Kisah ini bercerita tentang seorang pemuda berbakat bernama Palette. Ia terlahir sebagai pelukis yang luar biasa. Kemampuan istimewanya menyeretnya masuk ke dalam masalah hidup yang jauh lebih pelik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kota Potrait
Mereka tinggal di sebuah kota bernama Potrait. Sebuah kota yang sangat cocok bila digambarkan dengan keluarga Palette.
Bukan tanpa alasan kota ini diberi nama kota Potrait.
Kota Potrait adalah tempat perpaduan antara konstruksi bangunan-bangunan tua yang selalu diperbaharui dengan alam lingkungan yang masih alami.
Di kota ini terdapat beragam tempat yang sering dikunjungi oleh para turis dari luar kota. Para pelancong itu biasanya datang di musim liburan atau pun di hari sabtu dan minggu.
Dan kenapa kota ini diberi nama Potrait?
Karena sebagian besar orang di kota ini bisa melukis. Setidaknya di dalam satu keluarga terdapat lebih banyak jumlah orang yang bisa menggambar dari pada yang tidak terlalu berminat menekuni bakatnya.
Dan di setiap hari libur atau hari dimana kota ini didatangi oleh banyak pengunjung. Orang-orang Potrait akan menggelar lapak-lapak mereka di sepanjang jalan tempat wisata.
Mereka akan memamerkan karya lukisan mereka untuk dijual. Dan mereka semua juga menerima jasa melukis secara langsung di tempat dan langsung jadi.
Dan yang menjadi andalan para pelukis-pelukis Potrait adalah lukisan potrait atau ekspresi wajah.
Penduduk Potrait melakukannya sebagai mata pencaharian tambahan di saat mereka libur bekerja. Bukan berniat untuk menjadi maestro lukis ternama.
Hal ini sudah umum dilakukan sejak dulu oleh orang-orang sebelum mereka. Jadi tidak heran jika orang-orang di Potrait pandai menggambar dan melukis.
Begitu juga lah yang terjadi di keluarga Palette.
Setiap hari sabtu dan minggu Rob, Oliver dan Jack akan membuka lapak lukisan mereka sendiri-sendiri.
Di sini lah nama Jack Palette mulai dikenal. Lukisannya benar-benar hidup seperti potrait orang-orang yang dilukisnya.
Biar pun diantara para pelukis-pelukis jalanan itu Jack adalah yang paling muda. Tapi lukisan buatannya seperti dibuat oleh seorang pelukis yang sudah sangat lama berpengalaman.
Gambar ayah dan kakaknya Oliver sungguh jauh kualitasnya bila dibandingkan dengan hasil karya goresan tangan Jack. Tidak lah terlalu mengejutkan jika sampai di rumah Jack menghasilkan uang yang lebih banyak.
Eliana dan Susan pun akan ikut ke luar bersama ketiga laki-laki mereka ketika hari libur tiba. Mereka akan berjualan roti-roti buatan Susan dengan cara berkeliling.
Ada sebuah kepercayaan lama yang diyakini oleh masyarakat kota Potrait. Perempuan dilarang untuk melukis di pinggir jalan. Mereka beranggapan itu akan membawa sial.
*
“Hei nak”,
“Aku ingin kamu melukis kami sekeluarga”,
“Apakah kamu sanggup melakukannya?”,
Tanya seorang ibu yang datang bersama keluarganya ke lapak Jack.
“Tentu saja bu”,
“Aku bisa melakukannya”,
“Tapi kalian harus menunggu antrian”,
Jawab Jack yang sedang melukis seorang pelanggan.
“Kami akan menunggu”,
“Aku lihat lukisanmu sudah mau selesai”,
Kata ibu yang sedang berkunjung ke kota Potrait itu setuju.
“Ya, tapi masih ada tiga antrian lagi”,
“Jika mau kalian bisa jalan-jalan terlebih dahulu”,
“Nanti adikku yang bernama Eliana akan memanggil kalian jika sudah waktunya”,
Lukisan Jack Palette banyak digemari. Sampai-sampai untuk dibuatkan lukisan olehnya orang-orang harus rela mengantri.
Selain menambah penghasilan keluarga kemampuan luar biasa Jack yang semakin hari semakin sempurna juga membuat keluarga Palette bangga.
Jack Palette diundang oleh walikota Potrait untuk melukis seluruh anggota keluarga tuan walikota. Baik secara portrait dan bersama-sama.
Tidak hanya nama Jack saja yang menjadi semakin bersinar dan banyak diminati. Tapi sepulang dari rumah tuan walikota ia mendapatkan bayaran dan hadiah yang banyak.