Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
...Jangan tumbang dulu, masih banyak kekacauan yang belum di coba....
...>Zella <...
.......
...✨✨✨...
"Zel, jangan bilang lo..... alien? Makanya pertanyaan lo aneh kaya gitu." Tebak Ziven seraya bergidik ngeri.
Sontak Zella memutar kedua bola matanya dengan malas, dia mengambil bantal dari belakang tubuhnya dan menimpuk kepala Ziven cukup keras.
Buk.
"Ish, kasar amat lo jadi cewek," sungut Ziven sambil mengelus kepalanya yang terkena timpukan bantal.
Zella tak menggubris, dia kemudian turun dari ranjang lalu meraih ranselnya yang tergeletak di nakas.
"Cabut, Ven. Bentar lagi kelas di mulai," ajak Zella seraya berjalan menuju pintu keluar.
"Loh, bukannya tadi lo bilang nggak bisa jalan, Zel?"
"Nggak bisa jalan bukan berarti gue cacat sialan." Sahut Zella dengan kesal.
Ziven terkekeh lirih, dia bergegas menyusul Zella yang sudah keluar lebih dulu dari ruangan itu.
...***...
Di sisi lain, di sebuah sekolah menengah atas terlihat dua orang pemuda sedang duduk di dekat lapangan, mereka tak lain ialah Arzen serta Orvie.
Jam istirahat baru saja berbunyi, Arzen yang baru saja selesai mengikuti ekskul basket nampak sedang kelelahan setelah latihan, mereka memang terbilang anak yang cerdas karena di usianya yang baru menginjak usia 15 tahun mereka sudah duduk di bangku kelas satu SMA.
"Zen, kondisi tangan ibu lo gimana?" ujar Orvie tiba-tiba.
"Nggak tau, gue nggak nanya."
Orvie mendengus jengkel, "Harusnya lo tanya, lagian Tante Zella kayanya udah berubah deh."
Arzen berdecak jengkel, dia tidak menyetujui ucapan Orvie yang membela ibu tirinya. Memang jika di lihat sekilas banyak perubahan yang terjadi pada ibu tirinya, namun bagi Arzen semua itu hanya sementara, bisa saja hal buruk akan kembali terjadi ke depannya dan membuat dia mendapat luka lebih banyak.
"Lo belum tau sifat aslinya, Vie! Makanya lo bisa nilai kaya gitu." Sahut Arzen.
"Mungkin, tapi sekarang lo nggak datang ke sekolah dalam kondisi babak belur. Biasanya banyak lebam di wajah lo," imbuh Orvie.
Arzen terdiam, beberapa hari ini memang dia tidak pernah mendapat hukuman dari Zella. Berbeda dengan sebelumnya yang hampir setiap hari selalu di siksa.
Di tengah obrolan mereka, bel tanda istirahat telah selesai berbunyi. Orvie buru-buru bangkit dari duduknya di susul Arzen.
"Masuk kelas yuk, di sini panas banget." Ajak Orvie.
Arzen mengangguk, dalam perjalanan menuju kelas Arzen terpikirkan maksud di balik sikap Zella akhir-akhir ini. Dia takut, kalau ada niat buruk yang tersimpan di balik sikap baik Zella padanya, Arzen tak ingin menaruh harapan pada perubahan sikap Zella, dia takut akan di kecewakan seperti dulu.
"Gue harus waspada, gue nggak boleh lengah sedetik pun." Gumam Arzen.
...***...
Waktu silih berganti dengan sangat cepat, kini jam kuliah yang menyita pikiran dan waktu bagi Zella baru saja usai. Dia sedang berjalan menuju parkiran kampus, di tengah perjalanannya tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Zella mengeluarkan ponselnya dari saku celana, terlihat nama Elzion di layar ponsel tersebut. Tanpa menjawab panggil telepon itu, Zella memilih mematikannya dan kembali melangkah.
Dia berniat menjemput Arzen di sekolah, hitung-hitung sekalian mendekati anaknya. Setibanya di parkiran, dia bergegas memasuki mobilnya lalu meninggalkan area kampus.
Perjalanan yang Zella tempuh memakan waktu tiga puluh menit, saat dia sampai dia depan gerbang tepat bersamaan dengan murid-murid yang baru saja keluar dari sekolah.
"Kayanya Arzen masih di dalam," gumam Zella.
Dia turun dari mobil lalu berdiri di samping mobilnya, sambil menunggu kedatangan Arzen.
Tak berselang lama, dari kejauhan dia dapat melihat Arzen sedang bersama Orvie. Tanpa pikir panjang Zella berteriak heboh memanggil nama putranya, hingga membuat orang-orang yang berada di sekitar mereka menoleh.
"ARZEN!" teriak Zella sambil melambaikan kedua tangannya.
Arzen melotot menatap tak percaya ke arah Zella, Orvie yang sadar Arzen terkejut langsung menepuk pundaknya pelan.
Pluk.
Arzen menoleh ke arah kiri sambil menaikan satu alisnya, seolah berkata 'apa' pada sahabatnya.
"Tuh lo di jemput, sana samperin kasihan Tante Zella pasti kepanasan nunggu di sana," ujar Orvie.
Memang cuaca hari ini terasa sangat panas, bahkan banyak murid yang memilih menunggu di sekolah dari pada pulang menerobos teriknya sinar matahari.
Melihat Arzen tak kunjung menghampiri Zella, Orvie berinisiatif lebih dulu. Dia menarik tangan Arzen menuju ke tempat Zella berdiri.
"Siang, Tante." Sapa Orvie begitu sampai di hadapan Zella.
Senyum tipis terlihat di wajah Zella, "Siang juga, kalian mau pulang sekarang?"
"Udah tau, pake nanya!" sahut Arzen dingin.
Zella menoleh ke arah putranya, tanpa permisi dia mengusap pucuk kepala Arzen dengan gemas.
"Imutnya, anak siapa sih?" ujar Zella tersenyum cerah.
Arzen menepis tangan Zella dengan kasar, hingga meninggalkan bekas kemerahan di tangannya.
"Nggak usah pegang-pegang bisa, kan?" sentak Arzen menunjukan raut tak suka.
Zella dengan bodohnya menggeleng pelan, "Nggak bisa, Zen! Kamu itu terlalu imut, setiap kali ketemu kamu rasanya Mommy ingin memasukan kamu ke dalam karung."
"Anda kira saya kucing hah!" protes Arzen.
"Mirip, kamu mirip anak kucing yang sedang waspada," sahut Zella apa adanya.
Orvie tak kuasa menahan tawa, dia memalingkan wajahnya ke samping sambil tertawa pelan, hal itu pun di ketahui oleh Arzen. Dia menepuk pundak Orvie lalu mengajaknya untuk pulang.
"Cabut, Vie, gue males lihat muka nenek iblis ini terlalu lama." Tukas Arzen seraya melirik sinis ke arah Zella.
Arzen berjalan lebih dulu menuju motornya, sebelum pergi Orvie berpamitan lebih dulu dengan Zella.
"Tan, saya sama Arzen pulang dulu yah, Tante yang sabar Arzen pasti bisa luluh nantinya." Ujar Orvie memberikan sedikit harapan untuk Zella.
"Tante tau, lagi pula Tante memaklumi sikap Arzen, dia begitu juga karena kesalahan Tante. Oh iya boleh Tante minta nomor telepon kamu?"
Zella menyodorkan ponselnya ke arah Orvie, anak itu langsung mengangguk dan meraih ponsel Zella. Tak berselang lama dia mengembalikan ponsel itu, setelah mencatat nomornya di sana.
"Saya pulang dulu, Tan. Permisi." Pamit Orvie.
Zella mengangguk, dia melihat Arzen dan juga Orvie yang mulai menjalankan kendaraan mereka menjauh dari sekolah.
"Susah banget deketin Arzen, apa gue kurang agresif yah?" heran Zella seraya menggaruk kepalanya.
Dia kembali masuk ke dalam mobil, lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah tersebut. Dalam perjalanan pulang Zella melihat toko kue di tepi jalan, merasa sudah lama dia tidak makan makanan yang manis akhirnya Zella mampir terlebih dulu ke toko tersebut.
Selang beberapa saat, dia kembali keluar sambil menenteng paper bag berwarna putih, Zella membeli kue stroberi kesukaannya dan bergegas kembali ke dalam mobil.
Perjalanan yang sedikit memakan waktu akhirnya selesai, dia tiba di rumah pukul lima sore.
"Ish, perasaan jamnya cepat banget berlalu." Dumel Zella ketika melihat jam tangannya.
Dia kembali keluar dari mobil lalu berjalan menuju teras, begitu dia membuka pintu Zella di kejutkan dengan sosok suaminya yang tengah berdiri tegap di depan pintu.
"Ngapain lo berdiri di sini? Minggir sana," usir Zella.
Namun Elzion sama sekali tak bergerak dari tempatnya, dia justru menatap Zella penuh amarah terlihat dari otot di keningnya yang menonjol.
"Siapa dia?" tanya Elzion menatap lurus ke arah istrinya.
Zella celingukan mencari orang lain di sana namun tidak ada, hingga dia mengira kalau Elzion menanyakan paper bag yang dia bawa.
"Oh, ini kue tadi gue beli pake uang gue sendiri kok, gue nggak nyuri duit lo buat jajan." Sahut Zella.
Akan tetapi hal itu justru semakin menambah guratan emosi di wajah Elzion, tanpa Zella duga Elzion merebut paper bag miliknya lalu menjatuhkan paper bag itu ke lantai.
"Apa itu juga dari dia? Jawab Zella!" Elzion menunjuk paper bag yang tergeletak di dekat kakinya.
Sontak Zella terkejut, dia hendak mengambil paper bag itu namun naas Elzion lebih dulu menginjak paper bag tersebut hingga membuat kue yang ada di dalamnya hancur dan keluar dari kotaknya.
"Jawab pertanyaan ku, Zella! Apa ini dari pria yang menjadi simpananmu?" ucap Zion penuh penekanan dalam setiap ucapannya.