Lunar Paramitha Yudhistia yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya menikah lagi dengan rekan kerjanya. Ia tak terima akan hal tersebut namun tak bisa berbuat apa-apa.
Tak disangka-sangka, wanita yang menjadi istri muda sang Ayah menaruh dendam padanya. ia melakukan banyak hal untuk membuat Lunar menderita, hingga puncaknya ia berhasil membuat gadis itu diusir oleh ayahnya.
Hal itu membuatnya terpukul, ia berjalan tanpa arah dan tujuan di tengah derasnya hujan hingga seorang pria dengan sebuah payung hitam besar menghampirinya.
Kemudian pria itu memutuskan untuk membawa Lunar bersamanya.
Apa yang akan terjadi dengan mereka selanjutnya? Yuk, buruan baca!
Ig: @.reddisna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda Dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12: Comeback To The Reality
"Selamat pagi semua!" sapaku dengan ramah pada karyawan dan karyawati yang tengah bekerja sebelum memasuki ruangan Tuan Selatan.
Sebenarnya aku sangat malas jika harus pergi ke kantor, biasanya aku hanya menemaninya saat bekerja di rumah. Badanku masih terasa pegel karena perjalanan semalam, aku baru bisa memejamkan mataku sesampainya di rumah.
Aku memasuki ruangan yang cukup besar itu dengan gontai. "Pagi!" sapaku padanya.
Dia yang tengah sibuk memeriksa berkas-berkas hanya melirikku sesaat dan sama sekali tidak membalas sapaanku. Huh, menyebalkan! Sifatnya berbeda seratus delapan puluh derajat saat berada di rumah dan di kantor.
Aku melemparkan tatapan sinis kepadanya, kemudian berjalan ke arah mejaku dan mulai mengerjakan laporan keuangan yang sebelumnya sempat ku janjikan setelah pulang berlibur.
Riing! Riing! Riing!
Telepon kantor berdering dengan begitu nyaring, seseorang telah melakukan panggilan dan aku segera mengangkatnya. Aku segera menyambungkan telepon itu dan mulai menyapa seseorang di seberang sana.
"Halo, dengan Lunar di sini. Ada yang bisa saya bantu?" ucapku dengan ramah.
"Halo, Nona Lunar. Saya adalah sektretaris pribadi Tuan Frederick yang sebelumnya mengajukan kerjasama dengan perusahaan anda. Tuan Frederick mengundang kalian untuk makan malam di rumahnya sebagai simbol kekeluargaan. Apakah Nona Lunar dan Tuan Selatan bisa menghadirinya?" jelasnya dari seberang sana.
Aku menjauhkan telepon itu dari telinga ku dan menoleh ke arah Tuan Selatan yang masih tampak sibuk. "Hei, Tuan Frederick mengundang kita untuk makan malam. Apa kau akan pergi? Kau tidak ada jadwal rapat atau apapun hari ini."
"Aku akan pergi jika kau pergi. Tapi sebelum itu kita harus mengerjakan setidaknya setengah dari laporan ini," ia berjalan ke arahku dan menunjuk ke arah monitor yang menyala.
"Aku sebenarnya malas mengerjakan laporan sebanyak ini, tapi baiklah mari kita selesaikan," ucapku dengan sedikit malas sembari mengikat rambutku ke belakang.
Tuan Selatan membantuku untuk merapikannya, mengusap-usap pucuk rambutku dengan lembut dengan tangan kekarnya. "Beri tahu aku jika kau butuh bantuan," kemudian ia kembali ke mejanya.
"Ya," jawabku singkat.
Aku kembali fokus pada layar monitor yang ada di depanku, suara keyboard terdengar begitu cepat karena aku ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini. Ada beberapa hal yang belum aku mengerti sehingga meminta bantuannya beberapa kali.
Tak terasa jam makan siang pun tiba, aku meregangnya otot-otot tubuhku yang mulai terasa kaku. Aku pergi meninggalkan mejaku, berniat untuk makan siang di restoran yang berada di gedung yang sama.
"Mari pergi bersama," ajaknya sembari merapikan beberapa berkas.
Kamipun turun menuju lantai satu, tempat restoran itu berada. Aku tidak banyak bicara seperti biasanya karena terlalu lelah, sepertinya dia juga merasakan hal yang sama.
Sesampainya di sana, aku memesan semangkuk ramen dengan katsu sebagai hidangan tambahan, sementara Tuan Selatan memesan steak dan juga pasta.
"Bagaimana dengan laporanmu?" tanyanya disela-sela makan siang.
"Aku sudah menyelesaikan setengahnya, sial ternyata banyak sekali. Kupikir tidak akan sebanyak itu," keluhku.
"Ini adalah pekerjaan yang berat, kau harus memberiku gaji lebih!"
Dia menyentil dahiku dengan senyum yang tersungging di wajahnya. "Kau adalah asisten pribadiku, itu adalah pekerjaan yang seharusnya kau lakukan, membantuku bekerja," jelasnya.
Aku menatapnya dengan kesal, mulutku yang cemberut menunjukkan kekesalanku padanya.
Tuan Selatan terkekeh kecil sembari mengusap-usap lembut pucuk rambutku, entah kenapa dia suka sekali melakukan hal ini. "Kau ini lucu sekali, apa kau benar-benar berumur dua puluh empat, bukan dua tahun lebih empat bulan?" godanya dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya.
Aku mencubit lengannya dengan keras hingga sang empu meringis kesakitan. senyum kemenangan tersungging di bibirku ketika melihatnya meringis kesakitan.
"Jangan bermain-main denganku, atau aku akan terus mencubitmu!"
"Itu bukan masalah bagiku, rasanya tidak terlalu sakit kok," ucapnya sembari tersenyum hingga kedua matanya lenyap dari pandanganku.
"Ah sudahlah, cepat habiskan makanannya dan selesaikan pekerjaannya. Tuan Frederick menanti kita," kesalku sembari memasukkan potongan steak ke dalam mulutnya.
Setelah makan siang kamipun kembali bekerja seperti biasa, ternyata begini rasanya duduk berjam-jam di depan monitor. sepertinya aku membutuhkan kacamata untuk melindungi mataku dari paparan sinar biru.
"Hey, Tuan. Bisakah kau membantuku, kurasa aku melakukan kesalahan," pintaku.
Ia pun berjalan mendekat. "Aku akan membantumu setelah kau berhenti memanggilku dengan embel-embel Tuan," ia mencengkram wajahku namun tidak terasa menyakitkan.
Aku memegang kedua tangannya yang tengah mencengkram dan mulai meremasnya sambil tersenyum lebar. "Baiklah, jika itu yang kau mau."
Ia melepaskan cengkeramannya dan tersenyum puas, kemudian mulai membantuku mengerjakan laporan keuangan itu. Sedikit lagi hampir selesai dan aku bisa beristirahat dengan bebas.
"Kau harus memasukkan data yang ada ke dalam sini, kemudian menghitung jumlah pemasukan dan pengeluarannya," jelasnya sambil menunjuk layar monitor.
Aku hanya mengangguk paham sembari mengerjakan apa yang ia katakan.
Berkat bantuannya, aku tak membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan laporan keuangan yang bisa dibilang cukup sulit. Pantas saja keluarganya bisa mempercayakan perusahaan sebesar ini padanya.
"Akhirnya, semuanya selesai. Aku bisa beristirahat sekarang," ujarku dengan lega.
Aku meninggalkan mejaku dan menjatuhkan diriku di sofa empuk yang berada di tengah-tengah ruangan. "Haaah, rasanya nyaman sekali. Berbeda dengan kursi keras yang menyebalkan itu!" aku merilekskan tubuhku.
Tuan Selatan, eh maksudku Selatan duduk di sampingku sembari memainkan ponselnya. Terlihat sangat sibuk, padahal hanya membuka berita-berita yang tak jelas dari sosial media.
"Gaun apa yang ingin kau kenakan saat makan malam bersama Tuan Frederick? Aku akan menyuruh Theo untuk mencarinya," tanyanya padaku.
Theo adalah tangan kanan, sekaligus teman masa kecilnya. Ia mempercayakan banyak hal pada Theo, termasuk rapat-rapat penting yang seharusnya dihadiri oleh dirinya.
"Aku suka sebuah gaun dengan bagian punggung yang terbuka dan panjangnya di atas lutut," jawabku.
Manik hitamnya menatap ke arahku, menunjukkan rasa tidak suka akan seleraku. "Kau bisa mengenakannya saat bersamaku, tapi tidak untuk pergi makan malam bersama Tuan Frederick."
Aku terkekeh geli. "Astaga, aku hanya bercanda, dan lihatlah kau sudah marah begini," aku mencubit kecil pipinya beberapa kali.
"Aku akan memakai gaun apapun yang kau pilih, ku akui seleramu cukup bagus!" pujiku.
Wajahnya terlihat lebih tenang sekarang, kemudian ia menelepon Theo untuk membawakan satu gaun terbaik dan setelan jas untuk dirinya.
Aku menyandarkan kepalaku di bahunya yang tegap, tangan besarnya terulur untuk mengusap kepalaku, ia membelainya dengan lembut dan hati-hati.
"Kau lelah?"
Aku tak menjawab dan memberikan anggukan kecil padanya. Aku mulai kehilangan keseimbanganku dan terbuai dalam dekapannya menuju dunia mimpi yang indah.
Mampir juga di karyaku ya ka
semangat terus