Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
Dimulai dari pagi ini, Rania mulai aktif mengikuti serangkaian yang sudah dijadwalkan. Stase pertama kebagian stase obgyn
yang beda pola jaganya dari stase lain, dan akan dijalani selama 10 minggu. Kebetulan untuk seminggu ini Rania berjaga di poli obgyn. Setelah mengisi absensi kehadiran, sekitar pukul sembilan gadis itu mulai disibukkan di ruang poli dengan mengikuti satu konsulen (Dokter spesialis). Menjadi asisten dokter dan ikut menangani pasien.
Hari pertama cukup berjalan dengan hectic. Dengan berbagai kasus pasien yang ditemukan. Gadis itu baru selesai tugas jam tiga sore dan bisa beristirahat pulang.
"Ra, lo pindah kost?" tanya Jeje yang kebetulan sore ini beranjak bareng Rania.
"Enggak kok, masih tetap. Emang kenapa?" Pada kenyataannya memang Rania tidak pindah kost, hanya singgah sementara untuk dua minggu ke depan. Yang mungkin akan dilewati penuh dengan drama dan rintangan.
"Nggak pa-pa sih, berarti pulangnya dekat. Lo lapar nggak? Ngantin dulu yuk, atau ngafe, kita minggu ini mungkin beruntung aja pas jaga di poli, masih lumayan santai kalau nggak banyak pasien yang datang. Tapi kayaknya perlu waspada deh buat roling seminggu ke depan," papar Jeje mendramatisir. Pasalnya yang berjaga di bangsal tidak bisa pulang atau pun berangkat sesuai jam yang sudah ditentukan di atas kertas. Tugas di sana super duper sibuk dan semua koas pasti akan kebagian.
"Nikmati aja, Je, kamu bener, baru sehari udah pada kusut aja tuh muka yang jaga di bangsal. Haha."
Rania dan Jeje memilih mengunjungi kantin sebelum pulang. Waktunya benar-benar disibukkan dengan koas yang sudah di depan mata, bahkan mulai dilakoninya. Jadi untuk main atau jalan-jalannya mimpi aja dulu.
"Wih ... di sini juga lo, Ra?" Kenzo dan Asa datang secara bersamaan.
"Cie ... yang sedari tadi berduaan terus," goda Jeje tersenyum.
"Berempat lah sama kalian," jawab Asa santai seraya menjatuhkan bokongnya di kursi sebelah Rania.
"Emang pada nggak setia kawan kalian pada," omel si kalem Tama menyusul. Padahal mah kalemnya Tama ya nggak kalem-kalem amad. Pria itu langsung nyerobot saja bangku Asa dan menempatkan posisinya tepat di samping Rania.
"Hmm ... yang maunya deketan terus," celetuk Jeje ember.
"Jaga jarak lah, tiga centi," jawab Rania sok anti.
"Geser adek-adek koas, beri tempat duduk Bang Tama yang paling nyaman," ujarnya bangga sendiri.
"Dih ... nyalip aja jadi cowok, noh bangku banyak yang kosong, ngapain cari yang sempit."
"Karena yang sempit lebih menggoda," timpal Kenzo jayus.
"Sempit apanya, Ken?" Jeje angkat bicara.
"Tahu sempit apanya, gue masih polos," jawab Kenzo sok kalem.
"Pada kurang pas nih kalian, pada mau ngisi perut atau mau ghibah."
"Selfi dulu, eh itu queen vloger beraksi," tuduh Rania tertuju si moddy Asa yang duduknya sudah berpindah tempat. Cewek paling centil, cerewet, dan modis itu tak pernah absen dari kamera miliknya. Mungkin kalau di ruang jaga boleh ambil gambar gadis itu adalah tersangka pertama.
Alhasil mereka berlima makan bersama bareng-bareng di kantin.
Nikmat mana lagi yang kau dustakan, sungguh hari ini harus disyukuri karena berjalan cukup lancar, dan lumayan tegang.
Asyik bercengkrama membuat mereka tidak peka, bahwa diam-diam ada yang memperhatikan mereka. Lebih tepatnya memperhatikan Rania yang tengah menampilkan deretan giginya tanpa beban. Sesuatu yang langka, bahkan jarang terlihat oleh Rayyan sewaktu di rumah. Cenderung gadis itu banyak menggerutu dan mengomel.
Rania yang sedang asyik berswafoto tak sengaja menengok ke samping. Menemukan pria itu tengah menatapnya tanpa jeda. Seketika senyum dan tawa gadis itu hilang, berganti mode kalem dan pura-pura tak tahu.
"Serius amad lihatin dedek-dedek koas?" tegur Raka mengganggu acara halunya.
"Heran, di mana-mana ngikutin gue mulu, jauh-jauh sana, merusak suasana saja," jawab Rayyan sebal.
"Jangan terlalu membenci, entar kamu cinta," selorohnya kelewatan.
"Sama lo, najis mughaladhoh!" jawab Rayyan sembari begidik ngeri.
"Astaghfirullah ... segitunya, entar bucin lo sama gue, siapa coba yang lo cari kalau lagi patah hati, gue 'kan?"
"Baru sekali doang keles, perhitungan amad."
"Astaga! Itu di sana ada Dokter Ray?" pekik Asa girang. Melihat penampakan mahkluk Tuhan yang paling tampan menurut versinya.
"Ceileh ... lebay! Gantengan gue ke mana-mana," celetuk Kenzo percaya diri.
"Dih ... pede amad, lo tuh enam dari angka sepuluh yang ada."
"Sembarangan, pada rabun ya kalian? Senior mah kelihatan keren karena udah punya tempat aja, coba gue juga gitu, bucin lo sama gue."
"Hih ... halu banget lo!" Asa terlihat tak terima.
Sementara Rania merasa ponselnya bergetar, gadis itu membukanya dan menemukan pesan dari seseorang yang kini tinggal seatap dengannya.
[Pulang bareng aku tunggu di parkiran]~ Dokter Tampan
Rania menatap layar ponselnya dengan deretan huruf yang terkirim dari pria yang kini tengah beranjak dari kantin. Dengan wajah cool dan cueknya melewati saja tanpa menyapa.