Seorang gadis muda, reinkarnasi dari seorang Assassin terhebat di masanya terdahulu. Gadis tersebut tidak menyadari bahwa ia adalah reinkarnasi Assassin tersebut.
Ia menjalani hidupnya dengan biasa-biasa saja. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan seorang wanita dewasa yang ternyata adalah mentor Assassin itu. Wanita ini sudah hidup beratus-ratus tahun lamanya hanya untuk bertemu dengan gadis ini dan akan melatihnya sampai gadis itu siap menghadapi lawannya sendirian karena perlu diketahui, gadis muda itu adalah reinkarnasi terakhir dari Assassin itu.
Tugasnya adalah mencegah lawannya yang juga bereinkarnasi sampai masa di mana gadis itu hidup. Lawannya berencana menguasai suatu pemerintahan di kotanya dengan cara yang kotor.
Ternyata tugasnya tidak hanya itu saja. Ia juga menanggung nasib dunia.
Nasib dunia berada di tangannya.
Mampukah dia menyelamatkan dunianya? Atau dunianya harus punah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Big.Flowers99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemanan Nathalia dan Caroline
Esok hari.
Nathalia bangun di pagi hari. Padahal, ia akan bekerja siang hari namun kebiasaannya yang bangun pagi masih berlanjut sampai sekarang. Nathalia terduduk sebentar.
Ah, olahraga saja deh.
Nathalia memutuskan untuk berolahraga di ruangan rahasianya. Sebenarnya ada tempat gym yang dapat ia pakai akan tetapi, entah mengapa Nathalia lebih senang berolahraga di ruangan itu.
Seperti biasa, Nathalia melakukan aksi tak biasanya terlebih dahulu sebelum mencapai ruangan rahasia. Kali ini, Nathalia sudah lihai menggunakan pistol katrol. Dengan mudahnya ia naik-turun dari jendela kamarnya menggunakan alat itu.
Sepertinya harus aku beri nama ruangan itu. Apa ya?? Hmm... The Secret. Betul sekali. Karena rahasia, lebih cocok dinamakan The Secret.
Nathalia menamai ruangan itu, The Secret.
Sampai di dalam The Secret, Nathalia mulai berolahraga di sana. Beberapa menit kemudian, ia kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Dirasa tenaganya sudah pulih, Nathalia berjalan menuju ruangan jubah disimpan. Ia mengamati jubah itu satu per satu sekaligus membayangkan jika ia memakainya. Pasti sangat keren pikirnya.
Tiba-tiba, Nathalia mendengar suara pembantunya yang memanggil namanya. Sepertinya ia mencari keberadaan Nathalia. Dengan keadaan panik, Nathalia berlari keluar dari The Secret. Matanya fokus tertuju ke rumahnya. Tiba-tiba, pandangannya berubah. Nathalia dapat melihat isi dari rumah tersebut padahal posisinya masih di luar rumah.
Nathalia bernafas lega karena pembantu itu memanggilnya dari luar kamarnya. Dengan cepat ia berlari kembali ke kamarnya.
Sampai di kamar, Nathalia berpura-pura memasang wajah baru bangun tidur. Lalu ia membuka pintu kamarnya.
"Maaf, aku baru bangun," kata Nathalia dengan suara pelan supaya terlihat baru bangun tidur.
"Ya ampun. Ini sudah jam berapa, Nona?? Anda terlambat bekerja," kata pembantunya.
"Hari ini aku masuk siang."
"Benarkah?? Ya sudah. Sarapan dulu setelah itu terserah Nona mau melakukan apa, asalkan dengan satu syarat jangan berbuat yang aneh-aneh," ujarnya.
"Keluar boleh?? Itu tidak aneh, bukan?" Tanya Nathalia.
"Boleh. Asalkan jangan sampai terlambat bekerja."
Nathalia turun untuk sarapan. Ia melihat robot pembantu yang sedang membersihkan perabotan rumahnya. Selesai sarapan, Nathalia bergegas mandi. Setelah itu, ia berganti pakaian. Di kamarnya, ia berpikir sejenak. Nathalia mengira-ngira apakah ia akan keluar dengan waktu yang lama atau tidak. Haruskah ia mengenakan seragam kerjanya? Lama ia memikirkan hal itu sampai akhirnya ia lebih memilih mengenakan seragamnya saja. Sebagai antisipasi kalau Nathalia terlalu lama perginya.
Saat keluar rumahnya, ia teringat sesuatu. Akan lebih seru jika ia membawa perlengkapan yang ada di The Secret. Nathalia mengendap-endap supaya tidak menimbulkan suara menuju The Secret.
Di dalam, Nathalia mengambil pistol katrolnya. Dari wajahnya, ia terlihat sangat senang. Tidak sabar ingin mencobanya di luar sana. Lalu pandangannya beralih ke jubah miliknya. Nathalia terpikirkan untuk mencobanya saja sejenak.
Nathalia mulai mengenakan jubah itu, lengkap dengan masker dan sarung tangan. Ia juga mengalungkan pedang ke tubuhnya. Nathalia mencari-cari cermin. Ia menemukannya di perpustakaan. Lalu ia bercermin.
Waw! Keren. Sepertinya aura The Ghost ada di dalam diriku. Ternyata dia tidak mengerikan yang dibicarakan orang-orang sini.
Nathalia melakukan berbagai pose. Bergaya seperti The Ghost yang berdiri menciptakan suatu aura yang mencekam. Tiba-tiba, ia mendengarkan sesuatu. Suara yang dia kenal berteriak minta tolong. Batu permata yang ada pada kalungnya bersinar seketika. Nathalia tidak menyadari hal itu. Perhatiannya lebih fokus pada suara tersebut.
Seperti suara Carol.
Nathalia segera berlari mengikuti arah datangnya suara. Tanpa sadar, ia berlari masih memakai pakaian itu. Nathalia memanjat dinding, melompat dari gedung ke gedung yang lain, bergelantungan dan akhirnya ia sampai di sebuah lokasi dekat stadion. Di sana tampak sepi, tidak ada siapapun kecuali lima orang dan satu gadis.
Carol dalam bahaya. Aku harus menyelamatkannya.
Nathalia menyadari bahwa dirinya masih memakai pakaian tersebut. Awalnya ragu-ragu namun melihat Caroline semakin terdesak, ditambah ia tidak sadarkan diri, Nathalia mengabaikan pakaiannya. Keselamatan Caroline lebih diutamakan.
Dengan segera ia turun dan mencegat lima pria itu bertindak lebih jauh.
Kini, Nathalia berhadapan dengan lima pria dewasa yang hendak memasukkan Caroline ke dalam mobil. Lima pria itu bersiap menyerangnya dengan senjata tajam masing-masing. Nathalia melawan mereka dengan tangan kosong, padahal ia membawa pedang yang dikalungkan ke tubuhnya. Sepertinya, kepanikan membuat ia lupa tentang senjata itu.
Nathalia berhasil melumpuhkan kelimanya dengan susah payah. Ada luka di wajahnya akibat terkena goresan pedang, nyeri di pundaknya dan pahanya. Sejenak, tangannya memegangi pundaknya karena merasakan sakit. Lalu ia merasakan ada tali di sana. Tangannya mengikuti tali itu dan menyadari sesuatu.
Ah! Bodohnya aku. Kan bawa pedang kenapa pakai tangan. Huh! Biarlah sudah terlanjur.
Nathalia menggendong tubuh Caroline dan membawanya ke rumah. Tubuhnya yang mungil memudahkan Nathalia menggendongnya.
Di sisi lain stadion tersebut, muncul seorang pria, memakai jas hitam dalamnya kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam panjang. Pria itu menggulung lengan jasnya untuk melihat jam tangannya. Di sana terlihat sebuah lambang sebuah pohon yang dilingkari ular sepanjang batang pohon tersebut. Ada senyuman di wajahnya. Setelah itu, ia pergi.
Sampai di rumah, Nathalia membaringkan Caroline di kamarnya. Lalu dengan cepat, Nathalia berganti pakaian. Nathalia tidak mau Caroline melihatnya memakai pakaian itu. Ia juga menyempatkan waktu untuk mandi terlebih dahulu.
Sesaat Nathalia kembali ke kamarnya, Caroline terbangun. Ia celingukan kebingungan sedang berada dimana. Lalu ia melihat Nathalia sedang berjongkok di ambang jendela.
"Eeeee... Halo," sapa Nathalia.
"Apa yang kamu lakukan di sana?? Dan di mana aku??" Tanya Caroline keheranan.
"Di rumahku. Maksudku ada seseorang yang mengizinkan aku untuk tinggal di sini," jawab Nathalia.
"Dimana pengawalku??"
"Entah. Kenapa kamu di sana, Carol?? Aku melihat ada lima orang pria dewasa hendak menculikmu," kata Nathalia seraya menghampiri Caroline lalu duduk di sisi tempat tidur.
"Aku ke sana bersama dengan pengawalku untuk melihat stadion yang akan diresmikan. Lalu dia mendapat telepon secara mendadak. Ia memintaku untuk menunggunya di sana. Aku mengiyakan. Lama juga dia bertelepon sampai ada sebuah mobil datang mendekatiku lalu keluar lima orang itu dan membekapku. Setelah itu, tidak ingat apa-apa. Tiba-tiba aku sudah di sini saja," jelas Caroline.
"Hmm, sebaiknya kamu menghubungi pengawalmu. Jemput saja di sini," kata Nathalia.
"Hmm... Tentu."
Caroline mengamati wajah Nathalia. Ada luka goresan di pipinya.
"Ada luka di pipimu," kata Caroline seraya menunjuk pipinya.
"Ah iya. Tadi tergores saat ke sini. Biasa, karena buru-buru," kata Nathalia berbohong.
"Lalu, bagaimana kamu bisa menemukanku??" Tanya Caroline. Nathalia seketika kebingungan. Ia harus jawab apa. Tidak mungkin ia memberitahu kejadian sesungguhnya.
"Eee... Kebetulan lewat dan menemukanmu sudah terbaring tak berdaya di sana," kata Nathalia. Caroline tampak percaya saja.
"Baiklah. Sebaiknya aku bekerja dulu," kata Nathalia.
"Ayo kita berangkat bersama," kata Caroline.
"Jangan. Lebih baik di sini saja sampai pengawalmu datang."
"Tidak mau. Ayo." Nathalia akhirnya menyetujui.
Caroline hendak mengantar Nathalia menggunakan motornya namun, ia lupa membawanya. Nathalia tidak keberatan jika mereka berjalan kaki saja. Mereka berdua berangkat ke Rott Restaurant dengan jalan kaki.
Nathalia kembali mendengarkan cerita yang tidak penting dari Caroline. Isinya tentang keluh kesahnya. Menurut Caroline, dengan usianya yang masih muda, sangat sulit menjalankan perusahaan besar yang dipegang ayahnya. Caroline tidak mau awalnya namun karena dipaksa, mau tak mau ia menurut saja. Nathalia mendengarkan saja dan menjawab seadanya.
Bagi Nathalia, bercerita tentang keluh kesah kepada orang lain tidak akan menemukan solusi atau jawaban. Mereka yang mendengarkan akan membicarakan hal itu kepada orang lain dan akhirnya menjadi bahan bergunjingan.
Walaupun Nathalia tidak suka menceritakan tentang keluh kesahnya kepada orang lain dengan alasan seperti itu, untuk Caroline ia cukup mendengarkan saja. Nathalia tidak akan membeberkannya kepada yang lain.
Mereka berjalan berdua, berdampingan dengan wajahnya yang berbeda. Caroline dengan wajah cerianya, berbicara panjang lebar keluhannya kepada Nathalia walaupun sebenarnya ia tidak tahu kalau Nathalia mengabaikannya. Wajah dingin dari Nathalia, mengisyaratkan kebosanan yang melanda di dirinya.
Bagi Caroline, Nathalia adalah temannya. Dengan statusnya sebagai putri pewaris tunggal perusahaan besar, banyak mahasiswi di sekolahnya yang tidak percaya diri berteman dengannya. Saat di rumah pun, ia menghabiskan waktunya dengan belajar dan membaca buku supaya ia menjadi anak yang pintar. Padahal, bagi Caroline, ia tidak perlu belajar karena sudah pintar, kata Caroline sendiri. Saat diperbolehkan keluar pun, ia selalu ditemani pengawal pribadinya. Orang mana yang ingin berteman dengannya sedangkan ia saja didampingi oleh pengawal yang galak.
Oleh karena itu, ia sering kabur diam-diam hanya sekedar mencari hiburan semata. Dengan hadirnya Nathalia di kehidupannya, membuat Caroline menemukan orang yang dapat ia ajak bercerita. Di sisi lain, Nathalia menganggap Caroline hanyalah seorang gadis pengeluh. Perkataan yang keluar dari mulutnya selalu berisi keluhan. Jarang sekali bagi Nathalia perkataan yang penting.
Tak terasa, perbincangan yang tidak berguna itu membuat Nathalia cepat sampai ke Rott Restaurant. Nathalia sendiri cukup terkejut. Sedemikian asyiknya ia mendengarkan keluh kesah Caroline, tak terasa sudah di depan restoran itu.
"Nah, kita sudah sampai. Dan dia juga sudah sampai," kata Caroline seraya menunjuk pengawalnya, yaitu Robert.
"Kemana sajakah Anda tuan putri???" Tanya Robert. Ia melihat ada Nathalia bersamanya. Wajahnya menampakkan kecurigaan kepadanya.
"Apa dia yang menculik Anda??" Lanjutnya.
"Eh, jangan salah paham dulu. Dia temanku. Dia yang menyelamatkanku," ucap Caroline. Robert masih menatap Nathalia. Begitupun sebaliknya.
"Percayalah. Dia orang baik," lanjutnya.
"Baiklah kalau begitu," kata Robert yang akhirnya percaya dengan perkataan Caroline.
Lalu Robert melihat kalung yang berada di leher Nathalia. Matanya sedikit terkejut saat melihat batu permata berwarna merah. Ia hendak memegangi batu permata itu.
"Nathalia. Apa yang kamu lakukan?? Ayo masuk."
Nathalia menoleh. Terlihat Arumi yang berlari tergopoh-gopoh ke arahnya.
"Ah iya Bu."
Arumi mengamati Caroline dan Robert. Dengan sopan, Caroline membungkukkan badannya memberi salam kepada Arumi. Tidak dengan Robert yang saling berpandangan.
"Baiklah. Dadah Nathalia." Caroline melambaikan tangannya sembari tersenyum.
"Iya. Terimakasih sudah menemaniku sampai sini," kata Nathalia. Ditanggapi dengan senyuman manis oleh Caroline.
Arumi dan Nathalia masuk ke dalam Rott Restaurant.
Caroline mengajak Robert untuk pulang. Robert menyetujuinya.
Robert mengamati Nathalia yang berjalan masuk ke dalam restoran. Ia mengepalkan tangannya dan terlihat ujung belati kecil di tangannya, tangan yang ia gunakan untuk memegangi batu permata di leher Nathalia.
Di dalam restoran, Nathalia bergegas bekerja. Arumi pergi menuju ke ruangannya.
Sampai di ruangannya, Arumi melihat Robert dan Caroline masuk ke dalam mobil dari dinding kaca.
"Apa gadis itu baik-baik saja, Sensei??"
Arumi melihat ada tiga muridnya di sana.
Sebelumnya, Arumi memanggil mereka untuk berkumpul. Arumi merasakan seperti ada sesuatu yang terjadi kepada Nathalia. Sebelum ketiga muridnya memeriksa keadaan Nathalia, Arumi sudah melihat kehadirannya di depan restoran, bersama dengan Caroline dan Robert.
"Iya. Beruntung sekali dia tidak membunuhnya. Andaikan terlambat sedikit saja, ah... Entahlah apa yang akan dikatakan Mirage kepadaku di alam mimpi nanti," kata Arumi.
"Bagaimana ceritanya mereka dapat bertemu??" Tanya salah satu muridnya.
"Dia berteman dengan gadis itu, putri pewaris tunggal Parvita Company," jawab murid yang lain.
"Iya benar. Akan tetapi, sangat sulit memisahkan mereka berdua. Bagaimana caranya kita melindungi Nathalia???" Tanya Arumi.
"Entahlah, Master. Apa kita harus mengikutinya setiap waktu??" Tanya murid satunya lagi.
"Kalian harus keluar dari pekerjaan dulu. Sedangkan aku menyuruh kalian bekerja di sana untuk memudahkan latihannya nanti," kata Arumi.
"Apalagi untukmu, X. Aku membutuhkan peralatan yang canggih. Jaket dan pedang itu harus dimasukkan ke dalam sebuah alat kecil. Tujuannya, untuk memudahkan ia menyimpan kostum dan senjatanya," lanjut Arumi kepada muridnya yang diberi nama inisial 'X'
"Tidak seperti The Ghost yang kuno itu kan, Sensei??" Pertanyaan muridnya itu mendapat lirikan tajam dari Arumi.
"Jangan bunuh saya, Sensei," katanya lagi.
"Dasar kau. Semakin modern masanya, semakin canggih juga peralatannya. Walaupun kita adalah Assassin, kita harus beradaptasi pada perkembangan zaman," kata Arumi.
"Yang terpenting tidak menghilangkan ciri khas dari Assassin. Membunuh dalam senyap."
"Bekerja di kegelapan malam."
"Untuk menyajikan dunia yang diterangi cahaya. Benar kan, Master??"
"Iya. Kalian ini walaupun sudah hidup lama akan tetapi masih ingat saja," kata Arumi.
"Ah, kita kan bereinkarnasi. Tidak seperti Sensei yang hidup beratus-ratus tahun." Arumi meliriknya dengan tajam. Muridnya itu hanya menyeringai saja.