Tanpa perlu orang lain bicara, Aya sangat menyadari ketidaksempurnaan fisiknya.
Lima tahun lamanya, Cahaya bekerja di kota metropolitan, hari itu ia pulang karena sudah dekat dengan hari pernikahannya.
Namun, bukan kebahagiaan yang ia dapat, melainkan kesedihan kembali menghampiri hidupnya.
Ternyata, Yuda tega meninggalkan Cahaya dan menikahi gadis lain.
Seharusnya Cahaya bisa menebak hal itu jauh-jauh hari, karena orang tua Yuda sendiri kerap bersikap kejam terhadapnya, bahkan menghina ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya.
Bagaimanakah kisah perjalanan hidup Cahaya selanjutnya?
Apakah takdir baik akhirnya menghampiri setelah begitu banyak kemalangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Pulang
.
Keesokan harinya, Cahaya benar-benar pulang ke desa setelah meminta izin pada Nyonya Syifana. Dengan diantar oleh Marvel dan Marcel, ia menatap jalanan di depan mereka dengan hati berdebar penuh harap.
Di belakang mobil Lamborghini Aventador Roadster yang dikemudikan oleh Marvel, Porsche 911 Cabriolet berwarna midnight blue milik Paman Radika mengiringi. Mobil dengan aura elegan dan sporty, mencerminkan kepribadian pengacara Radika yang tenang namun penuh semangat.
“Ini beneran kita berangkat duluan? Lalu Reno?” Marvel melirik ke Marcel dan Aya yang duduk di jok tengah melalui kaca spion.
“Dia bilang kita bertemu di sana. Aku sudah berikan alamat rumah Aya sama dia.” jawab Marcel santai.
Padahal kehadiran Reno tidak dibutuhkan, karena sebuah map berisi bukti-bukti tak terbantahkan tentang kebusukan Yuda telah mereka bawa. Tapi detektif tengil itu yang ingin ikut, dengan alasan ingin tahu suasana pedesaan.
Marvel mengangguk, matanya yang fokus menatap jalanan sesekali melirik ke arah mereka berdua. Ia merasa senang melihat adiknya kembali bersemangat, karena itu ia bersemangat membantu menyelesaikan masalah Aya.
*
*
*
Beberapa jam perjalanan, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Marvel berhenti di depan rumah Bu Ningsih. Wanita tua itu, yang sedang menyapu halaman begitu terkejut melihat dua mobil mewah berhenti di depan rumahnya. Berdiri dengan hati berdebar, menunggu untuk melihat siapa yang datang.
Alangkah kaget dan bahagianya saat melihat wajah putrinya. Segera saja ia membuang sapu lidi yang ada di tangannya dan langsung berlari memeluk putrinya erat-erat, tangisnya pecah tak tertahankan.
"Aya, kamu pulang, Nak?" tanya Bu Ningsih di sela tangisnya. "Kenapa pulang tanpa memberi tahu ibu dulu?"
Aya membalas pelukan ibunya, berusaha menenangkan. "Ibu tenang dulu, ya. Aya pulang untuk menyelesaikan masalah kita. Ada Tuan Muda Marvel dan.Tuan Muda Marcel yang akan membantu kita." Ucapnya sambil mengusap lembut punggung ibunya.
Bu Ningsih yang masih sedikit terisak, melepas pelukannya dan menatap orang-orang yang datang bersama dengan putrinya. Yang pertama tampak oleh matanya adalah Marcel yang berdiri tepat di belakang Cahaya. Ia sedikit terkejut melihat wajah Marcel yang sangat buruk, namun hanya sesaat, lalu wanita tua itu tersenyum.
“Selamat datang di gubuk kami, Tuan Muda,” sapanya.
“Terima kasih, Bu.” Marcel tersenyum senang. Sebelumnya ia berpikir ibunya Aya akan seperti orang lain yang ketakutan atau jijik melihat wajahnya. Tapi sepertinya tidak. Wanita tua itu hanya terkejut sesaat. Tapi setelahnya sikapnya biasa, ramah tanpa dibuat-buat.
Baru saja saling menyapa dengan Marvel dan pengacara Radika, sebuah mobil mewah lagi berhenti di belakang dua mobil sebelumnya. Detektif Reno dengan jiwa mudanya, datang dengan Ferrari 488 Spider berwarna merah menyala.
Bu Ningsih menatap penampilan pemuda itu. Tidak seperti tiga pria sebelumnya yang mengenakan setelan jas mewah dan rambut rapi. Reno mengenakan celana panjang dengan bahan jeans sobek, kaos warna putih, dan jaket kulit berwarna hitam. Rambutnya pun sedikit awut-awutan.
"Mari kita masuk dulu, Bu," ajak Aya, menggandeng ibunya masuk ke dalam rumah.
Di ruang tamu, Aya menjelaskan situasinya. Bu Ningsih mendengarkan dengan seksama, air mata tak henti mengalir di pipinya yang telah dihiasi kerutan. Ia merasa bersalah dan bodoh karena telah membawa masalah sebesar ini ke dalam hidup putrinya.
"Maafkan Ibu, Nak," lirih Bu Ningsih, suaranya bergetar. "Ibu benar-benar bodoh."
Aya berlutut di hadapan ibunya, menggenggam tangannya erat. "Ibu jangan menyalahkan diri sendiri. Sekarang yang penting, kita harus mendapatkan kembali kebun kita dan membuat Yuda bertanggung jawab atas perbuatannya."
"Tapi, Nak," kata Bu Ningsih cemas. "Hari ini hari pernikahan Yuda dan Bunga. Apa yang bisa kita lakukan? Apa kita tidak akan membuat masalah yang lebih besar?"
Marcel maju selangkah, tatapannya tegas dan penuh keyakinan. "Justru ini kesempatan terbaik, Bu. Dengan banyak orang di sana, kita bisa membongkar kebusukan Yuda sekaligus membersihkan nama baik Ibu dan Cahaya di depan semua orang. Kami sudah mengumpulkan bukti-bukti yang akan membuat dia tidak bisa mengelak."
Bu Ningsih menatap putrinya sambil menghapus air mata. Semoga saja keadilan untuk putrinya benar-benar datang.
"Tapi, Tuan," kata Bu Ningsih ragu. "Saya takut akan terjadi keributan. Saya tidak ingin Aya dalam bahaya."
Marcel berjongkok di hadapan Bu Ningsih, menatapnya dengan tatapan yang menenangkan. "Saya janji, Bu, saya akan memastikan Aya aman."
Pengacara Radika menambahkan, "Kami sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Dengan bukti-bukti yang ada, kami yakin bisa menjerat Yuda dan mengembalikan hak-hak Ibu."
Aya menatap Marcel dengan tatapan penuh terima kasih. Ia merasa begitu beruntung memiliki orang-orang yang bersedia membantunya.
"Terima kasih banyak, Tuan Muda" ucap Aya tulus. "Saya tidak tahu bagaimana membalas kebaikan Tuan."
Marcel tersenyum tipis, tanpa sadar tangannya terulur untuk mengusap lembut pipi Aya. "Kamu tidak perlu membalas apa pun."
Cahaya sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Marcel.
Marcel sendiri terkejut dengan apa yang baru ia lakukan segera. Ia berdehem untuk menetralkan suasana.
Marvel menepuk pundak adiknya, bangga dengan ketegasan dan kepedulian Marcel.
"Baiklah, kalau begitu kita berangkat sekarang," kata Marcel, berdiri tegak. "Semakin cepat kita bertindak, semakin cepat kita bisa membongkar kebusukan Yuda. Aku sudah tidak sabar untuk membalas perlakuannya yang telah mempermalukan Aya."
Mereka semua bangkit. Bu Ningsih masih terlihat cemas, namun ia percaya pada Marcel dan timnya.
*
*
*
Cahaya, Bu Ningsih, Marcel, Marvel, Pengacara Radika, dan Detektif Reno tiba di rumah Yuda tepat saat ijab kabul selesai diucapkan. Suara sah menggema dari dalam rumah, menandakan pernikahan Yuda dan Bunga telah resmi.
Tiga mobil mewah yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan janur kuning yang melengkung indah, menyambut para tamu undangan. Para tamu yang berada di halaman, di bawah tenda besar yang didekorasi meriah, langsung mengarahkan pandangan mereka ke sumber suara.
Beberapa warga desa dan anak-anak kecil langsung berhamburan mengerumuni mobil-mobil itu. Mereka terkagum-kagum. Di kampung mereka mana ada yang punya mobil semewah itu?
"Wah, mobilnya bagus sekali!" seru seorang ibu-ibu dengan mata berbinar.
"Apa mereka keluarga dari Bu Ningsih?”
“Mungkin saja. Tapi bisa jadi mereka dari keluarga besan?" timpal yang lain, penasaran dengan siapa yang datang.
Keributan kecil segera terjadi di antara para tamu, bisik-bisik penasaran bercampur dengan kekaguman terhadap mobil-mobil mewah itu. Suara-suara itu terdengar hingga ke dalam rumah tempat akad nikah baru saja selesai dilaksanakan.
Namun, sesaat kemudian, para tamu yang tadinya mengagumi mobil mewah itu terkejut bukan main. Mereka mengira mobil itu membawa keluarga dari pihak tuan rumah, tetapi ternyata,,,
"Lho, itu kan Cahaya?" bisik seorang wanita, mengenali sosok gadis yang beberapa waktu lalu menjadi bahan cibiran karena berusaha memeras keluarga Yuda.
Cahaya dan ibunya turun dari salah satu mobil, lalu melangkah masuk diiringi oleh beberapa pria berjas hitam yang tampak berwibawa. Para tamu terdiam, saling pandang dengan wajah bingung dan bertanya-tanya.
"Iya, itu Cahaya! Kenapa dia datang ke sini?" timpal yang lain dengan nada terkejut.
"Aaa... Ada monster...!" seorang anak kecil berteriak sambil menunjuk ke arah Marcel. Teriakan yang kemudian saling bersahutan. Beberapa anak kecil menangis.
Suasana yang tadinya ramai dan penuh kebahagiaan, seketika berubah menjadi tegang. Suara orkes berhenti. Semua mata tertuju pada Cahaya dan rombongannya. Beberapa ibu yang semula mengagumi mobil mewah, kini sibuk menenangkan anak-anak mereka.
Di dalam rumah, Yuda yang baru saja resmi menjadi suami Bunga, mendengar keributan dari luar. Ia mengerutkan kening, merasa penasaran dan sedikit khawatir.
"Ada apa di luar?" tanyanya pada salah seorang kerabatnya.
"Sepertinya ada tamu yang datang, Yuda," jawab kerabatnya. "Tapi sepertinya bukan dari keluarga kita."
Yuda semakin penasaran. Ia memutuskan untuk keluar dan melihat sendiri apa yang sedang terjadi.
Begitu tiba di luar, ia terkejut bukan main melihat Cahaya berdiri di halaman, diapit oleh beberapa pria berjas hitam. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mulai membasahi dahinya.
"Aya?" ucap Yuda dengan suara bergetar. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
. cuit cuit