Pernikahan nya dengan seorang duda beranak dua,menyisakan luka yang setiap hari nya di rasakan oleh Fifian,,sang mantan istri yang selalu membayangi rumah tangga nya membuat sang suami tidak perhatian pada nya..Di tambah lagi pekerjaan yang selalu menyibukan diri nya..
Ketikan Fifian meminta cerai barulah Alexander sang suami menyadari akan kesalahan nya..
Akankah Fifian memaafkan Alexander..???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dada_1407, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Hati Gani
Alex terperanjat..
"Eh bukan apa-apa kok. Btw, kamu masih belum mengantuk?" tanya Alex.
"Belum, Mas. Aku belum mengantuk. Kenapa? Kamu nggak mau nemenin aku telponan lagi."
"Mau kok, siapa bilang nggak mau."
Fifian semakin menaikkan bajunya. Dia ingin melihat seberapa jauh Alex dapat bertahan. Tangan Alex pun masih betah berlama-lama mengusap pahanya, bahkan dengan nakalnya sesekali menyentuh segitiga sensitive nya.
Sebenarnya fifian tidak nyaman sekali disentuh suaminya seperti ini. Benci sekali. Tapi demi mengusir Febi, fifian pikir harus melakukan nya. Fifian hanya diam dan membiarkan suami nya melakukan apapun yang dia inginkan.
"Seharusnya kalau kamu mau ini, bilang. Nggak usah pakai marah-marah mau ke kamar Gani," Alex mencium pipi istri nya yang masih dengan posisi dari belakang.
"Halo, Mas Alex." febi merasa gusar mendengar ucapan Alex pada Fifian
"Iya, Febi," gumam Alex tak fokus, karena sekarang seluruh fokus Alex ada pada istrinya.
"Ahh, Mas," Fifian sengaja mendesah supaya terdengar oleh Febi,dia sedang menikmati sesuatu..
"Mas Alex biar aku cepet tidur gimana kalau Mas nyanyiin aku lagi."
"Lagu? Lagu apa?"
Alex meletakkan ponsel di meja dan tiduran di belakang istrinya dan menciumi belakang lehernya.hanya ingin pura-pura mendesah, tapi sentuhan suaminya memang benar-benar membuatnya mendesah. Seberapa banyak dia mengatakan benci, hati dan tubuhnya tidak bisa bohong.
Fifian masih mencintai suaminya dan masih menginginkan nya. Sebenci atau sejijik apapun, sentuhan suaminya masih bisa membuatnya bergairah.
Fifian benci sekali dirinya yang seperti ini, dirinya yang lemah setiap di dekat suaminya.Kamu harum sekali," gumam Alex sambil menyusurkan bibir di leher istrinya dan sesekali mengigit daun telinganya.
"MAS DARIO!" Febi berteriak.
Alex langsung tersentak dan menarik diri.
"Halo, Febi. Kenapa? Kenapa teriak?"
"Aku tiba-tiba kangen Gina, Aku boleh lihat wajah Gina sebelum tidur?"
"Maksudnya videocall?"
"Iya. Please, Mas. Kali ini aja."
Fifian lalu memejamkan mata sambil mencengkeram sisi bantal. Dia semakin memiringkan tubuh nya agar wajahnya tak terlihat oleh suaminya. Sekuat apapun Fifian terlihat baik-baik saja, matanya tak akan bohong, bahwa dia sangat terluka. Dan Fifian tidak ingin suami yang paling dia benci melihat lukanya.
"Sebentar aja. Nanti kamu lanjutin itu lagi sama Fifian.."
Alex menghela napas kasar. Padahal dia sedang tegang-tegang nya, tapi gagal karena Febi, Meski begitu Alex tetap menuruti keinginan mantan istri tersayang nya.
"Yaudah,tapi habis itu langsung tidur ya."
"Iya, Mas, aku pasti langsung tidur, terima kasih."
Alex mengakhiri panggilan dulu, lalu menatap istrinya yang masih memunggungi nya.
Fifian hanya diam, tidak protes atau melarangnya. Dan diam nya Fifian justru membuat Alex merasa tak enak.
"Aku nggak akan lama."
Tak ada sahutan.
"Fifian, aku lagi ngomong sama kamu."
Hening. fifian hanya diam.
"Fifian jawab!"
"Iya," jawab Fifian pelan.
Suaranya mengisyaratkan betapa lelah nya dia sekarang. Bahkan tubuh nya pun tidak bisa menarik perhatian suami nya.
Lalu apa lagi yang harus lakukan agar suami nya mau memprioritaskan nya.
"Kamu marah?" Fifian menggeleng.
"Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh aku melakukan ini bukan karena aku masih mencintai Febi, tapi kerena saat ini Febi membutuhkan aku agar cepat sembuh. Setelah dia sembuh,aku pasti akan selalu memprioritaskan kamu."
"Iya," jawab Fifian yang lagi-lagi singkat.
Alex mengacak rambutnya dengan kasar. Sungguh, lebih baik Fifian mendebatnya, daripada menjawab singkat-singkat begitu.
"Aku segera kembali," Alex lalu mencium kening istrinya dan lari keluar kamar.
Saat itu juga tangis Fifian pecah."Aku nggak mau nangis, jangan nangis mata," ucap Fifian seraya mengusap pipinya dengan kasar.
Fifian benar-benar tidak mau menangis. Menangis hanya membuatnya terlihat lemah dan tak berdaya. Fifian harus kuat untuk menghadapi masalah nya yang kian hari terasa semakin berat.
"Sakiiiiiitt, Tuhan, hiks."
Tak mau berhenti menangis juga, Fifian pun membiarkan air matanya mengalir. Toh di sini nggak ada siapapun, tidak akan ada yang mendengar tangisan nya dan mengatakan dia lemah.
Namun tanpa Fifian sadari, sejak tadi Alex masih ada di balik pintu. Dia belum pergi meskipun sejak tadi ponsel nya berdering panggilan dari Febi.
Tangisan Fifian benar-benar menyesakkan hati. Alex masih tidak mengerti apa yang membuat Fifian menangis sampai terisak-isak begitu. Alex sudah menjelaskan, Alex tidak mencintai Febi, dia melakukan ini agar Febi cepat sembuh, tapi kenapa Fifian masih terus merasa tersakiti.
Alex pada akhirnya tidak jadi ke kamar Gina atau Gani. Dia meninggalkan ponsel nya di sofa lantai atas lalu menuju ke dapur yang ada di lantai satu.
Di sana Alex menyimpan beberapa minuman penyegar..
Alex merasa pusing sekali dan membutuhkan minuman itu untuk menghilangkan sejenak pusingnya.
"Daddy."
Belum sempat Alex mengambil, dia dikejutkan oleh putranya.
"Gani, kamu belum tidur?" Gani menggeleng.
"Gani sedang nungguin Mommy, Mommy bilang mau ke kamar Gani.."
Seandainya Alex mengatakan Mommy-nya sedang menangis, Gani pasti langsung mengamuk. Gani begitu menyayangi Fifian, bahkan rasa sayang Gani lebih besar pada Fifian daripada rasa sayangnya pada diri nya. Bagaimana bisa Gani menyayangi Fifian sebesar itu padahal Fifian hanya ibu tiri?
"Kenapa Daddy di sini? Mommy mana?"
"Mommy di kamar lagi tidur."
"Aku mau ke kamar Mommy."
"Mommy lelah, jangan ganggu Mommy."
Gani menoleh lagi,
"Mommy lelah juga gara-gara Daddy?"
"Memang nya apa yang Daddy lakukan sampai Mommy lelah?" Alex melotot pada putranya. Umur Gani baru tujuh tahun, tapi anak nakal ini selalu bersikap sok dewasa.
"Daddy buat Mommy sedih." Alex tercubit dengan omongan putranya, tapi dia terlalu gengsi mengaku.
Alex masih menyangkal jika dia adalah sumber penderitaan Fifian. Lagipula selama ini Alex selalu melakukan tanggung jawabnya. Uang, tempat tinggal, bahkan nafkah batin juga. Tapi Fifian yang menolaknya.
"Gani, kamu jangan sok tau tentang Mommy sama Daddy. Anak kecil nggak boleh ikut campur urusan orang dewasa. Lebih baik Gani belajar yang rajin, biar pinter dan jadi penerus perusahaan Daddy."
"Gani nggak akan ikut campur kalau Daddy nggak menyakiti Mommy." Alex mendengkus,
"Dari tadi kamu terus nuduh Daddy menyakiti Mommy. Kapan Daddy menyakiti Mommy? Apa Daddy pernah bentak atau mukul Mommy? Nggak pernah kan?"
"Daddy memang nggak pernah mukul Mommy, tapi Daddy menyakiti hati Mommy. Daddy selalu deket-deket sama Mama Fabi.."
"Gani, mama Febi itu ibu kandung kamu. Kamu nggak suka ayah kandung Kamu deket sama ibu kandung kamu?"
"Nggak suka. Karena Mama Febi bukan lagi istri Daddy. Kata Gran pa, suami itu harus melindungi dan mengutamakan istri, tapi selama ini Daddy selalu mengutamakan mama febi, padahal Mama Febi bukan istri Daddy lagi. Setiap Mama panggil Daddy, Daddy langsung datang, bahkan saat Daddy bersama Mommy sekalipun. Setiap Daddy pergi sama Mama, Mommy sedih.Tapi Mommy nggak mau keliatan sedih. Gani nggak suka lihat Mommy sedih."
Alex terdiam. Kalimat demi kalimat yang di ucapkan dengan polosnya oleh putranya seperti pisau yang menghujam dadanya. Sampai kapan dia mau memungkiri fakta itu, fakta bahwa sikapnya memang menyakiti hati Fifian
Namun keras kepala dan keegoisan, membuatnya terus gelap mata dan selalu merasa dirinya tak salah.
Padahal lagi seru-serunya🥺🥺