Menjadi wanita simpanan pria beristri, bukalah pilihan hidup bagi Vivian. namun dia bisa apa? cuma ini jalan satu-satunya agar bisa mendapatkan uang dalam waktu cepat, demi kesembuhan sang ibu tercinta.
"Oke, Viv. selama kamu menjadi wanita simpananku, kamu dilarang untuk jatuh cinta apalagi hamil. jika kamu melanggar kesepakatan kita, maka kamu harus pergi tanpa mendapatkan apa-apa dariku, karena cuma istri sahku yang berhak untuk melahirkan calon penerus Davison."
"Oke, aku terima dengan senang hati syarat darimu, tuan." Viv tersenyum merasa syarat yang diberikan cukup mudah.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh dihati mereka. meskipun tidak terucap namun David berusaha untuk terus melindungi Viv, dari niat jahat ibu tirinya yang ingin menguasai harta warisan atas nama Viv.
Bahkan karena kecerobohannya, Viv hamil dan jatuh cinta pada Dav, hingga melanggar kesepakatan.
Bagaimanakah kisah cinta mereka selanjutnya? apakah Viv pergi tanpa membawa apa-apa atau sebaliknya?"😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ritasilvia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bujukan Sandra
"Sebaiknya, kakak temui Vivian. tunjukkan rasa simpati kak Sandra, jika perlu ajak Vivian dan adiknya untuk tinggal bareng disini. Lumayan kakak bisa memanfaatkan tenaga mereka dari pada harus bayar pelayan." usul Marina.
"Gila! Aku tidak akan melakukannya."
"Kak, cuma ini cara mengalihkan jika ada orang yang curiga, terutama David."
"Aku rasa tidak akan ada yang curiga, bukankah selama ini Vivian ataupun orang-orang terdekatnya, tidak ada yang mengetahui jika Vivian memiliki harta warisan yang banyak." ucap Jack.
"Menang sih tidak ada yang tahu, tapi firasatku mengatakan jika mas Bram pasti pernah memberitahu seseorang sebelum kecelakaan, meskipun aku tidak tahu siapa orangnya?" tutur Sandra.
"Ah.. mungkin itu cuma perasaan kak Sandra saja."
"Jalan satu-satunya kakak harus dekati Vivian, yakinkan Dia agar percaya pada kakak. Bukankah dia sangat lugu dan polos, Sehingga sangat mudah bagi kita untuk memperdayanya."
"Baiklah, nanti aku akan menghubunginya."
"Bagus, buat mereka percaya pada kakak."
***
"Dav, apa kamu akan pergi keluar kota lagi?" tanya Viv berdiri diambang pintu, begitu melihat penampilan David sudah rapi.
"Tidak! aku hanya pergi kekantor, itupun tidak lama. kenapa? apa kamu sudah ketagihan dan ingin selalu berada didekatku?" goda David.
"Bukan begitu maksudku."
"Lalu apa?"
"Aku hanya bertanya saja, apa itu tidak boleh?"
"Tentu boleh, selama tidak ada aku disampingmu, berhati-hatilah terhadap siapapun yang ada disekitarmu, Viv. karena tidak semua yang terlihat baik itu benar-benar baik dan tulus."
"Ya, aku akan lebih waspada lagi, Dav. Cukup sudah kejadian itu memberikan pelajaran berarti untukku."
"Baiklah, aku pergi dan akan cepat-cepat pulang. Tapi sebelum itu, cium aku sepuasmu. agar nantinya kamu tidak terlalu merindukanku." David kembali menggoda dengan percaya dirinya. Seraya memajukan wajahnya dengan mata terpejam, bersiap menerima ciuman dari Viv.
"Cup!"
"Hati-hati di jalan Dav, aku menunggumu dirumah." bisik Viv lembut.
"Oke baby."
Sebelum melangkah, bibir David mengulas senyum. Dan kembali merengkuh tubuh Vivi kedalam pelukannya, mengecup bibir yang terasa manis dengan penuh perasaan. Setelah kepergian David, Vivi meraba bibirnya yang terasa bengkak. sambil menatap punggung pria itu yang berjalan memasuki lift.
Meskipun bibir Viv sudah bisa tersenyum, namun dalam hatinya masih sering menangis sedih pasca kepergian kedua orang tuanya. Viv sadar larut dalam kesedihan tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula. Sehingga Viv bertekad akan menjadi wanita yang kuat, melawan ketidak adilan dari orang-orang yang telah menghancurkan keluarganya.
Suara nyaring panggilan masuk di ponselnya, membuyarkan lamunan Viv. Segera dia menyambar untuk melihat siapa yang menghubunginya pagi-pagi begini.
"Mama Sandra, apa dia mengetahui jika aku masih hidup? Bagaimana ini, apa aku angkat saja dan berpura-pura tidak mengetahui kelicikannya?" gumam Viv ragu untuk mengangkat panggilan tersebut, Namun akhirnya dia memutuskan untuk menggeser tombol biru. hingga terdengar suara tidak sabaran dari wanita paruh baya yang ada di seberang sana.
.
"Halo!"
"Vivian, ini beneran kamu, nak." ucap Sandra antusias.
"I..iya ma."
"Syukurlah, mama sangat senang sekali, begitu mendengar kabar jika kamu selamat dari kecelakaan itu, nak."
"Ya ma, Tuhan masih sangat menyayangiku. Sehingga aku diberikan kesempatan untuk hidup."
"Iya nak, perlu kamu tahu. Selama papamu pergi, dan kamu juga ikut menghilang. Mama larut dalam kesedihan panjang, hidup terasa hampa... rasanya mama ingin menyusul kalian di surga, tapi mama juga tidak boleh egois, Prayoga dan Anabela masih butuh mama... hick...hick..." ucap Sandra bersandiwara, membuat Vivi ingin muntah mendengarnya, namun dua tetap berusaha untuk mengontrol emosinya.
"Iya ma, bagaimanapun hidup harus berlanjut. Aku yakin papa dan mamaku pasti kembali bersatu di surga." ucap Viv, membuat senyum Sandra terlihat semakin menyeramkan.
"Mama dan papamu, tidak akan pernah bersatu, Viv. meskipun mereka sudah sama-sama membusuk di neraka." umpat Sandra kesal, meskipun dalam hatinya.
"Iya sayang, mama juga ikut berduka cita atas kepergian ibumu." lanjut Sandra, membuat dada Viv terasa semakin sesak.
"Viv, apa kamu bersedia tingga bareng mama?"
"Tidak usah ma, karena kami masih betah tinggal dirumah peninggalan mama!" dusta Viv.
"Kenapa sayang, bukankah kamu dan Anabel anak mama juga."
"Maaf ma, tapi aku dan Anabela tidak bisa pindah kerumah mama." menolak dengan halus.
"Ya sudah sayang, mama juga tidak memaksa, tapi kamu boleh datang kerumah mama kapanpun kalian inginkan, nak."
"Iya, terimakasih mama." Kemudian sambungan telpon mereka berakhir.