Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Merayu
Malam itu hujan turun dengan sangat lebat. listrik pun sempat padam beberapa jam. Arunika duduk di ruang tamu dengan berbekal senter yang ia bawa dari rumahnya.
Di depannya tampak beberapa buku besar yang berisi tentang ilmu kedokteran. Gadis cantik itu tampak fokus membaca buku di tangannya.
Ia kembali mengulas ilmu yang beberapa tahun silam ia pelajari. Sedang serius - seriusnya membaca, ketukan pintu rumah yang tiba - tiba dan cukup keras, membuatnya sedikit terperanjat hingga buku terlepas dari tangannya.
"Assalamualaikum, bu dokter." Seru seorang laki - laki di temani suara tangisan bocah yang kesakitan.
"Waalaikumsalam. Sebentar!" Jawab Runi. Dokter cantik itu segera berlari ke dalam kamar untuk mengambil kerudung juga cardigannya.
Ia lalu kembali ke ruang tamu dan membuka sedikit pintu. Seperti biasa, ia mengikuti perintah pak Karto.
"Ada apa pak Mus? Loh! Astaghfirullah, Ipin kenapa tangannya?" Tanya Runi.
Berbekal senter di tangannya, ia bisa melihat tangan Ipin, anak laki - laki berusia sembilan tahun yang bercucuran darah.
"kena golok, bu dokter. Bocahe mboten iso di penging. Niki wau dolanan golok, ndamel layangan. (Anaknya tidak bisa di larang. Ini tadi mainan golok, buat layangan)." Cerita pak Mus.
"Aduh, saya gak bisa jahit tangannya di rumah. Tolong di tahan dulu dengan kain seperti itu, ya. Saya panggil pak Kades atau pak Sekdes dulu, biar bisa antar ke balai kesehatan. Duduk dulu, pak." Ujar Runi yang kemudian berlari ke rumah pak Karto.
"Assalamualaikum!" Seru Runi sambil mengetuk pintu.
"Bapak, Ibu..... Assalamualaikum." Seru Runi yang panik.
"Waalaikumsalam. Ada apa, Run? Ya Allah hujan gini, basah itu bajumu. Ayo masuk." Tanya Wulan yang membukakan pintu.
"Itu mbak, anu, Bapak, Mas Abi atau Agil ada? Runi mau minta tolong di temani ke balai kesehatan. Itu ada pasien yang tangannya terkena golok." Cerita Runi.
"Eh Astaghfirullah. Bi.... Abi. Agiiillllll." Seru Wulan memanggil adik - adiknya.
"Bapak, ibu dan denok lagi ke desa sebelah, tempat bude, nduk." Imbuh Wulan.
Dua pria yang di panggil Wulan itu tampak berlari tergopoh - gopoh menghampiri sumber suara.
"Kenapa mbak? Mau melahirkan?" Tanya Agil.
"Belum! Itu Runi minta tolong di antar ke balai kesehatan."
"Mau ngapain, dek?" Tanya Abi.
"Itu, Mas, si Ipin tangannya luka parah kena golok." Jawab Runi.
"Lah isone, mbengi - mbengi peteng ndedet, mati lampu kok dolanan golok. (Lah bisanya, malam - malam gelap gulita, mati lampu kok mainan golok.)" Gerutu Agil.
"Yaudah ayo, Mas siapkan mobil." Kata Abi yang langsung meraih kunci mobilnya.
Runi pun mengangguk dan segera kembali ke rumahnya.
"Ealah, mbok pake payung to nduk!" Seru Wulan yang melihat Runi lari begitu saja.
Abi dan Runi pun segera membawa Ipin dan pak Mus ke balai kesehatan. Tak lupa lampu senter dan kunci balai kesehatan Runi bawa juga.
"Mas Abi, tolong pegangin ini senternya." Kata Runi yang sedang mempersiapkan keperluan untuk menjahit tangan Ipin.
Runi dan Abi pun terkejut kala melihat jari Ipin yang terluka sangat dalam. Abi sampai merasa mual karena melihat luka yang begitu dalam.
"Mas, kenapa?" Tanya Runi.
"Mual, dek. Mas sepertinya gak bisa lihat luka parah gitu." Jawab Abi.
"Yah, terus gimana dong. yaudah Mas duduk aja, biar pak Mus yang pegangin lampunya." Pinta Runi.
"Maaf bu dokter, saya juga gak kuat lihat luka seperti itu." Kata pak Mus yang gemetaran.
"Astaghfirullah, kalian gimana sih?" Gemas Runi pada dua pria di belakangnya.
"Mas sini! Tolong pegangin. Mas duduk aja di bed, jangan lihat lukanya, lihatin aku saja. Yang penting senternya di pegang yang bener." Titah Runi yang di turuti Abi.
Abi terus memandang dokter cantik di depannya yang sedang fokus dengan pekerjaannya.
Abi semakin terpesona kala melihat wajah serius Runi yang tampak semakin cantik. Di tambah dengan bulir keringat yang mulai bermunculan di dahi dokter itu.
Abi mengulurkan tangan dan menyeka keringat di dahi Runi dengan ujung kaos lengan panjang yang ia kenakan.
"Mas, biasa aja ngeliatinnya." Tegur Runi.
"Gak bisa, dek. Gak bisa suruh biasa aja kali ini." Jawab Abi yang cengengesan.
"Aku lagi jahit luka, Mas. Nanti aku gugup, terus tremor, terus salah jahit, gimana?" Kata Runi.
"Eeiis gak mungkin. Buktinya tanganmu gak tremor, geraknya masih tetap gesit." Jawab Abi yang kini memperhatikan gerak tangan Runi.
Runi tak merespon lagi kata - kata Abi. Ia nampak semakin fokus dengan pekerjaannya.
"Alhamdulillah." Lirihnya ketika ia selesai memasang perban.
"Udah selesai, dek?" Tanya Abi.
"Udah, Mas. Mas, kok ngeliatinnya gitu banget? Kenapa sih? Ada yang salah sama wajahku?" Tanya Runi.
Abi kembali mengusap peluh di dahi Runi sembari merapikan anak rambut yang keluar dari hijabnya.
"Cantik." Jawab Abi dengan senyuman manisnya, membuat wajah Runi memerah.
"Ciiyee...., bu dokter dan pak Sekdes. So sweet..." Kata Ipin di sertai gelak tawa. Sementara pak Mus hanya bisa cengar cengir.
"Hus! bocil, bisa aja!" Kata Runi.
"Bisanya sekarang godain. Tadi aja nangis - nangis kamu, pin." Timpal Abi.
"Mas juga, udah tau ada Ipin dan pak Mus. Sempet - sempetnya ngegombal." Kata Runi yang kini merapikan peralatannya.
"Gak gombal. Bu dokter cantik kan, Pin?" Tanya Abi.
"Iya, bu dokter memang cantik, hehehe." Jawab Ipin membenarkan.
Abi dan Runi mengantar Ipin dan pak Mus pulang terlebih dahulu karena hujan masih saja turun walaupun tak sederas tadi.
"Matur suwun, bu dokter, pak sekdes. Ayo mampir dulu." Ajak pak Mus.
"Terima kasih, pak. Kami terus saja, sudah malam." Jawab Abi.
"Ipin, besok lagi kalau hujan petir dan mati listrik, jangan mainan golok lagi ya. Pakai gergaji mesin sekalian. Kalau gak punya, pinjam sama pak Kades." Ledek Abi.
"Siap, pak Sekdes! Nanti tak bilang sama pak Kades, di suruh pak Sekdes pinjam gergaji mesin." Jawab Ipin sambil hormat dengan wajah tanpa dosa.
"EALAH BOCIL..... BOCIL...." Seru Abi gemas, membuat Runi dan pak Mus tertawa.
...****************...
"Udah mau turun, dek?" Tanya Abi yang menghentikan mobil di samping rumah Runi.
"Mas berhenti di sini, berarti nyuruh aku turun kan?" Tanya Runi.
"Gak kangen sama Mas? tiga hari ini gak ketemu loh, dek. Mas sibuk bolak balik ke Kecamatan dan Kabupaten." Kata Abi.
"Kangen, sih. Tapi aku bisa apa? Gak mungkin aku ngelarang Mas." Jawab Runi.
"Ganti bajumu, Mas tunggu di ruang tamu. Mas naruh mobil di garasi dulu." Titah Abi yang di jawab anggukan oleh Runi.
Sesuai permintaan Abi. Runi pun masuk kerumahnya dan segera mengganti pakaian yang lembab karena terkena hujan. Setelah itu, ia keluar menuju ke ruang tamu.
"Sini..." Abi meraih tangan Runi dan memintanya duduk di sebelahnya.
Abi lalu tidur di sofa empuk itu berbantalkan paha Runi.
"Duh, enak banget." Lirih Abi sambil memejamkan mata.
"Capek ya, Mas? Mata Mas sayu, pasti kurang istirahat tiga hari ini?" Tebak Runi sembari membelai lembut kepala Abi.
"Hm'm dek." Jawab Abi yang terpejam. Nampak menikmati belaian Runi di kepalanya.
"Mas gak ngelewatin makan, kan?" Runi memastikan.
"Makan siang yang sering kesorean, dek. Tapi biasanya kalau bener - bener gak sempet, Mas makan roti sih. Kamu kan sering masukin roti di tas Mas. Kadang satu belum ke makan aja, udah kamu masukin lagi." Jawab Abi.
"Ya itu, buat jaga - jaga kalo Mas tiba - tiba lapar. Mas kan sibuknya ngalah - ngalahin selebriti." Kata Runi yang membuat Abi terkekeh.
"Hm'm. Matur suwun njih, sayangku." Ujar Abi.
"Sama - sama, calon imamku." Jawab Runi sembari menarik hidung bangir Abi.
"Mas mau aku injeksi vitamin, biar seger? Aku masih ada stok beberapa ampul." Tawar Runi.
"Nanti aja, dek. Mas lagi menikmati di elus - elus kamu kayak gini." Jawab Abi.
"Ish ish ish. Pak sekdes ugi saget ngalem to. (Pak sekdes juga bisa manja to.)" Ledek Runi.
up yg banyak dooong 🙏🏻🙏🏻🙏🏻