NovelToon NovelToon
Poppen

Poppen

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Siti Khodijah Lubis

Bayangkan jika boneka porselen antik di sudut kamar Anda tiba-tiba hidup dan berubah menjadi manusia. Itulah yang dialami Akasia, seorang gadis SMA biasa yang kehidupannya mendadak penuh keanehan. Boneka pemberian ayahnya saat ulang tahun keenam ternyata menyimpan rahasia kelam: ia adalah Adrian, seorang pemuda Belanda yang dikutuk menjadi boneka sejak zaman penjajahan. Dengan mata biru tajam dan rambut pirang khasnya, Adrian tampak seperti sosok sempurna, hingga ia mulai mengacaukan keseharian Akasia.

Menyembunyikan Adrian yang bisa sewaktu-waktu berubah dari boneka menjadi manusia tampan bukan perkara mudah, terutama ketika masalah lain mulai bermunculan. Endry, siswa populer di sekolah, mulai mendekati Akasia setelah mereka bekerja paruh waktu bersama. Sementara itu, Selena, sahabat lama Endry, menjadikan Akasia sasaran keusilannya karena cemburu. Ditambah kedatangan sosok lain dari masa lalu Adrian yang misterius.
Namun, kehadiran Adrian ternyata membawa lebih

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Khodijah Lubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

and Now Partner in Crime

Aku melihatnya dengan jelas, pemuda kaukasia tampan di kamarku itu terlihat berkilauan memantulkan cahaya matahari dari jendela kamar di sisi belakangnya. Ia memiliki rambut pirang lurus yang terurai setelinga, sepasang matanya berwarna biru laut, indah sekali. Tubuhnya cukup tinggi, sekitar 180 cm, hidungnya mancung, alisnya tebal dan rahangnya tegas, namun kulit putihnya membuat wajahnya terkesan baby face. Bibirnya tipis dan bersemu sehat, terlihat mirip boneka.

Penampilan pemuda itu sempat membuatku terpesona sejenak dan bersemu seandainya aku tidak ingat dia orang asing di kamarku. Ingatan itu diputar lagi dibawah alam sadarku, ia mirip sekali dengan bonekaku, apalagi namanya sama. Apa mungkin bonekaku merupakan boneka jelmaan? Lalu siapa sosok pria itu, apakah dia hantu?

Aku terkesiap dan bangkit terduduk, sadar dari pingsan. Aku menolak menganggap ini hanya mimpi, karena ingatan ini terasa sangat nyata. Aku mempersiapkan mentalku, melirik bonekaku yang sudah kembali ke tempatnya semula.

“Adri, aku tahu tadi itu kamu, dan itu nyata. Aku sudah siap dengan semua kemungkinan. Jadi, bisa tolong jelaskan kejadian tadi? I'll try to be open minded. (aku akan mencoba berpikiran terbuka)” Aku berseru, berharap bonekaku itu meresponnya.

“Nanti...kamu pingsan lagi,” terdengar suara pria menjawab ragu-ragu.

“Hidupku sudah rumit, jadi menambah sedikit kerumitan lagi kayaknya nggak masalah deh. Sudah terbiasa,” aku meyakinkannya. “Kamu ini sebenarnya apa? Hantu? Siluman? Atau apa?”

“Sebentar, aku berubah dulu supaya enak menjelaskannya.” Suara itu meminta izin, tidak lama kemudian ukuran boneka porselenku itu berubah membesar dan menjadi seorang pemuda yang aku lihat sebelumnya.

Aku mempersiapkan mental dan hati, pasalnya pemuda di depanku ini terlalu tampan. Aku khawatir terpikat kalau aku tidak membentengi hatiku. “Jadi siapa kamu sebenarnya?”

“Panggil aja aku Adri seperti biasa, aku hidup di masa kolonial sewaktu negara ini belum merdeka. Aku aslinya manusia, sama kayak kamu, cuma ya murni keturunan Belanda. Aku lahir dan besar di Batavia, eh Jakarta maksudnya. Aku banyak bergaul dengan warga lokal, jadinya ya begini deh, bahasa Indonesiaku bagus kan?” Pemuda itu menceritakan, sedikit berharap pengakuan.

“Iya iya, haus pengakuan banget.” Komentarku risih, “Jadi gimana ceritanya kamu bisa jadi boneka?”

Pemuda itu tertunduk, bingung menyampaikannya, “Aku dikutuk. Kamu tahu kan pribumi di zaman dulu punya banyak ilmu dan kesaktian yang diluar nalar, sepertinya karena itu deh.” Ia meringkas ceritanya.

“Kenapa bisa dikutuk? Memang kamu melakukan kesalahan apa? Nyolong arca? Ngerusak candi?” Aku menatapnya curiga.

“Ya ampun tuduhannya, nggak kriminal gitu lah!” Pemuda itu cepat-cepat menangkis tuduhan tak berdasar itu. “Memang sih, kesalahanku sepele, tapi berakibat fatal,” mata pemuda itu terlihat berkaca-kaca mengenang masa lalu, ia seperti ragu untuk membongkar kisahnya, ‘Bayaran dari kesalahanku mahal, aku sampai kehilangan nyawa perempuan yang aku cintai karena kebodohanku. Bagaimana caranya aku menceritakan aibku ini, aku terlalu malu mengakuinya.’ Adri sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri.

“Oke, aku mengerti. Kamu boleh simpan sendiri ceritamu kalau sulit diceritakan. Aku nggak sekepo itu kok. Lagipula wajar setiap orang punya rahasia.” Akasia berusaha terlihat tidak peduli untuk menjaga perasaan pemuda di depannya. Ia kasihan melihat matanya yang berkaca-kaca seperti mau menangis.

“Terima kasih ya atas pengertiannya. Mungkin nanti kalau aku sudah siap aku bakal cerita. Soalnya ceritanya akan panjang.” Pemuda itu tersenyum haru, membuat Akasia kembali tersentuh.

‘Bisa nggak sih nggak usah seganteng itu? Susah nih membentengi hati kalau dia senyum kayak begitu terus!’ Keluh gadis itu dalam hati. “Lalu sekarang gimana? Untung aku yang pergoki kamu, bukan orang rumahku yang lain. Bisa gawat kalau orangtuaku lihat kamu, nanti dikira aku bawa masuk cowok ke kamar. Aku nggak mau ya dituduh mesum terus diarak warga keliling kampung.” Akasia memperingatkan dengan tegas, yang direspon pemuda itu dengan menahan tawa, manis sekali.

“Sudah besar ternyata kamu, Nak...kemana perginya ya gadis kecil enam tahun yang polos itu?” Gumamnya jahil.

“Sok tua banget sih! Iya deh, Puh Sepuh. Engkong maunya gimana?” Kali ini Akasia membalas dengan sedikit salah tingkah.

“Heeii aku nggak setua itu ya! Eh tapi...benar juga.” Adrian tidak bisa menampik kenyataan itu.

“Iya kan, harusnya Aki tuh sekarang udah jadi fosil.” Ledek Akasia puas.

“Songong ya, dibilang fosil! Gini-gini gue tuh up to date.” Adrian pamer kemampuannya, demi menampik kesan kolot yang ia hindari.

“Tetap aja umur nggak bisa bohong, generation gap kita terlalu jauh. Sorry but it's a fact (maaf tapi itu faktanya).” Akasia membalas tidak mau kalah.

“Heh, jangan nggak sopan sama orang yang lebih tua!” Pemuda itu akhirnya terpancing emosinya.

“Tuh kan pakai ultimate card umur, khas orang berumur.” Akasia memvalidasi tuduhannya.

“Ingat, bobrok-bobroknya kamu aku tahu semua loh! Jangan macam-macam!” Adrian menyeringai sambil mengacungkan telunjuknya, mengingatkan gadis itu akan kebersamaan mereka selama ini.

Akasia baru ingat ia sudah bercerita terlalu banyak pada boneka Adri dulu, “Waduh, iya lagi,” ia langsung diam tak berkutik.

“Bagus, sekarang bagaimana kalau kamu menyalakan laptop kamu? Kita buat perjanjian MOU demi kebaikan dan ketentraman kita bersama.” Adrian mengkomando tegas.

Akasia membuka laptopnya di meja belajar dan segera menyalakannya, ‘Kenapa aku menurut ya?’ herannya dalam hati, ‘Tapi akan aku buat aturannya menguntungkan aku juga. Harus adil!’ Tekadnya.

Sementara dalam diamnya Adrian terperangah kagum dengan gawai bernama laptop itu. Ia sudah lama penasaran melihatnya dan ingin mencoba menggunakannya. Di zamannya dulu mesin ketik manual saja sudah kelihatan canggih, sekarang bahkan ada alat secanggih laptop yang serba bisa dan praktis dibawa kemana-mana. Tapi ia gengsi menyuarakan keheranan dan kekagumannya. Selagi Akasia mengoperasikan laptopnya ia hanya memperhatikan cara kerjanya dengan sorot mata berbinar-binar.

“Oke, mau diketik apa ini?” Akasia membuka aplikasi pembuat dokumen.

“Beri judul ‘Surat Kesepakatan Persetujuan Tinggal’.” Adrian mencetuskan, gadis itu segera menuruti meski pikirannya masih linglung.

“Loh memang sudah aku izinkan tinggal disini?” Respon Akasia polos.

“Loh memangnya belum?” Adrian terhenyak kaget, “Ayolah, apa artinya kebersamaan kita selama ini? Kita kan teman. Dulu kamu sering ajak aku main masak-masakan bareng, rumah-rumahan, dokter-dokteran.”

“Stop-stop, oke mengerti! Iya boleh, tapi aku juga boleh mengatur pasal-pasalnya.” Akasia mensyaratkan dengan panik, teringat aib-aibnya.

“Tentu, kamu kan pemilik kamar. Tadi aku bilang ini demi kebaikan kita bersama, justru pendapat kamu sangat diperlukan.” Adrian menenangkannya, “Apalagi kita menempati kamar yang sama, harus ada aturan yang berlaku untuk meminimalisir konflik kedepannya.”

Perkataan Adrian tadi justru membuat Akasia tersipu, pikirannya berkelana kemana-mana. ‘Teman sekamar, kok kedengarannya ambigu ya? Bahaya nggak nih?’ Ia berpikir ulang risiko keputusan yang diambilnya ini.

Adrian sedikit banyak bisa menebak isi kepala Akasia dan merasa salah bicara, “Maksudnya aku kan seringnya berwujud boneka. Tenang, walaupun aku aslinya ganteng begini aku pemuda bermartabat kok. Soal perempuan aku juga pilih-pilih, di mataku kamu mah bocah! Kecil, nggak menarik!” Ia sedikit meralat ucapannya, namun tampaknya malah semakin memancing emosi Akasia.

“Pemilik kamar ini kamu sebut apa? Bocah, nggak menarik?” Akasia mengulang ucapan Adrian dengan senyum geram, membuat pemuda itu sadar ia semakin salah bicara, “Kamu benar-benar nggak takut diusir dari sini ya? Kamu bisa loh berakhir di TPS Bantar Gebang, disana luas, enak, beratapkan langit berlantaikan tumpukan sampah, kamu jadi banyak teman.” Gadis itu mengancam dengan sarkas.

“Maaf Paduka Ratu, hamba salah bicara. Izinkan hamba menebus kesalahan hamba. Paduka Ratu wanita yang agung, mana berani hamba menyentuh Paduka atau bersikap tidak sopan, membayangkannya saja sudah lancang bagi hamba.” Adrian kali ini membujuk dengan totalitas penghayatan peran. Ia membungkuk, tangan kanannya ditangkupkan di dada, gestur memberi hormat.

“Bagus kalau kamu sadar posisimu, sekarang biarkan Ratu Wilhelmina-mu ini mengetik dulu pasal-pasal yang aku perlukan.” Akasia meminta waktu dengan gaya yang sama.

“Lebih mirip windmill sih.” Ledek Adrian asal sambil menahan tawa.

“Kamu bilang apa tadi?” Akasia curiga.

“Saya cuma bicara dengan lalat, Paduka.” Adrian menjawab asal, mencari aman, "O iya Paduka, boleh saya meminta izin Paduka?"

“Untuk apa wahai rakyat jelata?” Sang pemilik kamar menanyakan dengan pongah.

“Bolehkah saya memakai alat elektronik paduka saat paduka tidak ada di kamar? Seperti menyalakan televisi atau laptop kalau sedang bosan? Saya berjanji akan mengecilkan suara agar orang-orang dirumah tidak ada yang mendengar.” Adrian menjelaskan keinginan terpendamnya.

“Loh, memangnya kamu bisa?” Akasia terkejut.

“Ya bisa lah!” Jawab Adrian yakin, “Kalau diajarin,” tambahnya kemudian sambil cengengesan, "Tolong ajari aku ya? Ya?" Pintanya merajuk.

“Demanding banget deh, iya deh iya.” Akasia menyanggupi.

“Kalau...HP?” Adrian menyatukan kedua telunjuknya dan memainkannya dengan malu-malu.

“Waduh, kalau pinjam HP nggak boleh! Terlalu privasi, sorry nih.” Akasia menolak cepat, “Tapi kamu kayaknya memang bakal membutuhkan HP sih. Gini aja…” Akasia beranjak untuk mengambil sesuatu di laci lemarinya. Ia membawa benda tersebut dan memberikannya ke tangan Adrian, ternyata ponsel android yang lain. Adrian terkesiap, matanya berbinar-binar.

“Itu HP lamaku, kamu pakai aja. Disitu juga sudah diinstal aplikasi pemantau CCTV di rumah ini, kamu bisa mengintai keberadaan orang rumah dari sana dan belajar menghindar dari kamera CCTV setiap keluar rumah. Disitu ada nomor HP-ku juga. Nggak apa-apa kan HP lama?”

Adrian mengangguk cepat, “Nggak masalah banget! Aku justru berterima kasih dipinjamkan satu HP khusus untuk aku, terima kasih Paduka Ratu!” Ia tampak terharu dan bahagia, seperti mendapatkan bongkahan emas.

“Dijaga ya, jangan lupa baterainya di-charge.” Akasia berpesan, “Ini titahku!”

1
Little Fox🦊_wdyrskwt
fix ini fakta
yumin kwan
lanjut ya....jangan digantung, ceritanya seru...
Serenarara: Owkay qaqaa
total 1 replies
Lalisa Kimm
lanjuuuuttt
Lalisa Kimm
upppp thor yg bnykkk
Serenarara: Owwkay
Serenarara: Syudah
total 2 replies
Lalisa Kimm
cielah, jan nyombong mbak/Smile/
Lalisa Kimm
yah endri trnyata yg nolong
Lalisa Kimm
ikut sedih/Cry/
Lalisa Kimm
nahhh betul itu
Lalisa Kimm
kmu udh cinta kali/Facepalm/
O U Z A
merasa dibawa ke masa lalu, kisah cintanya londo wkwk
Serenarara: Maacih, emang niatnya gitu.
total 1 replies
Runaaa
mampir ya kak ke novelku🙏
semangat /Good/
Gorillaz my house
Bikin gak bisa berhenti
Serenarara: Yg boneng gan?
total 1 replies
Dumpmiw
Ya ampun, kaya lagi kumpul tengah lapangan pake koran /Sob/
Serenarara: Berasa nonton layar tancep.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!