Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9 - Hanya Mimpi
Rangga perlahan berbalik badan. Menatap ke arah Dita. Perempuan itu terlihat sudah berdiri. Hingga kini Rangga bisa melihat aset pribadinya. Tampak menggoda dengan rumput tipis dan berwarna pink dibagian tengahnya. Kulit Dita putih bersih. Penampilannya sempurna dengan wajah cantiknya.
"Ka-kak... Dita... Kenapa nggak pakai baju? Ke-kenapa ke kamarku?" gagap Rangga. Ia menenggak salivanya berkali-kali karena gugup.
Namun Dita terus mendekat. Ia mendekatkan mulut ke telinga Rangga. "Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
"I-ini salah, Kak? Jangan... Nanti kalau Bang Firza tahu, pasti ngamuk," sahut Rangga. Meski menentang naluri lelakinya. Tapi dia sama sekali tak menghindar. Karena memang sejak awal dirinya sudah tergoda pada sang kakak ipar.
"Itu kan kalau dia tahu. Selagi dia nggak tahu, berarti nggak apa-apa kan?" Dita meraih kaos baju Rangga. Lalu memaksa lelaki itu melepasnya.
"Jangan, Kak..." imbuh Rangga.
"Kamu sok-sokan nolak. Padahal kalau udah dikasih malah jadi yang paling semangat," komentar Dita. Usai melepas kaos baju Rangga, dia lepaskan celana yang terisa pada tubuh lelaki itu. Kini Rangga juga tanpa busana seperti Dita.
Dita berjongkok di hadapan Rangga. Tanpa diduga, dia masukkan pisang adik iparnya ke dalam mulut.
Refleks mulut Rangga menganga karena merasakan nikmat luar biasa. Ia perlahan memejamkan mata.
"Rangga! Jangan, Nak. Rangga!" suara Yuli terdengar menyeru. Sontak Rangga membuka matanya lebar-lebar. Saat itulah dia terbangun dari tidurnya. Ya, semua itu tadi hanya mimpi.
Rangga mengelus dadanya sambil melihat keluar jendela. Dia melihat hari sudah pagi. Selain itu dirinya melihat celana dan selimutnya basah. Pisang yang dia kira hanya merespon di alam mimpi, ternyata juga bereaksi di dunia nyata.
"Sial! Nyuci lagi aku," keluh Rangga. Dia segera membereskan sprei dan selimutnya. Lalu membawanya ke dapur untuk direndam terlebih dahulu.
Saat berjalan melewati meja makan, Rangga melihat Dita dan Firza sedang sarapan. Sontak Rangga mempercepat langkahnya sambil menutupi celananya yang basah. Atensi Rangga sendiri hanya tertuju pada Dita. Rambut perempuan itu tampak basah seperti kemarin. Ia merasa kakak iparnya itu tambah cantik.
"Sudah mendingan kau?" tegur Firza.
"Iya," sahut Rangga sambil terus berjalan ke tempat cuci.
"Kalau begitu kau bisa sekolah hari ini." Firza masih mengajak bicara. Meski tidak terlalu dekat dengan adiknya, tapi bukan berarti dia tidak khawatir saat mengetahui Rangga sakit. Firza juga tahu kalau Rangga dan ibunya sangat dekat.
"Kayaknya begitu." Rangga menjawab singkat.
"Kau mau mencucinya, Dek?" tanya Dita, saat melihat Rangga membawa sprei dan selimut ke tempat cucian.
Namun Rangga memilih tak menjawab karena terlalu gugup.
"Sebaiknya kau cucikan deh, Dek..." kata Firza.
"Aku juga berpikir begitu, Mas," sahut Dita.
"Makasih udah mau ngurus aku dan adekku. Kamu tuh memang sempurna. Udah cantik, baik, terus perhatian," ungkap Firza.
"Dih! Gombal." Dita berdiri karena ingin menyusul Rangga ke tempat cucian.
"Ya udah, aku berangkat kerja dulu," cetus Firza sembari berdiri.
"Hati-hati ya, Mas." Dita mencium tangan Firza dan membiarkan suaminya itu beranjak. Selanjutnya barulah Dita menyusul Rangga ke tempat cucian.
"Kak Dita, Jangan!" seru Rangga. Dia baru saja melepas celana karena celana itu juga harus dicuci.
"Astaga!" Dita langsung berbalik badan sembari menutup mata. "Maaf, Dek! Lagian kamu kenapa telanjang di sana sih?"
Rangga bergegas melilitkan handuk ke pinggang. "Aku kira Kak Dita nggak akan ke sini!" balasnya.
"Aku cuman mau bantuin kamu. Biar Kakak saja yang nyuci cucian kamu ya?"
"JANGAN! Eh, maksudku. Biar aku sendiri saja, Kak..." Rangga merasa malu karena semua cuciannya itu terdapat noda privasinya.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari