Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 15
Sebulan setelah pernikahannya dengan Vivi, Arselo di tugaskan oleh papanya ke luar kota untuk mengawasi proyek yang akan mulai di jalankan oleh perusahaannya. Jika biasanya Arselo akan menolak, kini ia menyanggupinya bahkan ia bersedia tetap di sana hingga proyek itu beres.
"Apa kamu yakin akan tinggal di sana selama tiga bulan" tanya tuan Ardan.
"Iya pa, Selo fikir itu bukan hal yang buruk. Toh di sana juga ada Arsela, Jadi sedikit penasaran saja makanya Selo ingin mencobanya juga" ucap Arselo.
"Kamu pasti akan betah tinggal di sana, suasananya masih alami, pemandangannya juga bagus. Makanya mama sampai sekarang masih terus menerus bertanya kapan kami akan ke sana lagi, tadinya kalau kamu gak mau ke sana, biar papa dan mama yang tinggal di sana" jawab tuan Ardan.
"Oh ya? mungkinkah mama juga akan ikut jika aku mengajaknya?" tanya Arselo.
"Sebaiknya jangan, papa tak mau berjauhan dengan mamamu" jawab tuan Ardan cepat.
Arselo tersenyum mendengar jawaban papanya, dia tahu kalau papanya sangat menyayangi dan mencintai mamanya itu sampai bisa bersikap posesif. Ardan juga ingin memiliki hubungan yang seperti orang tuanya itu, tapi ia malah terus menerus berprilaku b******k, jadi mulai saat ini dia berusaha merubah kebiasaan buruknya itu, meski pun ia tak serumah dengan Vivi tapi ia juga sudah tak main-main dengan wanita.
"Baiklah, aku hanya akan berpamitan dengan mama saja" ucap Arselo "Aku pamit pulang dulu pa, besok pagi aku akan berangkat ke sana, aku akan tinggal bersama Arsela kan?" tanya Arselo sebelum pergi.
"Ya kau akan tinggal bersamanya, atau jika kau mau kau boleh membangun rumah sendiri di sana" ucap papahnya.
"Baiklah, Selo pergi dulu pa" ucap Arselo berdiri dan berjalan menghampiri pintu keluar.
"Tunggu" ucap papanya yang menghentikan tangan Arselo akan membuka pintu ruangan itu "Apa kau masih tinggal terpisah dengan Vivi?" tanya tuan Ardan.
"Ya pa, masih" ucap Arselo ringan
"Apa tidak sebaiknya kalian tinggal serumah?" tanyanya lagi.
"Selo belum siap pa" jawab Arselo.
"Baiklah, kau boleh pergi" ucap tuan Ardan. Arselo pun pergi setelah tuan Ardan memperbolehkannya.
Arselo di antar Sofyan pergi menuju apartemen yang di tempati oleh Vivi, sudah tiga minggu ia tak menemui istrinya itu.
Ting...
Lift yang mereka tumpangi sampai di lantai tempat unit Vivi berada. Vivi yang sebelumnya sudah mendapat kabar bahwa suaminya akan pulang pun segera memesankan makanan dan menyuruh bibi pembantunya untuk menyiapkannya.
Sedangkan ia sendiri telah berdan-dan untuk menyambut kedatangan suaminya itu.
**Klek**...
Suara pintu yang terkunci pun terbuka menampilkan Arselo dan Sofyan, membuat Vivi sedikit menurunkan bahunya, Vivi kira Arselo akan datang sediri jadi ia memakai baju yang sedikit terbuka. Tapi setelah melihat Arselo yang datang bersama Sofyan, Vivi segera berlari menuju kamarnya untuk mengganti bajunya dengan yang lebih sopan.
"Vivi di mana bi?" tanya Arselo pada bi Susi.
"Nyonya sedang berada di kamar, tuan" jawab bi Susi sambil menunjuk kamar nyonya nya.
"Tolong panggilkan sebentar bi, ada yang ingin aku sampaikan" perintah Arselo pada bi Susi sedangkan Sofyan tetap berdiri di dekat Arselo tak bereaksi apa-apa.
Mendapat perintah dari tuannya, Bi Susi pun segera berlalu mengetuk pintu kamar nyonya nya. Setelah itu ia pamit pulang karena hari sudah sore.
"Aku akan ke luar kota selama beberapa bulan untuk mengurus proyek yang akan berlangsung di sana" ucap Arselo to the point, sesaat setelah Vivi duduk di sofa yang berada di hadapannya.
Mendengar itu, Vivi pun tersenyum kecut. Ia menyadari bahwa Arselo yang sekarang bukan Arselo yang dulu dengan mudah ia bawa ke kamar.
"Kapan kau berangkat?" tanya Vivi.
"Besok pagi" jawab Arselo.
"Apa aku boleh ikut?" tanya Vivi lagi.
"Sebaiknya kau tinggal saja di sini, kau tak akan sanggup menempuh perjalanan yang hampir memakan waktu seharian" jawab Arselo.
"Tapi-"
"Jangan banyak membantah, bukan kah kau sendiri yang mengatakan bahwa kandungan mu melemah setelah melakukan tes DNA itu?" ucap Arselo yang menyela ucapan Vivi.
"Baiklah, aku tak akan ikut" ucap Vivi Akhirnya.
"Ya, kalau ada apa-apa, segera hubungi Sofyan. Dia akan aku tugaskan untuk mengurus pekerjaan ku yang di sini" ucap Arselo, Vivi hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Ya sudah, aku pergi dulu kau jaga kesehatan dan janin itu" pamit Arselo.
"Apa kau tidak ingin makan malam dulu? Aku sudah menyiapkannya" tanya Vivi cepat sebelum Arselo bangun dari sofa tempatnya duduk.
"Tidak perlu, aku bisa makan di luar nanti. Kau makan saja sendiri" ucap Arselo menolak ajakan Vivi.
Setelah mengucapkan itu, Arselo pun melangkah keluar di ikuti Sofyan. Vivi yang melihat itu pun meras sedih, memang dari cara ucapan Arselo sudah lebih baik. Bukan hanya ini yang ia inginkan, ia juga ingin di anggap sebagai istri yang sesungguhnya untuk Arselo. tapi kini, jangankan tinggal serumah, bahkan untuk makan bersama pun tak pernah mereka lakukan lagi setelah menikah.
Arselo pulang menuju rumah yang ia bangun sendiri, semenjak empat tahun lalu ia membangun rumah itu baru satu bulan ini ia tempati. Rumah dengan halaman yang luas dan banyak kamar di dalamnya, ia selalu merasa suatu saat nanti akan menempati rumah itu bersama dengan anak dan istrinya kelak, meskipun sampai saat ini Vivi masih pernah ia bawa ke rumah itu. Bahkan orang tuanya pun tak mengetahui tentang rumah itu. Setahu orang tuanya Arselo masih menempati apartemen sederha yang dulu.
"Sofyan, tolong kamu siapkan semua keperlua yang saya butuhkan dan berkas-berkasnya juga" perintahnya saat mereka telah sampai di kediaman Arselo.
"Baik tuan" jawab Sofyan, ia bersyukur tuannya kini sudah berubah, lebih bertanggung jawab pada kerjaannya dan juga tak pernah mabuk-mabukan lagi.
"Tuan, apa perlu saya menyediakan tempat tinggal selama di sana?" tanya Sofyan yang belum tahu jika Arselo akan tinggal bersama kembarannya, dokter Arsela.
"Gak perlu, aku akan tinggal bersama Sela selama di sana" jawab Arselo.
"Baiklah jika seperti itu tuan" ucap Sofyan berlalu dari hadapan Arselo.
Arselo sudah menyuruh bibi untuk memasak sebelum pulang tadi, jadi ia segera ke ruang makan untuk makan malam dulu sebelum mandi, ia sangat kelaparan karena melewatkan makan siangnya tadi. Siang tadi untuk ke sekian kalinya dalam sebulan ini ia menghadiri rapat yang biasanya selalu hanya di hadiri Sofyan sang asisten, ternyata sangat menguras energi dan otaknya juga.
"Huft, sebenarnya cape sekali harus terus seperti ini, tapi aku gak mau sampai anakku mengecap bahwa ayahnya tak bisa bertanggung jawab" monolognya, kala ia tengah berendam di air hangat untuk merilekskan tubuhnya.
"Untung saja pekerjaan hari ini selesai dengan cepat, hingga aku tak perlu bergadang dan bisa menyiapkan energi untuk keberangkatan besok" sambungnya lagi.
Setelah Sofyan pulang, Arselo pun segera mengistirahatkan tubuhnya untuk menyambut hari esok yang menurutnya akan sangat melelahkan.