Kinara Aulia. Seorang gadis pilihan keluarga Dirgantara, yang akan menjadi istri Kenan, laki-laki tampan, sukses, yang mempunyai segalanya, namun nahasnya. Ia mengalami kecelakaan saat akan menikah dengan wanita pujaannya.
Setelah mengalami kecelakaan, sang wanita yang ia cintai malah meninggalkan dirinya, karena tidak mau mempunyai suami cacat.
Kenan merasa terpuruk, tidak percaya diri. Sampai dimana keluarganya mencarikan istri untuk dirinya.
"Jaga batasan, kamu cuman istri kontrak pilihan keluargaku!" bentak Kenan.
"Aku juga tidak tertarik denganmu, jangan terlalu percaya diri," jawab Kinara Ketus.
•••
Lalu bagaimana kisah mereka? Setelah melewati banyak hal dalam kehidupan mereka?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjalankan rencana
"Sudah siap?" tanya Kenan.
"Sudah," jawab Kinara.
Hari ini, hari pertama Kinara bekerja dikantor suaminya, sebagai asisten Kenan.
Kenan dengan Kinara, dan juga tidak lupa dibantu Aaron dan juga Alex. Mereka akan menjalankan rencana mereka.
"Ingat, jangan lemah!" ucap Kenan.
"Ya, aku tidak akan lemah," jawab Kinara.
"Sebentar lagi, meeting akan dilaksanakan, tugas nona, hanya menenami tuan Kenan, sebagai asisten kedua," ucap Alex, ia memberikan sebuah langkah awal.
"Baik, Lex. Aku paham," jawab Kinara.
"Baiklah, ayo kita keruangan meeting sekarang," ajak Alex.
Kinara mengangguk, lalu mendorong kursi roda suaminya, dengan bibirnya yang tersenyum merekah, seperti bunga yang baru tumbuh.
Saat keduanya memasuki ruangan meeting, Kinara sudah melihat pamannya disana.
"Kinara," gumam seorang lelaki paruh baya itu, ia kaget dengan kedatangan keponakannya.
Kinara tersenyum sinis menatap pamannya.
"Nara," panggilnya.
"Ya?" jawab Kinara, ia enggan banyak basa basi dengan orang yang sudah membunuh kedua orangtuanya.
"Kamu ngapain disini, Nara. Kamu tidak cocok berada disini!" bisik Gunawan.
"Paman Gunawan, mulutmu memang tidak cocok berada disini, kau lebih cocok berada di penjara," jawab Kinara, tersenyum Sinis.
Mendengar itu, Gunawan melototkan matanya, ia kaget dengan ucapan keponakannya.
"Kenapa? Kaget?" tanya Kinara.
Gunawan tak menjawabnya, ia memilih kembali duduk dikursinya, karena ia tidak mau terselut emosi, di depan Kenan.
"Apa kalian saling mengenal?" tanya Kenan.
"Tidak tuan," jawab Kinara, ia tersenyum.
"Oh baiklah, saya kira, kamu kenal dengan tuan Gunawan, karena ia pembisnis yang cukup sukses, banyak sekali orang yang kenal denganya," puji Kenan, ia sengaja memuji Gunawan, agar rencannya berjalan dengan sangat baik.
"Anda sangat berlebihan tuan," ujar Gunawan, yang merasa tersanjung dengan pujian dari Kenan.
Sebenarnya Kinara sudah muak, mendengar mulut manis pamannya.
Kenan menatap istrinya, ia tahu, kalo Kinara sudah muak berada di ruangan itu.
Kenan tersenyum mengangguk, ia menguatkan istrinya.
"Huh." Helaan napas terdengar dari mulut Kinara.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya meeting di laksanakan, dengan sedikit perdekatan, para petinggi perusahaan.
Tapi Kenan bisa mengatasinya.
"Bagaimana, setuju dengan keputusan saya?" tanya Kenan.
"Setuju."
Akhirnya meeting diselesaikan.
Kinara keluar dari ruangan meeting.
"Nara," panggil Gunawan, yang menarik tangan Kinara.
Kinara langsung menepis tangan pamannya.
"Jangan menyentuhku!" Mata Kinara merah padam, rasa amarahnya tak bisa ia sembunyikan.
"Ngapain kamu disini, masuk dengan tuan Kenan?" tanya Gunawan.
"Apa untungnya, kalo aku mengatakannya dengan anda!" bentak Kinara.
"Dimana sopan santunmu, Nara. Apa kedua orangtuamu tidak mengajarkanmu sopan santun kepada orang yang sudah tua," ucap Gunawan.
"Jangan bawa-bawa orangtuaku, mereka sudah tenang di alam sana," kata Kinara.
"Oh iya, lupa, kalo kamu dengan adikmu yang penyakitan itu sudah tidak mempunyai siapa-siapa," ucap Gunawan, tersenyum sinis.
"Paman benar, bahkan semua saudara ibu dan bapak sudah mati," jawab Kinara.
"Jaga ucapanmu, Nara!" bentak Gunawan.
"Anda yang harus menjaga mulut anda, bajingan!" pekik Kinara.
"Kau.." tunjuk Gunawan.
"Jauhkan tangan kotormu!" Kinara menepis tangan Gunawan.
"Kalo saja, adikku tau, mempunyai anak kurang ajar sepertimu, pasti ia akan sedih," ucap Gunawan.
"Bapakku akan jauh lebih sedih, melihat adiknya merebut perusahaan yang sudah ia bangun dari nol, direbut Kakaknya. Perusahaan yang seharusnya milik anaknya," jawab Kinara.
Mendengar itu Gunawan tak menjawab ucapan Kinara.
"Dari mana dia tau," gumam Gunawan, ia mulai khawatir, kalo Kinara tahu segalanya.
"Kenapa, tidak bisa menjawab?" sindir Kinara.
"Anak kecil sepertimu, tidak akan tahu apa-apa," kata Gunawa.
Setelah mengatakan itu, Gunawan meninggalkan Kinara, karena ia takut, kalo keponakannya itu tahu sesuatu.
"Aku harus segera membereskan Kinara, agar dia menyusul orangtuanya," gumam Gunawan.
Gunawan akan melakukan hal yang sama, karena ia tidak mau, perushaaannya yang sudah ia rebut, jatuh kepada keponakannya, karena mendapatkan perusahaan itu, butuh waktu lama, sampai ia harus menyingkirkan kakaknya, yang selama ini sudah banyak membantu dirinya.
"Kenapa dia bisa, menjadi asisten tuan Kenan, yang aku tahu, tuan Kenan tidak sembarangan memasukan orang kedalam perusahaannya," ucap Gunawan.
Sepanjang perjalanan, Gunawan terus memikirkan, langkah kedepannya, agar ia bisa menyingkirkan Kinara.
Ia pulang dengan perasaan kesalnya.
"Pah, kamu kenapa terlihat kesal sekali?" tanya seorang wanita yang sudah menua itu.
"Retno, aku bertemu dengan Kinara," ucap Gunawan.
"Apa, pah!" teriak Retno, ia kaget mendengar ucapan suaminya, karena Kinara sudah lama menghilang, semenjak kedua orangtuanya tiada.
"Pelankan suaramu, telingaku sakit!" kata Gunawan.
"Maaf pah, aku kaget sekali," ujar Retno, ia mendekati suaminya.
"Tadi anak itu, berada di perusahaan tuan Kenan," ucap Gunawan.
"Papah serius, kenapa bisa?" tanya Retno.
"Aku juga tidak tahu, mah, yang pasti aku juga kaget," jawab Gunawan.
"Kenapa anak itu bisa kenal dengan tuan Kenan," ucap Retno, yang bingung.
"Dia asistennya tuan Kenan," ujar Gunawan.
"Tapi itu tidak penting, karena permasalah kita dengan anak itu, bukan dengan tuan Kenan," lanjut Gunawan.
"Papah benar, tapi tetap saja kita harus hati-hati," ucap Retno.
"Aku sedang memikirkan, bagaimana caranya, agar bisa menyingkirkan anak itu," kata Gunawan.
"Kenapa harus repot-repot menyingkirkan dia, pah?" tanya Retno.
"Karena dia sudah sadar, kalo kita merebut haknya, yaitu perusahaan," jawab Gunawan.
Mendengar itu Retno kaget, karena ia tidak mau Kinara mengambil perusahaan yang sudah suaminya rebut.
"Lalu apa rencanamu, pah?" tanya Retno.
"Aku juga sedang memikirkan, bagaimana rencananya," jawab Gunawan.
"Bagaimana kalo kita lakukan hal yang sama, seperti yang kita lakukan kepada kedua orangtuanya," ucap Retno.
"Akan susah sekali, mengingat ia tidak mempunyai mobil, dan dia kemana-mana, akan bersama tuan Kenan, setiap gerakannya akan diperhatikan," jawab Gunawan.
"Bagaimana kalo kita baik-baik sama dia, terus ajak dia tinggal bersama kita," kata Retno.
"Jangan gila, mah!" ujar Gunawan.
"Papah dengar dulu rencanaku, jadi. Kita jual dia ke om-om yang haus akan belaian, dia pasti masih perawan, dan harganya akan mahal sekali," ucap Retno.
"Setelah itu, kita bunuh dia," lanjut Retno.
"Terkadang, otakmu lancar," ucap Gunawan.
"Bagaimana, papah setuju?" tanya Retno.
"Aku setuju, kita akan jalankan rencananya," jawab Gunawan.
"Tapi kita membutuhkan Risti, untuk menjalankan rencana kita," ucap Retno.
"Kenapa kita membutuhkan anak kita?" tanya Gunawan bingung.
"Papah suruh, Risti melamar di perusahaan tuan Kenan, agar anak kita dekat dengan Kinara, dan akan gampang membawa Kinara kesini," jawab Retno.
"Apa Risti akan mau? Mengingat, kalo selama ini dia tidak mau bekerja," ujar Gunawan.
"Dia akan mau," jawab Retno.
"Asalkan ada imbalannya," lanjut Retno.
"Akan aku coba, menyingkirkan anak itu, agar hidup kita tetap aman," kata Gunawan.
Gunawan, haus akan uang, sampai ia melakukan segala cara, agar dia bisa mendapatkannya, bahkan dengan cara kotor!
***