Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22 - Kejang
Usai terapi, sesuai janji Kaivan akan membawa Aruna jalan-jalan. Mereka akan mengadakan camping berdua di taman.
"Sungainya indah," puji Aruna.
Kaivan hanya tersenyum melihat istrinya menikmati pemandangan di taman tersebut. Kaivan menggelar karpet, lalu mengeluarkan berbagai cemilan dan makanan yang mereka bawa.
"Duduk sini," ucap Kaivan.
Aruna membuka sepatunya di bantu oleh Kaivan, dia duduk karpet, angin sepoy-sepoy menerpa wajah cantik Aruna, membuat rambut Aruna berantakan karena angin.
"Topinya dipakai." Kaivan memakai kan topi ke kepala Aruna serta merapikan kembali rambut istrinya.
"Una mau buah, boleh Una ambil?'" tanya Aruna pada Kaivan.
"Boleh." Kaivan mendorong wadah berisi buah ke depan Aruna.
Dengan senang, Aruna mengambil potongan buah nanas, memakannya dengan lahap sembari menikmati pemandangan taman.
"Una suka." Aruna merentangkan tangannya ke atas untuk mengekspresikan kebahagiannya.
"Kalau kamu suka, saya senang Aruna," ucap Kaivan.
"Ipan memang terbaik, Una sayang Ipan." Aruna memeluk lengan Ipan yang berada di sampingnya.
Kaivan hanya berdehem saja, tetapi jantungnya berdetak kencang, pipinya bersemu merah. Padahal Aruna hanya mengatakan jika dia menyukainya, bisa saja ungkapan itu hanya tanda kasih sayang Aruna kepada teman atau orang yang selalu memberikannya kejutan? Bukan kata sayang kepada kekasih tapi yang jelas ia salting saat ini.
Umur yang sudah kepala tiga bisa dibuat salting juga sama bocah kunyuk kek Aruna.
"Pesawat mendarat." Aruna menggoyangkan sendok berisi salad buah di udara lalu mengarah ke mulut Kaivan, Kaivan pun membuka mulutnya.
"Hamm..." Kaivan mengunyel pipi Aruna karena gemas.
Mereka menikmati camping mereka dengan bercanda tawa, Aruna berceletuk riang. Bercerita hal yang sebenarnya tidak perlu diceritakan lebih baik dipendam oleh gadis itu sendiri sebab tidak ada yang masuk akal, tetapi dengan begitulah suasana jadi seru, Kaivan benar-benar menikmati kecerewetan istrinya.
"Ipan itu kaya sero," ucap Aruna tiba-tiba setelah diam beberapa menit lalu.
"Alasannya?"
"Muka ipan serem kaya Sero tapi aslinya kek bayi. Pas ketemu sama Ipan, mukanya kaya monster, kasar sama Una, Una enggak suka, soalnya Ipan culik Una sampai enggak ketemu sama bibi Tika sampai sekarang. Ipan juga ancam Una bakal dijadiin makanan Sero," ucap Aruna. "Tapi sekarang Una suka sama Ipan, Ipan orangnya baik. Una suka banget, ternyata Ipan enggak seram tapi lucu. Ipan tidak seperti kakek itu."
"Kakek itu?" Kaivan mengerutkan dahinya.
"Kakek yang pernah sama Una, dia selalu pukul Una. Kalau Una berisik Una bakal dipukul. Kalau Una mengamuk, kaki sama tangan Una bakal dipukul terus Una di siram sama air dingin," ucap Aruna.
Kaivan mengepal tangannya kuat-kuat mendengar pengakuan istrinya. Orang yang dimaksud Aruna tak lain adalah Atmaja, si tua bangka itu.
"Si Atmaja apain kamu lagi selain itu?" tanya Kaivan, tapi tiba-tiba saja panik saat Aruna mencengkram erat tangannya, matanya mulai memerah seperti tengah marah besar.
Kaivan pun langsung menariknya ke dalam pelukan. Ia salah! Tidak seharusnya bertanya hal tersebut sekarang, itu sama saja mengungkit masalalu kejam Aruna yang sudah berusaha Aruna kubur dalam-dalam.
"Dia jahat, Una benci dia, jangan sebut nama dia," teriak Aruna, ia menangis dalam pelukan Kaivan. "Una enggak mau ingat dia lagi, Ipan. Bawa Una pergi jauh."
"Iya dia tidak melukaimu lagi." Kaivan mengusap air mata Aruna.
Bukannya membaik, Aruna tiba-tiba sesak napas. Tubuhnya kejang-kejang membuat Kaivan panik.
"Aruna, hey." Kaivan tidak bisa mengontrol Aruna.
"Ipan..." Kejang Aruna berlanjut ta berhenti, matanya tertutup membuat Kaivan panik setengah mati.
"Aruna, buka matamu Aruna," teriak Kaivan, tidak terasa air matanya jatuh membasahi pipinya.
Dengan tangan bergetar hebat, Kaivan berusaha menggendong istrinya menuju mobil. Untung saja mereka camping di temani satu bodyguard Kaivan.
"Cepat buka pintunya sialan," bentak Kaivan saat melihat bodyguard tersebut hanya diam, sepertinya terlihat shock juga.
Dengan cepat bodyguard tersebut membuka pintu mobil.
"Jalankan mobilnya cepat," pinta Kaivan. "Aruna sadar, sayang." Kaivan menepuk pipi istrinya berulang kali berharap Aruna bisa merespon panggilannya.
"Maafkan saya Aruna, maafkan saya. Andai saja saya tidak menyebut nama tua bangka itu, kamu tidak akan seperti ini maafkan saya sayang." Kaivan benar-benar menyesal.
Mata Aruna terbuka, dia tersenyum ke arah Kaivan. Senyuman yang sangat manis.
"Aruna..."
"Ipan kok nangis? Una enggak apa-apa tau," ucap Aruna yang sedang berperang dengan sesak napasnya sendiri.
"Una jangan tutup matamu, sayang. Jangan tutup matamu!" perintah Kaivan saat Aruna kembali ingin menutup matanya.
"ARUNA...," teriak Kaivan saat mata Aruna kini sudah tertutup rapat, kejangnya sudah berhenti.
Panggilannya sudah tak di respon lagi hingga mereka sampai di rumah sakit.