Ayana Malika Ifana, harus rela menjadi pekerja terselubung demi membayar uang sekolah, dirinya bekerja disebuah perusahaan sebagai cleaning servis karena usianya yang belum genap 17 tahun, jadi dirinya dipekerjakan diam-diam oleh tetangganya yang bekerja bebagai kepala bagian, dan karena membutuhkan uang AMI panggilan nama singkatan miliknya, rela menjadi pekerja terselubung untuk mendapatkan uang.
Dan dirinya juga harus terjebak dengan pria yang dia panggil OM, pria itu yang sudah membuat dirinya kehilangan semua mimpinya.
Bagaimana Ayana Malika Ifana, bisa melalui ujian hidupnya, dan dipertemukan dengan pria yang sudah matang untuk usianya yang belum genap 17 tahun.
Yukk ah, kepoin ceritanya, hanya di NovelToon, jika terdapat cerita yang sama maka itu adalah plagiat, karena saya hanya membuat karya ini hanya di NovelToon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati yang tersakiti
Seperti yang di katakan Olive. Ami melamar pekerjaan di cafe yang lumayan sedikit jauh dari sekolahnya, jika berjalan kaki Ami hampir membutuhkan waktu 20menit untuk sampai.
"Selamat ya Mi, kamu di terima." Olive memberi selamat untuk Ami yang baru saja di terima.
"Terima kasih Ol, kamu emang sahabat terbaikku." Ami membalas pelukan Olive.
Beruntung pemilik cafe menerima dirinya untuk bekerja paruh waktu, dan memang cafe itu membutuhkan karyawan yang masih muda dan juga butuh pekerjaan. Karena cafe itu milik seorang pria yang masih pelajar, dan dia sengaja mendirikan tempat usaha dan meraup remaja-remaja pengangguran yang sudah mencari pekerjaan untu dirinya bantu.
Sedangkan Ami sendiri bersyukur karena dirinya langsung mendapat bekerja dan tidak menjadi masalah jika dirinya masih seorang pelajar.
Ami mulai bekerja pukul tiga sore sampai jam delapan malam, karena waktu sekolah Ami selasai di jam dua siang, mereka bekerja di bagi menjadi dua shif dan cafe buka di jam setengah pagi.
"Kami tahu, pemilik cafe tadi?" Tanya Olive yang mengingat wajah pria pemilik cafe tadi.
Ami hanya menggelengkan kepalanya, dia memang tidak terlalu open dengan wajah pria.
"Ngak, memangnya kenapa?" Mereka berjalan menuju halte angkot yang tak jauh dari cafe tersebut.
"Dia kakak kelas kita di tingkat tiga." Olive yang ingat wajah pria itu.
"Oh, aku malah ngak tau, soalnya gak penting."
Olive hanya mencebik, memang kedua gadis itu tidak pernah terlihat peduli dengan keadaan sekolah, mereka saja tidak tahu cowok paling fames di sekolah dan paling tenar disekolah.
Bagi mereka sekolah hanya untuk belajar, dan bukan untuk ajang mengidolakan cowok-cowok tampan di sekolah.
"Ish, itu loh yang namanya Kak Zian taukan." Tanya Olive lagi yang ikut duduk di samping Ami. Mereka menunggu angkutan umum untuk pulang.
"Oh, cowok good looking disekolah." Ami menatap Olive, dan Olive pun mengangguk.
"Ternyata selain tampan, kak Zian cowok pekerja keras ya, buktinya dia udah punya cafe sendiri." Ucap Olive sambil tersenyum.
Ami melirik Olive yang tersenyum heran, "Ck, awas tar lu naksir."
.
.
Ami sampai rumah ketika hari masih sore, bahkan matahari masih memancarkan sinarnya.
Hari ini toko yang biasa dia kunjungi tutup selama seminggu, karena pemilik toko sedang acara kelaurga.
Langkah gontai Ami mengantarkannya pada rumah sederhana peninggalan satu-satunya sang ayah, harta yang mereka miliki.
Deg
Langkahnya memelan ketika melihat mobil mewah terparkir di depan rumahnya, Ami tidak buta dan tidak lupa ingatan mobil mewah berwarna hitam itu milik siapa.
"Ck, ngapain mobil orang parkir di depan rumah." Gerutunya berjalan masuk ke pekarangan rumahnya.
Jam memang menunjukan pukul empat lewat itu artinya, jam kantor sudah selesai.
"Ayana.." Panggil Ando ketika melihat gadis yang sejak tadi dia tunggu baru saja datang dan Ando tersenyum.
"Ada apa Om?" Tanya Ami pada Ando, ketika mereka sudah berada di teras rumahnya.
Melihat wajah Ami yang masam membuat Ando tidak enak.
"Em, Aku kemari di suruh jemput kamu untuk datang ke rumah besar." Ando menatap reaksi Ami.
Ando sendiri juga tidak tahu alasannya, ketika kedua orang tua Nathan datang ke kantor dan menyuruhnya untuk menjemput gadis yang kemaren kepergok tidur berduaan dengan Nathan untuk dibawa kerumah besar. Dan kebetulan karena Ando tidak membawa mobil jadilah dia membawa mobil Nathan.
Ami menaikan satu alisnya mendengar ucapan Ando. "Menjemput? untuk apa?" Tanya Ami yang tidak mengerti, apakah dia memiliki masalah.
"Aku tidak tahu Ayana, yang jelas aku di suruh ibunya Nathan untuk menjemput kamu." Tutur Ando lagi.
Ami menghela napas. "Bisakah aku menolak ajakan Om." Ami menatap Ando. "Aku tidak mau berurusan lagi dengan orang kaya seperti kalian, dan jika aku memiliki salah sampaikan saja rasa maaf ku." Ucap Ami sambil menunduk sedikit.
"Eh, bukan seperti itu, aku hanya menjalankan perintah. Kamu bicara saja sama Nathan."
"Nathan." Ami mengerutkan keningnya, disini dirinya tidak melihat siapa-siapa kecuali mereka berdua.
"Ck, Ayo." Ando menarik tangan Ami untuk mendekati mobil yang terparkir didepan rumahnya.
Ando mengetuk kaca mobil Nathan, dan tak lama kaca itu terbuka menampilkan pria berwajah datar dan dingin dengan kaca mata hitamnya.
Ami hanya melirik enggan untuk melihat pria yang berada di dalam mobil itu.
"Bicaralah dengannya, karena kalian yang bersangkutan." Ando menyuruh Ami untuk bicara pada Nathan dan dia pun menjauh dari mobil nya.
Satu menit, lima menit hingga sepuluh menit keduanya tidak ada yang buka suara.
"Kata_
"Saya_
Keduanya mengeluarkan suara secara bersamaan, membuat mereka salah tingkah.
"Saya tidak bisa ikut anda, dan saya juga minta maaf jika ada salah tolong sampaikan maaf saya kepada kedua orang tua anda. Dan maaf saya tidak bisa ikut dengan anda." Ami lebih dulu bersuara, dirinya menyampaikan apa yang akan dia katakan, dan setelah mengatakan itu Ami membungkuk dan pergi meninggalkan Nathan yang belum sama sekali menjawab perkataanya.
Nathan menatap punggung gadis itu dengan tatapan tak percaya, dirinya sama sekali tidak di anggap setelah dia bicara.
Ando pun hanya geleng kepala, Ayana cukup berani bicara dengan Nathan seperti itu, bahkan meninggalkan Nathan begitu saja tanpa mau mendengar apa yang akan Nathan bilang.
"Gue rasa dia udah ilfill dan dendam sama lu." Ucap Ando yang sudah masuk ke mobil, duduk dibalik setir kemudi.
"Masalah bicara sama tente, lu sendiri yang ngomong." Ando segera menyalahkan mesin mobilnya, dan meninggalkan rumah sederhana milik Ayana.
Nathan hanya diam, dirinya tidak tahu kenapa kedua orangtuanya mendesaknya menikahi gadis itu, padahal sudah jelas dirinya tidak berbuat apa-apa dengan gadis itu, bahkan gadis itu sendiri tidak menuntutnya yang macam-macam.
Ami menatap jendela kamarnya yang mengarah pada halaman rumahnya, dirinya bisa melihat jika mobil mewah tadi sudah pergi dari rumahnya.
"Jangan lagi berurusan dengan orang kaya Ami, kalau tidak mau hidupmu sengsara." Gumamnya pada dirinya sendiri.
Memang orang kaya tidak semua nya sama, tapi mendengar perkataan Nathan membuatnya sakit hati, Ami memang gadis cuek dan periang, tapi jika hatinya sudah tersakiti dirinya memilih menjauh dan diam tanpa mau basa-basi hanya untuk mendapat perhatian.
Nathan adalah orang pertama yang menyakiti hatinya, biasannya Ami tidak akan ambil hati jika orang berkata kasar padanya, tapi dengan Nathan, pria itu melukai harga dirinya dengan sebutan wanita penggoda dan murahan.
"Ya Tuhan, jauhkan aku dari rasa benci dan dendam." Ami menatap langit sore dengan perasaan gundah, dirinya tidak ingin menjadi gadis pendendam, tapi hatinya yang merasakan sakit tidak terima jika orang merendahkan dirinya seenaknya.
Nathan tidak tahu siapa dirinya, hanya karena bajunya yang robek pria itu mengatainya penggoda.
gak prhatian ma istri harta juga gk hbis2 buat apa mngabaikan istri kmu.istri hilang baru tahu rasa kmu