Setelah malam naas penjebakan yang dilakukan oleh Adik tirinya, Kinanti dinyatakan hamil. Namun dirinya tak mengetahui siapa ayah dari bayi yang dikandungnya.
Kinanti di usir dari rumah, karena dianggap sebagai aib untuk keluarganya. Susah payah dia berusaha untuk mempertahankan anak tersebut. Hingga akhirnya anak itu lahir, tanpa seorang ayah.
Kinanti melahirkan anak kembar, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kehadiran anak tersebut mampu mengubah hidupnya. Kedua anaknya tumbuh menjadi anak yang genius, melebihi kecerdasan anak usianya.
Mampukah takdir mempertemukan dirinya dengan laki-laki yang menghamilinya? Akankah kedua anak geniusnya mampu menyatukan kedua orang tuanya? Ikuti kisahnya dalam karya "Anak Genius : Benih Yang Kau Tinggalkan."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SyaSyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan Kinanti
"Ayah," teriak Bunga. Saat melihat Dimas baru saja sampai dirumahnya. Seperti biasa, Dimas selalu berusaha mengambil hati Kinanti. Dia selalu membawakan oleh-oleh untuk kedua anak Kinanti. Berusaha untuk dekat dengan kedua anaknya.
Bunga berlari menghampiri Dimas, dan Dimas langsung menggendongnya.
"Ayah bawa apa?" tanya Bunga.
Dimas langsung memberikan dua paper bag berisi boneka dan mainan masak-masakan. Tentu saja membuat Bunga merasa senang, selalu mendapatkan hadiah dari Dimas.
Sedangkan Satria justru lebih memilih untuk diam. Dia sedang asyik menonton TV. Dirinya terlihat dingin dan cool. Kinanti bersyukur, dari hasil kerja kerasnya dirinya bisa membeli sebuah rumah. Meskipun rumah itu tampak sederhana. Paling tidak, dirinya tak perlu mengontrak, sudah bisa memberikan kenyamanan untuk kedua anaknya.
Kembar kini berusia tiga tahun, tetapi sampai saat ini Kinanti masih belum tahu siapa yang menghamili dirinya. Kinanti tak pernah tahu kehidupan di Jakarta, kalau ayahnya kini sudah tiada. Ibu tirinya kerap memberikan obat kepada sang ayah, yang dapat merusak hati, hingga akhirnya sang ayah menghembuskan napas terakhirnya.
"Mau sampai kapan kamu bertahan hidup sendiri? Kau lihat, kembar semakin besar. Lambat laun dia membutuhkan seorang ayah. Apa kamu tak kasihan kepada mereka?" Ucapan Dimas, terlihat memaksa, membuat Kinanti merasa tak suka.
Obrolan mereka terhenti, karena Bunga menghampiri mereka berdua dan duduk di pangkuan Dimas.
"Bunga mau tidak kalau Ayah Dimas, menjadi Ayah Bunga sesungguhnya? Ayah Dimas menikah dengan Bunda? Agar Ayah Dimas bisa tinggal bersama kalian," ungkap Dimas.
"Hore, Bunga jadi bisa dekat sama Ayah terus. Bunga senang sekali, kalau Ayah Dimas jadi Ayah Bunga sesungguhnya," ucap Bunga. Dia terlihat bahagia. Namun, entah mengapa Kinanti masih tak bisa mewujudkan keinginan anaknya.
"Coba kamu rayu Bunda dong, biar Bunda mau menikah sama Ayah," titah Dimas.
Benar saja, Bunga langsung merengek layaknya anak kecil yang merengek meminta mainan. Rencana Dimas berhasil, untuk memanas-manasi Bunga. Satria yang mendengar sang adik terus merengek, tentu saja merasa kesal. Satria memiliki sifat layaknya orang dewasa. Sesuai namanya, dia selalu menjadi pelindung Bunda dan adiknya. Jika Bunga di ganggu anak yang usianya lebih tua, Satria 'lah yang akan maju menghadapinya.
"Ade, kamu tak boleh seperti itu. Kamu tak boleh ikut campur, urusan orang tua. Kita belum mengerti apa-apa. Lagipula, Ayah Dimas bukan ayah kita. Suatu saat kita pasti akan menemukan ayah," ucap Satria. Disaat usia seperti dia masih sibuk bermain dengan mainan kesukaannya, Satria justru selalu berpikir untuk membahagiakan sang ibu.
Satria kerap melihat sang ibu yang harus ke pasar saat dini hari untuk membeli bahan-bahan untuk keperluan jualan bakso. Setelah sampai, Kinanti langsung mengolahnya. Rasa kantuk dan lelah, selalu dia lawan. Dia selalu berpikir, jika dirinya tak kerja keras. Kehidupannya tak akan pernah bisa berubah. Kinanti ingin sang anak mendapatkan kebahagiaan seperti anak lainnya.
"Maaf Pak, keputusan aku masih sama seperti sebelumnya. Bunga memang sudah menyayangi Bapak, dan menganggap Bapak sebagai ayahnya sendiri. Namun, aku masih ingin seperti sebelumnya. Masih ingin hidup sendiri, tanpa beban," ungkap Kinanti.
"Kak, aku ingin memiliki ayah seperti teman-teman aku yang lainnya. Mereka kerap menertawakan aku, karena aku tak memiliki ayah," ujar Bunga yang sudah terisak tangis.
Tentu saja hal itu membuat Kinanti merasa terpukul. Seorang anak pasti menginginkan memiliki orang tua yang utuh. Satria melihat ke arah sang Bunda, dia yakin kalau sang Bunda saat ini sedang bersedih karena ucapan sang adik.
Padahal berkali-kali, Kinanti sudah menjelaskan kepada kedua buah hatinya. Kalau dirinya tak pernah tahu, siapa dari ayah mereka. Kedua anaknya tubuh menjadi anak yang lebih dewasa, dari usia pada umumnya.
"Sampai kapan Bunda akan menanti ayah aku yang sesungguhnya datang ke hidup kita? Ayah Dimas laki-laki yang baik, aku yakin kalau dirinya bisa membahagiakan kita," ujar Bunga.
Suasana terlihat tegang, Kinanti terlihat sangat marah dengan ucapan sang anak yang baginya kelewat batas. Rasanya tak pantas, seorang anak kecil berkata demikian.
"Pak, maaf. Sepertinya kami perlu bicara. Jika sudah tak ada yang bapak perlukan di sini. Lebih baik Bapak pulang sekarang," usir Kinanti. Hingga akhirnya mau tak mau Dimas pamit pulang. Bagi Kinanti, Dimas sudah terlalu mencampuri urusan pribadinya.
Dimas sudah pergi. Meninggalkan Kinanti beserta kedua anaknya. Kinanti tampak terlihat sangat marah.
"Sudah berkali-kali Bunda katakan, sampai kapanpun Bunda akan selalu memilih untuk sendiri. Bukan karena Bunda berharap untuk bisa bersama dengan ayah kalian, tetapi Bunda sudah merasa nyaman berjuang keras sendiri untuk menghidupi kalian. Maaf jika kalian berdua merasa kecewa dengan sikap Bunda, hingga akhirnya kalian menerima ejekan dari teman-teman kalian, karena tak memiliki ayah," ungkap Kinanti.
"Aku tak masalah, tak memiliki seorang ayah. Karena aku sudah dapatkan semuanya dari Bunda. Bunda adalah wanita yang hebat bagiku."
Bunga tampak menangis dan memeluk sang Bunda. Karena obsesinya menginginkan memiliki ayah, dia sampai seperti tadi yang menyakiti hati sang bunda. Membuat wanita yang selama ini berjuang untuknya menangis.