Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.
Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAS 13
Dengan langkah riang Nana masuk ke dalam sebuah rumah kontrakan yang sering ia sambangi akhir-akhir ini. Di tangan kanannya tampak menenteng sebuah kantong berisi makanan yang ia beli setibanya di depan kontrakan itu. Di depan pintu, Nana segera mengeluarkan kunci cadangan yang diberikan sang pemilik rumah padanya agar ia dapat mampir ke sana kapanpun.
Di dalam rumah, Nana segera mengeluarkan makanan yang ia beli dan mulai menyantapnya sambil menonton televisi. Ia sudah seperti tuan rumah saja, menggunakan apa yang ada di dalam sana sesuka hati.
"Wah, ada kue," gumam Nana saat membuka kulkas. "Ambil ah, kan kata tante Fisa tempo hari anggap saja rumahnya seperti rumah sendiri jadi aku boleh dong makan kue ini. Sepertinya enak," imbuhnya lagi seraya mengeluarkan kue dari dalam kulkas. Lalu ia mengambil sendok dan menyantapnya sesuka hati.
...***...
"Belum pulang, Bro?" tanya Budi pada Amar yang masih berkutat dengan berkas-berkas dan komputer di hadapannya. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 4.30 sore, waktunya mereka untuk pulang, tapi Amar tampaknya masih sibuk dengan pekerjaannya.
Amar menghela nafas panjang, kemudian menggeleng.
"Belum. Kayaknya hari ini aku sedikit lembur. Gara-gara sakit kemarin, laporan divisi kita belum selesai aku kerjakan. Untung saja pak Tommy tidak meminta laporannya segera jadi aku masih ada waktu untuk mengerjakannya. Besok pagi baru laporannya akan aku serahkan," ujar Amar dengan nafas lelahnya. Padahal kondisi tubuhnya belum benar-benar fit, tapi ia sudah harus lembur lagi. Tapi ini masih lebih baik daripada ia mendapatkan surat peringatan. Ah, ia tak ingin sampai hal itu terjadi. Susah payah ia mencapai posisi ini dan ia takkan berbuat kesalahan lagi.
Budi mengangguk dengan senyuman samar di sudut bibirnya.
"Ya udah, kalau begitu aku balik duluan ya, Bro! Istri di rumah udah nunggu. Katanya ada yang spesial," ujarnya sambil tersenyum penuh arti.
Amar terkekeh, "selamat menikmati hidangan," ujar Amar sambil mengacungkan jempolnya.
Budi mengangguk, kemudian segera pergi dari sana.
...***...
Nana menghabiskan hari itu dengan bersantai di rumah kontrakan Nafisa. Bahkan karena terlalu menikmati kesendiriannya, Nana sampai tak sadar kalau hari sudah menjelang sore. Ia pun segera membereskan sampah-sampah makanannya dan membuangnya di tempat sampah. Piring dan cangkir kotor ia letakkan di wastafel tanpa mencucinya.
Karena kebelet pipis, Nana pun masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dekat dapur. Saat Nana berada di dalam kamar mandi, tiba-tiba pintu depan terbuka. Lalu masukkan sepasang manusia dengan tawa manja dan senyum mesra di kedua bibir mereka.
"Sayang, sabar! Aku mau melepas sepatu dan meletakkan tasku dulu," ujar Nafisa pada laki-laki yang sedang memeluknya dari belakang.
"Aku sudah tak sabar, Sayang. Kau terlalu seksi hari ini. Sampai-sampai aku tidak dapat berkonsentrasi bekerja hari ini. Seandainya kantor itu milikku sendiri, sudah pasti aku akan langsung menerkam mu tanpa ragu di sana," ujar laki-laki itu seraya menyusupkan tangannya di balik kemeja ketak Nafisa.
"Iya, aku tau. Tapi ... "
Brakkk ...
Prakkk ...
Laki-laki yang libidonya sedang menanjak itupun meraih tas Nafisa dan melemparkannya asal. Ia juga meraih sepatu di kaki Nafisa dan melemparnya sembarangan.
Lalu tanpa basa-basi, laki-laki itu menggendong Nafisa ala bridal style menuju kamar sang kekasih.
Nafisa menjerit kecil. Kemudian ia terkekeh saat sang laki-laki menjamah lehernya dengan jilatan kecil membuatnya kegelian.
"Sayang, kau ... Ahh ... "
"Mendesahlah, Sayang. Aku suka suara merdu mu," ucap laki-laki itu.
"Lebih indah mana, suara desahanku atau ******* istrimu?" tanya Nafisa dengan nada sensual. Sengaja memancing hasrat sang laki-laki agar kian terpacu.
Wajah laki-laki yang sedang bermain di puncak gunung Nafisa pun terangkat. Kemudian dengan senyuman nakalnya ia pun menjawab, "tentu saja suaramu, Sayang. Kau lebih segalanya. Suaramu, tubuhmu, bahkan goyanganmu, semuanya aku suka. Semua yang ada pada dirimu merupakan yang terbaik. I love you, Sayang."
Setelah mengucapkan itu, kedua insan itupun saling menyatukan diri. Tak peduli ada hati yang harus dijaga, tak peduli kalau yang mereka lakukan itu merupakan suatu dosa, yang mereka pikirkan hanyalah kesenangan dan kepuasan semata.
Karena terlalu menikmati kegiatan panas mereka, kedua insan itupun sampai tak menyadari ada seorang anak yang belum pantas menyaksikan kegiatan mereka. Anak itu menyaksikan pergulatan panas itu dari awal, bahkan sempat merekam perbuatan mereka menggunakan ponselnya. Setelah dirasa cukup, anak yang tak lain adalah Nana itupun segera pergi secara diam-diam agar tidak ketahuan kedua orang yang tampak masih asik dengan kegiatan panas mereka.
...***...
Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya, Amar pun menyimpan laporan itu ke dalam laci meja kerjanya. Tak lupa ia mematikan komputer dan membereskan meja kerjanya. Setelah dirasa semua telah rapi, Amar pun bergegas pulang ke rumah.
Hari sudah menjelang malam. Bahkan adzan Maghrib pun telah berkumandang saat mobilnya masuk ke jalan menuju rumahnya.
Namun dahi Amar seketika berkerut saat melihat pemandangan di depan rumahnya. Tampak para tetangga sekitar rumahnya tengah berkerumun di depan rumahnya. Bahkan ada yang tampak mengetuk-ngetuk pintu dan jendela rumahnya sambil mengintip dari celah-celah kaca.
"Maaf pak, bu, kenapa kalian berkerumun di depan rumah saya ya?" tanya Amar bingung.
"Alhamdulillah, akhirnya pak Amar pulang juga," seru salah seorang tetangga Amar.
"Memang ada apa ya, Bu?" tanya Amar bingung, lalu ia menoleh ke arah rumahnya, terdengar tangisan Gaffi dan Amri dari dalam sana.
"Itu pak, dari pagi saya mendengar anak-anak pak Amar nangis mulu. Diam cuma sebentar, terus nangis lagi. Emang Bu Aliyah kemana, Pak? Kenapa anaknya nangis terus dari tadi? Kami kata tetangga jadi khawatir," ujar ibu itu. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang memang benar-benar khawatir.
"Istri saya ada kok, Bu. Mungkin anak-anak saya lagi bertengkar. Mereka kan biasa begitu," ucap Amar yang merasa biasa saja.
"Kalau nangis karena berantem mah tanpa dikasi tau juga saya paham, Pak. Tapi ini beda ... Tuh dengar, tangisannya benar-benar bikin pilu. Saya yang belum dikaruniai seorang anak saja bisa merasa kalau tangisan anak-anak pak Amar itu benar-benar memilukan. Seperti tangis ditinggal ibunya aja. Coba deh pak Amar segera masuk, liat gih sebenarnya apa yang terjadi," sela tetangga yang lain.
Dalam hati Amar mendengus kesal. Semua ini gara-gara Aliyah yang tidak becus mengurus anak-anaknya, pikir Amar.
Amar pun mengangguk dan segera mengambil kunci cadangan. Setelah pintu terbuka, dibukanya pintu kamar Gaffi. Dahi Amar berkerut dalam saat melihat pakaian Aliyah dan anak-anaknya masih sama seperti yang mereka kenakan tadi pagi. Karena rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya, belum lagi rasa kesal dan malu karena para tetangga yang mengerumuni rumahnya, Amar pun segera menghampiri ranjang dimana Aliyah terbaring dan menendangnya kencang. Amar dan Gaffi yang tadi menangis sampai terperanjat.
Brakkk ...
"Aliyah, bangun kau! Lihat, karena ulahmu, aku jadi malu. Para tetangga sibuk berkerumun di depan rumah kita," ucap Amar dengan pekik tertahan agar tidak sampai terdengar oleh tetangga mereka.
"Aliyah, apa kau tuli, hah? Huh, bau apa ini? Astaga, pasti ini bau pup Amri? Bahkan diapersnya pun belum kau ganti sejak semalam? Astaga, Aliyah, kau benar-benar ... " Tangan Amar terangkat seakan-akan ingin mencakar-cakar Aliyah, tapi ia tahan. Ia hanya geram saja.
"Al ... "
"Pak Amar, bagaimana? Apa yang terjadi?" tiba-tiba tetangga Amar yang tadi mengkhawatirkan keadaan anak-anak Amar pun segera masuk. Lalu tanpa permisi, ia memeriksa keadaan Aliyah. "Bu Aliyah?" panggilnya. "Astaga, kenapa Bu Aliyah pucat sekali? Pak Amar, apa yang terjadi dengan Bu Aliyah? Lihat, bahkan tubuhnya sangat dingin seperti ... "
...***...
...Yang mau santet online Amar, dipersilahkan! 😂...
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
𝐭𝐨𝐢𝐥𝐞𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐢𝐛𝐮
𝐝𝐨𝐚 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐨𝐚 𝐢𝐛𝐮
𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐭𝐦 𝐚𝐧𝐤 𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮
𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮 𝐥𝐚𝐡 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐠 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐢 𝐚𝐧𝐚𝐤𝟐𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐬𝐤𝐢𝐩𝐮𝐧 𝐛𝐥𝐦 𝐭𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐫𝐮𝐩𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐧𝐲𝐚 😭😭😭😭😭
𝐜𝐢𝐫𝐢𝟐 𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐭𝐮𝐫𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐡𝐝𝐮𝐩 𝐦𝐚 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐤 𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭 𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐤 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐦𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐧𝐝𝐚 𝐭𝐩 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐩𝐧𝐲 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐭𝐩 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚
𝐦𝐚𝐦𝐚𝐦 𝐭𝐮 𝐚𝐦𝐚𝐫 𝐬𝐮𝐤𝐮𝐫𝐢𝐧