NovelToon NovelToon
Catatan Hanna

Catatan Hanna

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Keluarga / Persahabatan / Kontras Takdir
Popularitas:10.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Saat tidak ada teman yang dapat mendengar keluh kesahnya, Hanna menorehkan semua uneg-unegnya di buku hariannya. Tentang cinta, teman, dan keluarga, semua ada di sana.

Hidup Hanna yang begitu rumit, membuat dia kadang-kadang frustasi, namun dia tetap harus kuat menghadapi ombak kehidupan yang terus menghantam.

Ikuti kisah hidup Hanna di "Catatan Hanna."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pov Author

Arman sibuk membersihkan kamar sebelah yang akan dijadikan sebagai kamar putrinya.

"Banyak juga uang yang harus kita keluarkan ya, Bang. Kalau enggak ngambil dari hasil kebun kemarin pasti rumah ini enggak bakal rampung sampe sekarang, nunggu uang dari kamu mah, sampai lebaran monyet pun tetap enggak ada," ucap Riri sengit.

"Itu uang jatah ibu sama Hanna, kalau ibu tahu uang itu sebagiannya udah aku ambil, beliau pasti bakal marah, Ri." Arman menghentikan aktivitasnya. Dia duduk menyandarkan tubuhnya ke dinding tepat di samping sang istri.

"Peduli apa, aku? Ibu juga enggak akan marah, lagian kamu kan anak laki-laki ibu. Kamu juga punya hak dari kebun itu," ucap Riri gusar.

"Tapi itu udah lebih dari hak aku, Ri."

"Duh, Bang. Kamu berisik banget sih? Kalau ngerasa enggak enak, ya tinggal kamu ganti aja uangnya ibu."

Arman terdiam mendengar penuturan istrinya.

"Kenapa diam? Kamu enggak punya uangnya kan?"

Sikap Riri selalu seperti itu jika sudah menyangkut soal uang, perempuan materialistis yang tak seharusnya menjadi istri Arman. Riri, dia adalah tipe wanita yang tidak mau haknya lebih untuk orang lain, tapi hak orang lain tidak masalah kalau lebih untuknya. Soal hutang dia juga masa bodoh, sudah ada tiga toko yang sampai sekarang belum dia bayar hutangnya. Jika ada uang lebih, Riri lebih suka membeli keperluan lain, seperti emas, make up, dan baju.

Hobinya yang suka berfoya-foya kadang membuat Arman harus kerja lebih keras lagi, meskipun begitu Arman tetap mencintai Riri. Arman sudah dibutakan oleh cintanya sendiri, kasih sayangnya kepada sang istri sangat berlebihan.

"Ri, uang kamu kan masih ada sisanya, gimana kalau uang itu aku pinjam sebentar buat ngasih ke ibu?" tanya Arman.

"Oh, enggak bisa gitu dong, Bang. Ini uang aku, hak aku dong! Kalau kamu mau ya cari uang lain. Pinjam kek sama si Yuni, kalau enggak pinjam tuh sama bang Andi." Riri sibuk menghitung tabungannya yang mau dipakai buat beli kulkas baru.

"Pinjam sama Yuni? Mana mau dia, hutang kemarin aja belum aku bayar," ucap Arman, pikirannya kembali kacau, banyak hutang yang sudah menumpuk karena pengeluarannya cukup banyak dalam beberapa bulan terakhir ini. Belum lagi pengeluarannya lebih banyak daripada pendapatan.

"Bu, Aya pengen beli mainan baru," ucap Aya.

"Besok aja ya kita beli mainannya," jawab Riri tanpa pikir panjang.

"Ri, jangan terlalu manjain si Aya. Takutnya nanti waktu dewasa dia jadi terbiasa dengan semua ini, apa-apa yang diminta selalu kamu turuti, baru kemarin juga kan dia aku beliin mainan baru," ucap Arman menasihati.

"Kok jadi perhitungan banget sih kamu, Bang. Buat anak sendiri pun." Riri membawa Aya keluar dari kamar yang baru saja dibersihkan itu. Arman terduduk lesu dengan pikiran menerawang jauh, dia mulai merasa sikap Riri semakin tidak bisa dikendalikan lagi. Riri akhir-akhir ini juga sibuk sama ponselnya, Arman tahu kalau Riri masih suka berkomunikasi dengan Zidan.

Di tempat lain, Yuni dan Imran malah sedang sibuk bertengkar karena hutang Arman.

"Sayang, aku bisa memahami kondisi keluarga kamu, tapi khusus untuk ibu. Bukan untuk abang-abang kamu itu, terlebih bang Arman. Kamu tahu enggak, dia itu ngutang di sini, tapi kalau mau belanja di tempat lain," ucap Imran kesal.

"Bang, pelanin dikit suaranya kamu. Enggak enak didengar anak-anak." Yuni memutar pandangan ke arah kamar Lola dan Elisa, Yuni tidak tahu kalau saat itu kedua anaknya sedang bermain di rumah tetangga mereka.

"Aku capek, Yun, ngadepin tingkah mereka, sekarang gimana cara nagihnya?"

"Nanti biar aku yang bicara sama bang Arman, Bang."

"Kamu mau bicara sama dia? Heh, ya kali dia mau bayar, Yun. Aku rasa bang Arman bakal cari seribu satu alasan supaya terbebas dari utangnya itu."

Yuni hanya bisa mendengar omelan suaminya, saat itu di luar rumah, langkah Hanna terhenti karena mendengar kakaknya dan Imran berdebat perihal abangnya.

"Duh, gimana caranya aku ngasih kue ini ke kakak ya?" Hanna mulai berpikir.

Gerbang kediaman Yuni terbuka, ternyata Lola dan Elisa baru saja pulang. Kedua anak itu segera menghampiri Hanna yang berdiri di depan pintu.

"Loh, kok Tante Hanna berdiri di luar? Kenapa enggak masuk aja, Tan?" tanya Lola.

"Iya, ibu sama ayah ada di dalam kok," tambah Elisa.

"Itu apa, Tan?" tanya Lola sambil melirik ke arah kotak kue yang dibawa Hanna.

"Ini kue buatan ibu, disuruh kasih untuk ibu kalian," jawab Hanna.

"Ya udah, yuk masuk!"

"Tante Hanna pulang aja deh, ini kuenya!" Hanna berniat pulang dan menyuruh mereka yang memberikan kue itu untuk Yuni.

"Eits! Masuk aja, Tan! Udah lama juga kan Tante gak ke sini," ucap Elisa.

Lola membuka pintu, dia mengucap salam dan Lisa langsung mendorong Hanna masuk.

"Bang, ada Hanna." Yuni memberi isyarat kepada suaminya untuk segera diam, mereka tidak tahu kalau Hanna sudah mendengar keributan mereka dari luar.

"Tumben kamu ke rumah kakak malam-malam, Hann?"

"Ibu nyuruh aku untuk memberikan kue ini pada kakak," jawab Hanna, Lola segera meletakkan kotak kue itu di depan ibunya.

"Lah, kalian berdua kok bisa barengan sama tante Hanna?" tanya Imran heran.

"Kita berdua tadi kan ke rumah mbok Ina, Ayah." Elisa Menunjukkan buku tugasnya.

"Kita tadi habis ngerjain tugas sekolah sama Dita," sambung Lola.

"Ya udah, sekarang kalian masuk dan pergi tidur!" titah Imran.

Kedua anak itu mengangguk patuh dan masuk ke dalam kamarnya.

"Hanna, kamu tahu enggak kalau bang Arman sedang membangun rumahnya yang waktu itu sempat tertunda karena kekurangan biaya?" tanya Imran pada Hanna.

"Enggak, Bang. Hanna enggak tahu soal itu," jawab Hanna. Begitu mendapat kabar tentang Arman dari abang iparnya, otak Hanna berputar cepat.

Uang hasil panen belum diberikan semuanya pada ibunya, dan kata soal kebun jagung juga tidak ada yang tahu sudah masanya panen atau belum.

"Bang, kamu tahu dari mana hal itu?" tanya Yuni dengan mata melotot.

"Tadi aku lewat di depan rumahnya, banyak pasir dan beberapa bahan bangunan lain yang terlihat di sana. Memangnya bang Arman enggak ngasih tahu sama kalian?"

"Enggak." Hanna dan Yuni menggeleng bersamaan.

"Hanna, kamu juga enggak tahu?" tanya Yuni menatap adiknya cukup dalam.

"Enggak, Kak. Dua minggu yang lalu bang Arman hanya memberikan hasil panen sekitar satu juta doang untuk ibu, dan sisanya nyusul nanti. Sampai sekarang bang Arman enggak pernah kelihatan di rumah, terus, jagung di kebun juga belum bisa panen katanya."

"Kalian itu udah ditipu sama bang Arman, Hann. Jagung ibu sudah lama panen, dan kamu tahu ke mana uang itu dibawa? Mereka, bang Andi dan bang Arman kamu, mengambil uang itu untuk bayar hutang-hutangnya, selebihnya ya buat kebutuhan mereka sehari-hari," tutur Imran, tidak ada satu pun info tentang Arman dan Andi yang luput dari perhatiannya.

"Bang Imran tahu dari mana?"

Hanna merasakan emosinya sudah berada di ubun-ubun, dia sangat kecewa sama kelakuan kedua abang-abangnya.

Bisa-bisanya Arman mengambil hak ibunya tanpa sepengetahuan mereka semua.

"Ega kan kerja di kebun ibu, Hann. Abang tahu dari dia," jawab Imran. Lelaki itu kemudian menyudahi obrolannya, dia tidak mau ikut terlibat dalam masalah keluarga istrinya.

"Kak, aku enggak bisa diem gini aja. Besok aku mau ke rumah bang Arman, setelah itu aku mau menghubungi bang Andi."

Yuni diam, ada yang sesuatu yang mengganjal di pikirannya saat ini.

"Maafkan kakak ya, Hann. Kali ini kakak enggak mau ikut campur, kakak takut bang Imran marah lagi," ucap Yuni dengan pandangan mulai berkaca-kaca.

"Aku paham keadaan kamu, Kak. Biar aku yang datang ke tempat bang Arman dan minta kejelasan tentang semuanya. Hanna enggak mau mereka bertindak seenak hati, Hanna juga enggak mau hak ibu habis di embat mereka." Hanna mengepalkan kedua tangannya, tidak bisa bersabar selamanya, kalau dia terus diam, maka Arman dan Andi akan semakin bertindak sesuka hati.

1
* bunda alin *
dan indah pada waktu nya 🥰
P 417 0
semoga kita semua selalu di berikan kesehatan ,kebhagiaan dan keberkahan/Pray//Pray/
P 417 0
hmmm.bner2 di tamatin/Sleep//Sleep/
P 417 0
perasaan yg mbulet/Drowsy/
* bunda alin *
tap tap tap ..
P 417 0
tamat/Sleep/
* bunda alin *
tegang bgt ,, 😱
P 417 0
/Drowsy//Drowsy/tuh kan akibatnya klo terlalu baik
P 417 0
/Proud//Proud//Proud/hmmm bner2 polos
P 417 0: ntah/Silent/
🥑⃟Riana~: apanya yg polos/Sweat/
total 2 replies
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/rekomendasi yg bgus
P 417 0
ajaran yg baik bkl jdi baik hasilnya/Smile/
* bunda alin *
malang nya Hanna,,, selalu di hinggapi hal yg tdk terduga
ayo donk .. kapan Hanna bisa bahagia ... 💜
P 417 0
hmmmm .berarti ada dalng lain juga/Speechless/
🥑⃟Riana~: Anda/Shame/
P 417 0: sapa🙄
total 4 replies
P 417 0
oooo.ternyata bgas /Sleep//Sleep/
🥑⃟Riana~: hooh 🤧
total 1 replies
P 417 0
sapa sih sebnernya/Drowsy//Drowsy/
P 417 0
ooh tk kira abis gitu aja/Facepalm//Facepalm/
P 417 0
sepertinya obrolan di atas sedikit kurang mnurt aku/Silent/
🥑⃟Riana~: Harus ditambah lagi? kamu aja yg nambah kk/Sweat/
total 1 replies
* bunda alin *
tq sdh up ,, next thor
P 417 0
kita udah berapa tahun ya🤣🤣🤣🤣
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/klo ngliat di reel mngkin lbh seru kali ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!