Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obrolan Staf
Kesibukan sebagai budak korporat, membuat pasangan sejoli baru itu, nyaris tak bertemu seminggu lebih. Jaka mendampingi Dimas, dalam perjalanan bisnis ke luar negeri.
Saking sibuknya, Jaka baru bisa membalas pesan Mia, berjam-jam setelah pesan masuk. Sebagai sekertaris, Jaka dituntut untuk mengesampingkan urusan pribadinya. Apalagi pekerjaannya lagi sibuk-sibuknya.
Bagaimana dengan Mia?
Tak ada yang berubah dari gadis yang tahun ini berusia dua puluh delapan tahun itu. Dia masih menjalani harinya seperti biasa.
Berangkat ke kerja dengan menaiki commuter Line, nyambung ojek sampai ke kantor tempatnya bekerja. Makan siang di pantry bersama Indah, jika sedang membawa bekal, atau makan bersama Lala dan Monica di kantin. Lalu saat sore, kalau tidak lembur, dia akan langsung pulang .
Akhir pekan kemarin dia dan kedua sahabatnya, mengunjungi salah satu Curug di Bogor. Berangkat pagi-pagi sekali dan pulang menjelang sore.
Mia menjalani harinya seperti biasa, tak ada yang berubah sama sekali. Hidupnya mengalir begitu saja, statusnya sebagai kekasih sekertaris CEO, tak akan semudah itu mengubah kesehariannya.
Sebagai perempuan mandiri, Mia tak mau ambil pusing dengan kesibukan kekasihnya. Dia tak baper apalagi merajuk, karena buruknya komunikasi dengan pria yang kini menghuni hatinya.
Sore itu, Mia baru saja tiba di kantor, usai menemani Lukman dan Haris, dalam perjalanan dinas luar kota. Mereka berangkat pagi-pagi sekali dan langsung pulang begitu urusan selesai.
"Saya langsung pulang, ya! tadi istri saya telepon, minta saya jemput saudaranya di Gambir." Ujar Lukman begitu keluar dari elevator. "Soal laporan, besok pagi aja dikerjain, deadline nya nunggu Pak Dimas pulang dari Beijing." Haris menunjukan jempolnya, begitu juga dengan Mia.
"Mbak Indah kok belum pulang, tumben?" tanya Mia, begitu tiba di kubikelnya.
Indah menatap dengan tatapan tajam khas perempuan beranak satu itu, lalu melalui isyarat mata menunjuk kubikel di depannya. Mia menanggapi dengan membulatkan mulutnya, dia paham maksud dari seniornya itu. Bekerja bertahun-tahun, membuatnya paham bahasa atau kode khusus dari perempuan berusia pertengahan tiga puluhan itu.
"Gimana suasana Bandung, Mbak Mia? Jadi pengen pulang kampung." kata tetangga sebelah kiri kubikelnya.
"Ya balik lah Sa, kemarin abis gajian, kan?"
"Males lah."
Mia hanya bisa menggelengkan kepalanya, sebulan lebih bekerjasama dengan Raisa, dia mulai paham tingkah gadis asal kota kembang itu.
"Pak Jaka kapan pulang ya, mbak? Lama banget."
Mia mengernyit, "Ngapain tiba-tiba nanyain Pak Jaka? Kenapa juga nanya ke gue? Tanya tuh ke temennya di atas," mendadak hatinya panas.
"Pak Aryan kalau ngomong sadis, lagian aku tuh pengen lihat pak Jaka. Beliau itu tipe ku banget, mbak!" Raisa mengeluh.
Belum sempat Mia menanggapi, Lukman keluar dari ruangan, dan berpamitan pada staf bawahannya.
"Gue saranin jangan deketin Jaka, Sa! Biarpun keliatan cool gitu, dan nggak banyak omong, sekalinya ngamuk, sadisnya melebihi Fero sama Denis." Saran Harus. "Gue ngomong gini, karena waktu masih pada aktif di club' motor, mereka semua menunjukkan sifat asli, apalagi kalau ada cewek-cewek yang berani deketin."
"Maksudnya sadis itu gimana, Ris?" Indah sedikit melirik pada Mia.Tatapan kedua perempuan berbeda usia tujuh tahun itu, bertemu.
Haris mulai menceritakan tentang kejadian sekitar lima atau enam tahun lalu. Saat itu mereka sedang mengadakan touring menuju ujung barat pulau Jawa. Mereka beristirahat di hotel, karena ada sesuatu yang harus dibeli, Jaka dan Fero keluar dari hotel. Sewaktu mereka kembali, ada dua cewek yang mencoba mendekati. "Cuman gara-gara nyolek tangan Jaka doang, dia sampai memiting tangan itu cewek, dan berakhir dibawa ke rumah sakit, nggak cukup sampai di situ. Waktu dalam perjalanan ke rumah sakit, itu cewek digamparin. Mungkin nggak masuk akal, tapi gue lihat dengan mata kepala gue sendiri." Haris berpikir sejenak. "Kayaknya gue punya rekaman CCTV-nya, tapi laptop gue di rumah."
"Kok gue nggak pernah dengar, Ris?"
"Ya ngapain kayak gitu, di umbar-umbar, Ndah! itu juga Fero sama Pak Dimas yang minta kesepakatan damai pada korban. Gila, pas itu Keos banget. Sekali-kali nya gue lihat Jaka ngamuk."
"Kayaknya gue denger deh, Leon yang cerita." Sambung Ringgo. "Gue pikir Denis paling sadis, tapi seenggaknya gue nggak pernah denger Denis mukulin cewek, tapi ini loh, Jaka! Orang paling irit ngomong, diam-diam sadis."
"Pak Leon manager pemasaran, bang?" Tanya Raisa.
"Hem ... Dulu waktu belum pada nikah, kan pada punya hobi motoran, cuman gue doang yang nggak ikutan, tapi mereka suka pada cerita kejadian apa aja yang mereka alami ke gue."
"Betul tuh, Dia doang yang nggak asik." Tunjuk Haris pada rekan sebelahnya. "Makanya Sa, mending Lo jangan coba-coba deh, caper sama Jaka. Yang lain aja." Dia menasehati juniornya.
"Ya kali aja, sama aku beda."
Ringgo dan Indah menatap pada Mia, seolah bertanya. Yang ditatap justru menaikan bahunya. "Mbak Indah balik, yuk!" ajaknya pada perempuan beranak satu. "Mas Haris, laporan tadi udah aku kirim ke email."
"Cepat amat, Mi! Kan kata Pak Lukman besok aja." Sahut Haris.
"Baru sebagian, mas! Sisanya besok pagi. Maksud gue, periksa dulu, entar kalau ada yang salah tinggal di revisi." Mia mulai menutup laptop, dan menyimpannya di laci. Dia juga membereskan meja nya. "Turun bareng yuk, Mbak!" ajaknya
"Bentar-bentar, dikit lagi nih." Jari indah beradu cepat dengan keyboard. "Go, Lo periksa email dari gue." Ujarnya melirik pada asisten manager itu. "Dan Lo Sa! Lain kali harus lebih teliti, jangan sampai gara-gara Elo yang salah, kita semua kena semprot pak Dimas." Perempuan yang hari ini mengenakan kemeja tosca itu, bersiap untuk pulang. "Yuk Mi, gue kasih tumpangan sampai stasiun."
Mia bangkit, lalu berpamitan pada ketiga rekan yang masih duduk di kubikel masing-masing. Dia melangkah bersama Indah menuju elevator.
Di dalam kotak besi itu, terdapat asisten CEO, yang baru saja turun dari lantai teratas. Aryan sudah kembali lebih dulu, sekitar tiga hari lalu. Sedangkan Jaka masih menemani Dimas di sana.
"Mau balik, ya?" tanya Pria berkemeja hitam itu.
Indah hanya melirik sekilas, sedangkan Mia menganggukkan kepalanya. Hening tak ada yang berbicara, lalu di lantai selanjutnya, beberapa staf dari divisi lain turut masuk ke dalam elevator.
Karena ditawari tumpangan oleh Indah, Mia turun hingga basemen. Selain mobil, ada juga parkiran untuk sepeda motor di sana.
"Mbak Indah bukannya nggak searah sama Mia?" tanya Aryan.
"Pengen anterin aja, Pak!" sahut Indah.
"Oh gitu, dari pada bolak-balik, kan macet, mending Mia nebeng saya aja, mbak! Kebetulan saya mau ke GI." Aryan menawarkan diri. "Mia turun di Stasiun Sudirman, kan?" Tanyanya.
Mia mengangguk, "Emang nggak ngerepotin, Pak?"
Aryan menggeleng. "Ada yang ingin saya bicarakan sama kamu, soal Jaka."
Pada akhirnya Indah setuju, dan mereka berpisah di sana. Indah melangkah menuju parkiran motor, sedangkan Mia mengikuti Aryan menuju parkiran mobil.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻