NovelToon NovelToon
Andai

Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mamah Mput

Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.

Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.

Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.

Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berakhir

"Ara tidak punya keberanian untuk mengkhianati mama dan papa. Lagi pula kita masih bisa deket kan, sebagai adik dan kakak."

"Sejak awal kamu bukan adikku."

"Ara tau, Ara ngerti. Tapi Ara tetap akan memilih mama dan papa, Kak. Ara lebih ingin menjadi anak mereka dibandingkan sebagai pacar kakak. Bukan berarti Ara gak suka dan gak cinta sama kakak, Ara cinta dan Ara juga berat melakukan ini. Hanya saja ...."

"Baik. Kita putus."

"Hah?"

Aku sendiri yang meminta, tapi aku sendiri yang terkejut saat dia menyetujuinya. Aku pikir semuanya akan baik-baik saja tapi nyatanya tidak. Rasanya dadaku sesak. Aku bahkan tidak bisa membendung air mataku. Tanpa rasa malu sedikitpun, aku menangis sejadinya.

Tangisanku tidak berhenti sepanjang perjalanan, dan Alan hanya diam.

"Berhentilah, kita sudah sampai," ujarnya sambil mematikan mesin mobil. Dia bahkan turun dan masuk ke rumah meninggalkan aku yang masih duduk di jok mobil.

Setelah menghapus air mata dan sedikit ingus, aku keluar dari mobil dan masuk ke rumah.

Suasananya sangat sepi. Mungkin mama dan papa sudah istirahat. Abang pun tidak nampak.

Sebelum masuk ke kamar, entah kenapa aku sangat berat membuka pintu. Tanganku hanya diam di atas handel. Menatap lantai tanpa tujuan.

"Kamu serius dengan keputusan kamu?"

Rupanya Alan ada di sana. Aku mengangguk.

"Lalu kenapa menangis?"

"Karena ini juga berat buat Ara, Kak."

"Dasar bocah!"

"Ara gak mau mama dan papa kecewa."

"Lalu bagaimana dengan kita? perasaan kita? Apa kamu mengabaikan itu semua? Setidaknya pikirkan perasaanku juga."

"Ara tetep memilih mama dan papa. Apapun alasannya."

"Baiklah. Jika ini sudah final keputusan kamu, maka aku akan menyetujuinya. Hanya saja Ara ... Aku tidak bisa menerima kamu sebagai adik sampai kapanpun. Jadi, abaikan keberadaanku di rumah ini."

Deg!

Aku pikir jika tidak menjadi kekasihnya, kami masih bisa dekat sebagai saudara. Rupanya aku salah. Pada akhirnya kami menjadi orang asing yang tidak pernah saling kenal.

"Kenapa sulit sekali bagi kakak menganggap Ara sebagai adik?"

"Aku rasa kamu tahu jawabannya."

"Jika kakak mau menerima Ara sebagai adik, bukankah kita masih bisa dekat dan saling memberi perhatian."

"Ara ... Kamu sadar? Kamu itu egois!"

"Apa Ara egois jika ingin memiliki keluarga yang utuh?" tanyaku masih dalam posisi yang sama seperti semula. "Ara hanya ingin dicintai layaknya anak perempuan di keluarga ini. dicintai mama dan papa, dan dijaga oleh kedua kakak yang baik. Iya, Ara salah. Ara egois. Ara tidak tahu diri karena ...."

"Aku rasa kamu tahu aku tidak berpikir seperti itu. Sudahlah, jika ingin berakhir. Maka mari kita akhiri."

Alan pergi begitu saja. Kepalaku yang masih tertunduk tak hentinya menitikkan air mata.

Malam ini terasa sangat berbeda. rasanya sangat panjang untuk sampai ke pagi hari. Aku masih duduk di kursi di depan jendela kamar yang terbuka. Merasakan dinginnya angin malam. Hingga tak terasa langit sudah mulai terang.

Aku masih dalam posisi yang sama dan pakaian yang sama sejak tadi malam.

"Loh, kamu masih pake seragam?" tanya Bryan yang tiba-tiba masuk. Atau mungkin aku yang tidak mendengar dia meminta ijin untuk masuk.

"Ara, kamu ...." Ucapannya terhenti saat dia melihat wajahku dari samping. "Ada apa, Ara?" tanyanya yang kemudian berlutut di sampingku.

"Ara sedih, Bang. ternyata banyak orang tua yang jahat ya di dunia ini."

Bryan menghela nafas. "Kenapa Ara bilang gitu?"

"Semalam Ara melihat anak kecil sedang disiksa ibunya. Dia dipaksa mengemis untuk menghidupi orang tuanya yang sehat."

Bryan tersenyum. Dia semakin mendekat lalu memelukku dari samping.

"Dunia ini memang kejam, Ara. Di luaran sana sangat keras. Itulah kenapa kami semua sangat menjaga kamu. Karena Abang, mama, dan papa tidak ingin kamu terluka. Banyak sekali orang tua yang menyajikan anaknya meski bukan fisik yang merek sakiti."

"Makasih ya, Abang. Abang udah sayang sama Ara."

Bryan melepaskan pelukannya. Memutar tubuhku agar kami bisa saling berhadapan.

"Dengar, Sayang. Ara tahu kan kenapa kami sangat protektif sekali? Kami hanya tidak ingin kamu terkontaminasi hal-hal yang tidak baik. Ara tahu sendiri bagaimana mama dan papa ingin Ara diakui keluarga. Ara harus menunjukkan bahwa Ara layak."

Aku mengangguk pelan.

"Tapi, Bang. Ara juga mau punya teman. Ara juga ingin punya sahabat yang selalu ada untuk Ara."

"Mungkin jika sekolah Ara di sekolah Abang waktu dulu, mama dan papa akan memperbolehkan Ara memiliki itu semua."

"Apa karena teman Ara yang sekarang dari kalangan menengah ke bawah?"

"Bukan karena persiapan harta, Ara. tapi masalah pola pikir dan cara pandang mereka yang berbeda."

"Ara gak ngerti."

"Abang ngerti Ara masih kecil untuk bisa memahami pikiran orang dewasa, tapi nanti Ara tahu sendiri kok."

Aku kembali diam. Kepalaku terasa semakin berat mendengar ucapan Bryan. Sama sekali tidak bisa dicerna.

"Sekarang mandi, sarapan, lalu ikut kita ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Feeting baju buat acara tunangann Abang nanti."

Aku mengangguk pelan. Bryan membelai pipiku, lalu mencium ubun-ubun dengan lembut.

Ini maksudnya, Kak Alan. Ara mau hubungan kita seperti Ara dan bang Bryan.

1
Sahriani Nasution
wuih cool
Mamah Mput: iya dia cool banget, suami aku sebenarnya dia tuh 🤧😂😂
total 1 replies
mly
plot twist nya alan Sma ara suami istri wokwok
Mamah Mput: mau kondangan gak? hahaha
total 1 replies
nowitsrain
Ini visualnya Alan?
Mamah Mput: iya kak itu Alan.
total 1 replies
nowitsrain
Ayuhhh, yang dikerjain guru baru 🤣
nowitsrain
Yah, usil banget bocah
Timio
belum apa apa udah nyakitin aja kalimatnya tor 😭
Mary_maki
Bagus banget ceritanya, aku udah nggak sabar nunggu bab selanjutnya!
Mamah Mput: terimakasih kak. tiap hari aku up ya 💜💜
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
Mamah Mput: terimakasih 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!