima Kalila menjadi madunya.

Pagi ini Vira seperti biasa menyiapkan sarapan untuk suaminya. “Ibu kenapa? Beberapa hari ini bibi lihat, ibu sedih tidak bersemangat?” tanya Bi Ida.

“Tidak apa-apa Bi, hanya sedang banyak masalah saja ditambah, aku juga rindu kepada Mamaku,” sahut Vira dengan berusaha tersenyum.

“Kenapa Ibu tidak pulang saja minta diantar Pak Yusuf.”

“Tidak Bi, aku tidak mau mengganggu pekerjaan Mas Yusuf,” sahut Vira.

Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Yusuf menggenggam dasi yang belum terpasang, dia langsung duduk menunggu Vira. Selama beberapa hari ini, Yusuf dan Vira tidur terpisah karena Vira ingin sendiri dulu dan Yusuf dengan ikhlas menuruti keinginan istrinya itu.

“Ini sarapannya, Mas,” seru Vira tanpa ekspresi.

Vira duduk di hadapan Yusuf, tidak ada perbincangan sama sekali. Yusuf sangat merindukan saat-saat Vira bercerita mengenai kesehariannya. Bahkan Yusuf juga sangat merindukan senyum Vira yang selalu menghias wajah cantiknya.

“Mas, aku sudah memikirkan semuanya. Untuk saat ini, aku mau mencoba menerima Kalila sebagai maduku,” seru Vira dingin.

Seketika Yusuf menghentikan gerakan tangannya, matanya menatap tidak percaya kepada Vira. “Vira, jangan memaksakan diri. Aku bisa kok, menceraikan Kalila sekarang juga jika kamu mau,” seru Yusuf meyakinkan Vira.

“Jangan menambah dosa dengan menyakiti hati wanita lain. Ini sudah menjadi pilihan Mas, jadi Mas harus menjalaninya. Lagi pula, aku menerima Kalila sebagai maduku bukan berarti aku ikhlas di poligami tapi aku hanya tidak ingin membuat Allah marah kepadaku karena Allah sangat membenci orang yang bercerai-berai,” sahut Vira tegas.

Yusuf kembali menundukkan kepalanya. “Maafkan aku, Vira.”

“Minta maaf rasanya sudah terlambat, sekarang lebih baik Mas pikirkan saja bagaimana caranya supaya Mas adil kepada aku maupun Kalila.” Lagi-lagi Vira berkata seperti itu tanpa ekspresi membuat Yusuf semakin merasa bersalah.

Setelah selesai sarapan, Vira pun naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya tanpa mempedulikan Yusuf. Saat ini hati Vira sudah mulai membeku untuk Yusuf. Vira sudah berjanji kepada dirinya sendiri jika dia tidak akan memperlihatkan kesedihannya lagi di hadapan Yusuf.

Yusuf melihat punggung Vira yang semakin menghilang. “Aku merindukan Vira yang dulu, maafkan aku sayang,” batin Yusuf dengan tatapan sedihnya.

Yusuf tidak selera makan, dia pun memilih berangkat ke kantor. Vira melihat kepergian suaminya dari balik jendela kamarnya. Tidak bisa dipungkiri kalau Vira merasa berdosa karena sudah mengacuhkan suaminya, tapi hati Vira terlanjur sakit.

“Ya Allah, maafkan hamba tapi hamba hanya meminta waktu untuk berdamai dengan keadaan,” batin Vira.

Vira berasa tidak semangat lagi menjalani hidup karena separuh jiwanya mulai menghilang. “Ma, aku ingin pulang!” Vira sangat merindukan Mamanya tapi Vira juga tidak mau membuat Mamanya sedih.

Terdengar seru mobil berhenti di halaman rumah Vira dan Yusuf. Vira melihat dan ternyata itu adalah mobil mertuanya tapi ada yang membuat Vira terkejut saat melihat Kalila juga keluar dari mobil mertuanya itu. Hati Vira semakin sakit, melihat mertuanya begitu sangat perhatian kepada Kalila.

“Mau ngapain mereka ke sini?” batin Vira.

Vira dengan cepat menghapus air matanya dan keluar dari kamar untuk menemui mereka. “Mama, ada apa, Ma?” tanya Vira.

“Vira, tadi Yusuf sudah memberitahu Mama kalau kamu sudah bisa menerima Kalila dan memang harus seperti itu, kamu menerima Kalila sebagai madu kamu karena bagaimana pun sekarang Kalila adalah istri Yusuf dan menantu Mama juga,” seru Mama Rahma sinis.

Vira mengepalkan kedua tangannya, air mata Vira sudah berdesakan ingin keluar tapi Vira berusaha untuk menahannya dan percayalah, itu sangat menyakitkan. “Terus, apa yang Mama inginkan?” tanya Vira.

“Mama ingin Kalila dan Adam tinggal di sini, kasihan kalau mereka harus tinggal di apartemen sempit seperti itu,” sahut Mama Rahma.

Vira membelalakkan matanya. “Apa? Ma, Vira memang sudah menerima Kalila sebagai madu Vira, tapi Vira tidak mengizinkan Kalila untuk tinggal di sini, biarkan Mas Yusuf membelikan rumah baru untuk mereka.” Vira merasa sangat geram dengan permintaan mertuanya itu.

“Ini rumah milik Yusuf bukan milik kamu, lagi pula rumah ini sangat besar tidak ada salahnya jika Kalila dan Adam tinggal di sini, toh kamar kosong masih banyak kok,” sinis Mama Rahma.

Vira merasa sangat geram, dia pun meninggalkan semuanya dan masuk kembali ke dalam kamarnya. Vira menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menangis. Menerima Kalila sebagai madunya saja, membutuhkan waktu berhari-hari untuk memikirkannya dan sekarang mertuanya malah membawa Kalila untuk tinggal di rumah itu.

“Kenapa kalian sangat jahat kepadaku?” gumam Vira terisak.

Sementara itu di bawah, Kalila merasa tidak enak dengan Vira. “Ma, Kalila dan Adam biar tinggal di apartemen saja, sepertinya Vira tidak menyukai Kalila,” seru Kalila dengan raut wajah yang sedih.

“Kamu jangan memikirkan Vira, ini adalah rumah Yusuf dan kamu sekarang sudah menjadi istri Yusuf juga jadi kamu tidak usah khawatir, kalau Vira macam-macam sama kamu, kasih tahu saja sama Mama. Dasar wanita tidak tahu diri, sudah mandul masih saja banyak tingkah,” hina Mama Rahma dengan wajah judesnya.

Rahma mengambil Adam dari gendongan Kalila. “Adam sayang, ayo kita main sama Nenek. Di belakang ada kolam berenang loh,” seru Mama Rahma dengan bahagianya.

Adam terlihat bahagia, Rahma pun langsung membawa Adam untuk berenang sedangkan Kalila melihat-lihat rumah itu dengan tatapan kagumnya.

“Beruntung sekali kamu Vira, bisa tinggal di rumah sebesar dan semegah ini. Tapi maafkan aku Vira karena mulai sekarang, aku pun menjadi nyonya di rumah ini,” batin Kalila dengan senyuman penuh arti.

***

Menjelang sore, Vira masih diam di dalam kamarnya. “Aku tidak akan masak, biarkan saja Kalila yang memasak untuk makan malam,” batin Vira dengan kesalnya.

Rahma sudah pulang sejak tadi siang, Kalila mulai keluar dari dalam kamarnya sembari menggendong Adam. “Bi, Vira mana?” tanya Kalila.

“Sepertinya ada di kamarnya, Bu. Maaf Bu, sebentar lagi Pak Yusuf pulang dan saya belum masak karena biasanya Bu Vira yang akan masak.” Seru Bi Ida.

“Kenapa bukan kamu saja yang masak?” tanya Vira kembali.

“Pak Yusuf tidak mau makan hasil masakan saya, Pak Yusuf baru mau makan kalau Bu Vira yang masak karena memang masakan Bu Vira sangat enak,” sahut Bi Ida memuji Vira.

Mendengar itu, Kalila sangat kesal. Kalila pun menitipkan Adam kepada Ida dan dia akan memasak untuk Yusuf. Kalila ingin membuktikan kepada Yusuf kalau dia juga bisa memasak dan dia akan mencoba merebut perhatian Yusuf dengan masakannya itu.