(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
ISTRI 13 TAHUN
12
"Bukankah lebih baik menikah dengan lelaki yang kaya, Niah? Setidaknya ada tempat tinggal dan tidak perlu pusing memikirkan makanan."
"Kamu sepertinya sudah tertular oleh Emak dan Bapak ya Kasiah, ucapanmu itu lho sama persis."
"Tapi apa kamu tidak tertarik pada calon suamimu itu Niah?"
Suniah terdiam. Bukannya tidak jatuh hati, hanya saja tidak percaya diri. Apalagi melihat responnya seperti kaget dan tidak menyangka itu membuat hati Suniah terluka.
"Entahlah Kasiah, aku mengantuk." Suniah lalu memunggungi adiknya.
***
Dirumah keluarga Hendro, menjelang subuh mereka sekeluarga akhirnya sampai di rumah. Semuanya langsung beristirahat di kamarnya masing-masing. Pajajar yang masih kaget hanya bisa terbaring di atas kasur, matanya tidak mau terpejam. Setiap memejamkan mata, wajah Suniah terbayang olehnya.
Gadis itu cantik, tetapi untuk ukuran anak seusianya. Tapi Pajajar tidak bisa juga menolak perjodohan ini, lagi pula ini semua salahnya. Kenapa dia bisa lupa menanyakan umur gadis itu, pendidikan dan namanya.
***
"Mas yakin Pajajar bisa menerima Suniah?" Rosiati berbaring di samping suaminya yang tengah memejamkan mata.
"Hm ..., Tentu saja, semua butuh proses Dek. Berjalannya waktu pasti anak kita akan mencintai gadis itu."
"Tapi Mas tadi dengar sendirikan, Pajajar bilang kalau dada gadis itu rata." Rosiati khawatir saat Pajajar mengatakan hal se-frontal itu. Takut kalau kelak anak lelakinya marah pada Suniah, dia tidak dapat mengendalikan diri.
"Masalah itu Pajajar sudah dewasa lho Dek, wajar saja. Dan Suniah juga masih 13 tahun, seiringnya waktu pasti akan mempunyai semua itu. Tinggal kita saja yang mengarahkan dan membimbing Pajajar agar bisa menerima Suniah dengan baik."
"Pokoknya aku tidak mau ya Mas, anak kita sampai melakukan KDRT." Hendro yang sedari tadi menjawab sambil terus memejamkan matanya hanya berdehem menanggapi sang istri.
"Mas! masa gitu jawabnya." Hendro membuka matanya lalu menatap istrinya dengan yakin.
"Dek ..., apa selama ini Mas pernah mencontohkan hal yang tidak baik di depan anak kita?" Rosiati menggeleng.
"Nah, kalau begitu kita lihat. Apakah anak kita itu mencontoh hal baik tersebut atau malah sebaliknya."
***
Pajajar masih belum bisa tertidur, hatinya bimbang. Tadinya besok di sekolah dia akan membuat heboh semua guru dengan memberitahu bahwa dirinya akan menikah dalam waktu dekat. Tapi semua rencananya harus di rombak.
Terbayang oleh Pajajar bahwa Diah dan Eko akan menertawakan dirinya. Terutama Diah yang akan meledeknya habis-habisan. Membayangkan saja sudah membuat Pajajar kesal, apalagi mengalaminya.
Semakin banyak pikiran buruk Pajajar melanda, dirinya semakin tidak bisa lari dari bayangan Suniah.
Lelaki sejati adalah yang bisa mempertanggungjawabkan segala keputusannya. Bukannya malah lari dan mencari masalah baru.
Pajajar bangun dari tempat tidurnya, dan keluar dari rumah. Dia mengenakan sepatu larinya, lalu berlari mengelilingi perumahan. Padahal sudah jam 4 subuh. Dan dia belum tidur, tetapi energinya seolah tidak terkuras. Pajajar berlari dengan langkah yang panjang.
Beberapa putaran sudah Pajajar lalui, dan jam ditangannya sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Untungnya ini adalah hari minggu. Berhenti di tepi taman kecil, Pajajar duduk salah satu bangku yang tersedia Pikirannya masih terpaku pada Suniah. Pajajar tau, dia tidak bisa menyalahkan gadis itu atas semua ini. Karena anak sekecil itu tau apa?
"Aku akan mencari cara!"
TBC