Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemandangan tak Terduga
Suara gelak tawa sudah terdengar di kediaman Abimanyu, padahal hari masih terlalu pagi. Matahari pun masih malu-malu menampakkan kegagahannya.
Suara ibu yang paling mendominasi. Hal itu dikarenakan ayah yang sedang menyiram tanaman, tidak sengaja menyipratkan air ke wajah menantunya, Infiera yang sedang memakan pisang goreng buatan ibu...
“Haha ... ayah ini, bilang saja sengaja, kan, karena tahu Fiera belum mandi?”
Ayah tertawa, mematikan air. “Mana mungkin ayah sengaja? Tapi, sepertinya memang tangan ayah tahu kalau kamu belum mandi.”
Ketiga orang itu kembali tertawa, Fiera sampai mengusap sudut matanya yang berair karena sejak tadi terus dibuat tertawa oleh ayah mertuanya.
Meski mereka tidak terlalu lama untuk saling mengenal. Kedua orang tua Abimanyu benar-benar baik padanya. Tidak seperti anaknya yang selalu saja membuatnya jengkel.
Beruntung, Fiera bukan orang yang mudah membengkak di bagian wajah dan mata jika malamnya menangis. Asalkan dia bisa tidur, saat bangun kondisi wajahnya akan terlihat kembali segar.
Di dalam rumah, Abimanyu baru saja terbangun. Dia menguap, seraya menuruni tangga, tidak melihat siapa pun di sana.
Sayup-sayup terdengar suara dari arah samping rumahnya, tawa renyah ibu dan juga Infiera. Abimanyu melangkah ke menuju ke bagian pintu belakang, yang bisa langsung terhubung dengan bagian samping rumahnya yang terdapat gazebo.
Abimanyu melihat ayahnya yang sedang menyiram tanaman, sedang istrinya sekarang terlihat membersihkan kolam ikan dengan menggunakan jaring kecil untuk mengambil daun-daun yang berterbangan ke sana.
Abimanyu tersenyum melihat kedekatan Infiera dengan orang tuanya. Gadis itu memang pintar mengambil hati kedua orangtuanya.
“Sudah bangun, Bi? Kemarilah, bantu istrimu membersihkan kolam.” Ibu berkata.
Abimanyu terlihat malas, semalam setelah bertengkar dengan Infiera dia sama sekali tidak bisa tertidur. Akhirnya Abimanyu mencoba mengerjakan sesuatu hingga menjelang pagi, tapi dia tidak bisa menolak permintaan ibunya sekarang.
Selain itu, dia masih merasa bersalah dengan Infiera. Dia bicara terlalu kasar pada wanita itu semalam. Setelah mandi, Fiera bahkan seperti sengaja mengabaikannya dan tidak berbicara sama sekali dan langsung tidur.
Abimanyu melangkah menghampiri ibunya. Dia melihat pisang goreng dan juga teh buatan ibunya berada di sana.
“Kamu mau teh, Bi?” tanya ibu, seraya menggeser piring berisi pisang goreng.
“Tidak, Bu.” Abimanyu menyaut pisang goreng, matanya tidak lepas dari Fiera yang masih memunguti daun-daun di kolam ikannya.
“Sepertinya sudah harus dikuras airnya juga.” Abimanyu memperhatikan air kolam yang sudah berubah menghijau. Sesekali dia melirik Infiera yang tidak bereaksi apa pun.
“Ya sudah, kuras saja airnya. Biar diganti yang baru.” Ayah menyahut, setelah meletakkan selang airnya.
Abimanyu mengangguk, dia menghabiskan pisang goreng di tangannya terlebih dahulu. Setelahnya menghampiri sang istri. “Fier, bisakan ambilkan ember dan juga sikat?” Abimanyu sengaja agar hubungan mereka kembali membaik.
“Baik.” Fiera menjawab tanpa menoleh sedikit pun. Dia meletakkan jaring di tangannya dan masuk ke dalam rumah.
Abimanyu hanya menghela napas berat karena wanita itu masih marah padanya.
Terlebih dahulu, Abimanyu menguras airnya hingga setengahnya, lalu mengambil beberapa ikan yang ada di dalamnya supaya tidak mati. Sejujurnya, dia tidak pernah menguras kolam itu. Sebelumnya, selalu ada yang membenahi tamannya setiap satu bulan sekali.
Sekarang, dia akan melakukannya sendiri, supaya dirinya bisa meminta maaf pada Fiera.
Selang beberapa saat, Fiera membawa ember dan juga gayung di tangannya dan memberikan itu pada Abimanyu.
“Letakkan di sana, aku akan menangkap ikannya.”
Fiera mengangguk dan melangkah ke tempat yang ditunjuk suaminya. Dia meletakkan ember di sana dan melihat apa yang dikatakan pria itu. Meski masih kesal, tapi dia tidak bisa pergi karena keberadaan kedua mertuanya.
“Bi, apakah kamu mengenal Pak Erlangga? Yang bekerja di kedinasan, teman ayah.”
Abimanyu yang sedang menangkap ikan mengangguk. “Kenal. Kebetulan beliau adalah pemateri di kampus saat ada seminar literasi.”
“Hari ini ayah diundang ke rumahnya, katanya ada syukuran kelahiran cucu pertamanya.”
Abimanyu manggut-manggut mendengar ayahnya bercerita. Ibu sesekali menimpali. Dia tidak mau ikut karena terlalu lelah, selama beberapa hari terlalu sibuk menemani ayah.
“Fier, coba dekatkan embernya.” Abimanyu menangkap satu ikan berwarna merah yang cukup besar.
Infiera mengangguk dan segera mendekatkan ember ke arah kolam.
Abimanyu menyodorkan ikannya, tapi bukannya langsung memasukkannya ke dalam ember, dia malah mendekatkannya ke tangan Infiera, membuat wanita itu menjerit, “Mas!”
Fiera menjatuhkan embernya, dia berusaha menjauhkan dirinya dari kolam, tapi pijakan kakinya tidak stabil dan sedikit licin karena basah, membuat dirinya terpeleset.
“Wahhhh!”
Melihat istrinya yang akan terjatuh, Abimanyu sigap menangkap tubuh wanita itu, tapi karena dirinya juga berada di dalam kolam yang licin, dia juga terpeleset dan terjatuh.
Byurrr!
Akhirnya, keduanya basah kuyup karena sama-sama terjatuh. Melihat hal itu, ibu dan ayah malah tertawa terpingkal. Mereka merasa puas dengan apa yang terjadi pada putra dan juga menantu mereka.
“Mas Abi!” Fiera merajuk karena dirinya jatuh dan basah kuyup karena Abimanyu. Dia bangkit dari atas tubuh Abimanyu.
“Haha ... Bi, kau ini bukannya cepat bersihkan kolamnya malah mau bermain air dengan istrimu.”
“Ayah, Mas Abi sengaja mengerjaiku.” Fiera mengadu seperti itu adalah ayah kandungnya sendiri. Dia sama sekali tidak merasa sungkan dengan hal itu.
Ibu masih saja terus tertawa, bahkan sampai kesulitan untuk berbicara. “Kalian ini, benar-benar seperti anak kecil.”
“Dia saja, Bu, yang penakut. Masa sama ikan saja takut.”
“Aku engga takut, aku hanya terkejut saja.”
“Apa bedanya?”
“Tentu saja beda!” Fiera tidak mau kalah.
“Apanya yang beda?” Abimanyu menggoda, ternyata cukup mudah membujuk wanita merajuk di hadapannya. Fiera langsung mau berbicara padanya.
Sadar kalau Abimanyu hanya sedang menggodanya. Fiera segera menyipratkan air ke wajah pria itu.
“Hei, apa yang kau lakukan?”
“Rasakan ini, rasakan! Siapa suruh membuatku jatuh?”
“Ah, kau menantangku?” Abimanyu juga tidak mau kalah. Dia melakukan apa yang dilakukan Fiera saat ini.
Keduanya terlihat seperti anak kecil di hadapan kedua orang tuanya. Ayah dan ibu terlihat senang dengan keakraban putra dan juga menantunya.
Mereka tidak tahu kalau di rumah itu, hampir satu tahun tidak pernah ada kehangatan seperti yang mereka lihat hari ini. Keduanya, selalu seperti orang asing, meski hidup di bawah atap yang sama.
“Sudah hentikan, nanti kalian masuk angin.” Suara ibu langsung berhasil menghentikan Fiera, begitu juga dengan Abimanyu.
Abimanyu menatap istrinya yang sudah basah kuyup. Wanita itu mengenakan kaos berwarna putih dan celana joger berwarna hitam. Abimanyu baru menyadari kalau kaos yang dikenakan istrinya sedikit menerawang karena basah, membuatnya bisa melihat dalaman wanita itu.
Wajah Abimanyu seketika memerah sampai belakang telinga. Dia berdehem untuk meredakan sesuatu yang mendesak di bawah sana. Gelanyar aneh juga dia rasakan di seluruh tubuhnya. “Fiera... itu....” Abimanyu berbicara dengan suara pelan karena dia takut kalau orang tuanya mendengar.
“Apa?” Infiera tidak mengerti dengan Abimanyu.
Abimanyu menghela napas berat.
“Bajumu basah.”
Fiera menunduk. Memang basah, lantas kenapa---
Fiera membulatkan matanya saat dia menyadari sesuatu. Wajahnya langsung merona. Ah, sial, dia ingin langsung menenggelamkan seluruh tubuhnya di bawah kolam yang kotor itu.
“Masuklah!” Suara Abimanyu sedikit serak, tapi Fiera sama sekali tidak menyadari hal itu karena dia terlalu malu.
Fiera mengangguk dan bergegas untuk masuk ke dalam rumah, seraya menutupi dadanya dengan kedua tangannya.
“Aaahhh, benar-benar memalukan. Semua karena Abimanyu!” Fiera menggerutu kesal dan buru-buru masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan dirinya karena sedikit bau amis dan juga kotor.
Sepanjang ritual mandinya, Fiera tidak berhenti mengomeli perbuatan Abimanyu yang sudah mengerjainya.
Setelah selesai, dia keluar dari kamar mandi dengan membalut rambutnya yang basa dengan handuk kering. Dia juga belum mengenakan apa pun, dan hanya handuk putih yang melilit di dadanya. Fiera pikir, Abimanyu masih membersihkan kolam. Jadi, dia tidak akan masuk. Jadi, tidak masalah jika dia berpakaian di luar kamar mandi.
Fiera dengan santainya mengenakan pakaiannya satu-persatu, membelakangi pintu seraya bersenandung. Terlalu lelah mengoceh sepanjang dirinya berada di kamar mandi tadi.
Fiera sama sekali tidak menyadari kalau pintu kamar terbuka. Abimanyu menegang di dekat pintu saat melihat pemandangan di depannya.
“Fiera!” geramnya, melihat wanita itu yang masih terbalut dengan pakaian dalamnya.