Bian, seorang pria berusia 30-an yang pernah terpuruk karena PHK dan kesulitan hidup, bangkit dari keterpurukan dengan menjadi konten kreator kuliner. kerja kerasnya berbuah kesuksesan dan jadi terkenal. namun, bian kehilangan orang-orang yang di cintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D.harris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kehidupan baru sebagai orang tua
Membesarkan Sabda menjadi tantangan baru bagi Bian dan Nada. Malam-malam tanpa tidur dan tangisan bayi yang tiada henti menjadi rutinitas mereka. Namun, setiap senyuman kecil dari Sabda membuat semua kelelahan terasa sepadan.
Nada, yang sebelumnya sempat takut dengan peran sebagai ibu, kini perlahan-lahan mulai percaya diri. Ia sering membacakan cerita untuk Sabda sebelum tidur, berharap anaknya tumbuh dengan imajinasi dan cinta yang besar.
Bian, di sisi lain, membagi waktu antara mengelola kedai kopi dan menjadi ayah yang selalu ada untuk Sabda. Ia bahkan mulai membuat menu spesial di kedainya, terinspirasi oleh keluarga kecilnya.
......................
Waktu berlalu, dan Sabda tumbuh menjadi bayi yang ceria dan sehat. Bisnis kedai kopi Bian di Bali semakin sukses, sementara Nada kembali menulis dan menghasilkan buku baru yang terinspirasi dari pengalamannya sebagai seorang ibu.
Suatu sore, mereka bertiga duduk di teras vila mereka, menikmati angin sepoi-sepoi Sabda tertawa kecil di pangkuan Bian, sementara Nada menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.
“Kita udah melewati banyak hal, ya,” kata Nada sambil menatap langit senja.
“Dan kita masih akan melewati banyak hal lagi,” jawab Bian dengan senyuman. “Tapi aku yakin, selama kita bersama, nggak ada yang nggak bisa kita hadapi.”
Nada mengangguk, merasa damai. Mereka tahu hidup tidak akan selalu sempurna, tapi mereka memiliki satu sama lain, dan itu sudah cukup untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
......................
Hari itu seperti biasa, Bian menemani Nada saat kontrol kesehatan. Nada mengeluh sering merasa lelah dan pusing, namun menganggapnya wajar karena aktivitasnya sebagai ibu dan penulis.
Namun, hasil pemeriksaan dokter berkata lain. Dokter menatap Bian dengan raut wajah serius saat Nada pergi sebentar ke toilet.
“Pak Bian, ada yang perlu saya sampaikan. Ibu Nada didiagnosis menderita penyakit kronis yang cukup serius... stadium akhir. Berdasarkan kondisi saat ini, hidupnya mungkin tidak akan lama lagi,” kata dokter hati-hati.
Bian tertegun. Rasanya seperti dunia runtuh di hadapannya. “Dok, nggak mungkin... Apa nggak ada cara lain? Operasi? Pengobatan?”
Dokter menggeleng dengan berat hati. “Kami akan terus memberikan perawatan terbaik untuk memperpanjang waktu dan mengurangi rasa sakitnya, tetapi prognosisnya sangat berat. Saya sarankan Bapak memberikan waktu berkualitas untuk Ibu Nada, tanpa terlalu membebaninya.”
Saat perjalanan pulang, Bian mencoba terlihat tenang. Nada, yang tidak tahu apa-apa, tersenyum sambil menggendong Sabda. “Tadi dokter bilang apa aja, mas? Semua baik-baik aja, kan?”
Bian menelan ludah dan tersenyum kecil. “Iya, semua baik. Kamu cuma perlu istirahat lebih banyak.”
Namun di dalam hatinya, Bian merasa hancur.
Bian memutuskan untuk tidak memberi tahu Nada tentang vonis dokter tadi. Ia ingin Nada menikmati waktu bersama Sabda tanpa merasa terbebani oleh kenyataan pahit.
Nada sempat merasa curiga dengan perhatian berlebih Bian. “mas, kamu kok jadi manis banget belakangan ini, ada apa nih?” godanya.
Bian hanya tersenyum dan memeluknya. “nggak ada apa-apa sayang. aku cuma ingin lebih banyak waktu sama kamu dan Sabda. Itu aja.”
"ah yang bener..."ucap nada dengan bercanda.
"mas, kapan-kapan kita ke lombok yuk, pengen kesana."
"boleh sayang, nanti kita atur jadwal ya." jawab bian.
"weekend minggu depan aja mas" ucap nada.
" boleh, kayaknya minggu depan bisa" ucap bian.
Nada tersenyum senang. Bian bahagia melihat senyum istrinya.