Pasangan rumah tangga Kisman dan Mawar kehilangan anak satu-satunya karena sakit. Mereka tidak bisa menerima kenyataan pahit dan menginginkan putri mereka kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Luar Nalar
Sungguh di luar nalar akal pikir manusia.
Warga desa terutama para tetangga dekat Kisman ada yang menaruh curiga kepada keluarga yang belum lama menekuni usaha kuliner itu.
Pasangan Kisman dan Mawar sekarang hidup serba berkecukupan. Jika dihitung-hitung maka pencapaian mereka saat ini bisa dikatakan terlalu berlebihan dan tidak lumrah.
Rumah Kisman sekarang telah disulap menjadi lebih bagus. Rumah yang dulunya sederhana itu sekarang menjadi lebih mewah dibandingkan dengan rumah-rumah yang lain.
Pandangan masyarakat terbagi-bagi.
Ada yang masa bodoh dan tidak mau ikut campur urusan orang lain. Ada yang curiga tapi tetap membiarkannya.
Mereka berpendapat urus saja dapur masing-masing. Soal kaya dan miskin sudah ada yang menentukan tergantung usaha dan kerja keras sendiri-sendiri. Jadi jaganlah berperilaku iri.
Tapi ada juga sebagian orang-orang yang menaruh curiga berlebih dan melakukan selidik lebih dalam. Biarpun pada akhirnya mereka juga enggan untuk menghakimi.
Terlebih orang-orang yang mengalami sendiri kejadian janggal terhadap keluarga Kisman dan Mawar yang sekarang hidupnya menjadi kaya mendadak.
Sekarang Kisman sudah punya mobil dan sepeda motor milik pribadi. Mau pergi kemana saja tidak akan ada yang melarang.
Bagi sebagian orang tentu saja masih ingat. Bagaimana dulu Kisman kurus hanya bermodalkan sepeda kayuh untuk berjualan mainan anak-anak dan permen gulali.
*
Pasar malam,
Ada pagelaran pasar malam di desa seberang. Kisman dan Mawar mengajak Seroja pergi ke sana.
Liburan keluarga bagi mereka hanya bisa dilakukan pada waktu malam hari. Kisman rela berkorban meski harus meliburkan warungnya yang tidak pernah sepi pembeli.
“Seroja, malam ini kita akan pergi ke pasar malam”,
“Di sana banyak wahana tempat bermain”,
“Kamu bisa main apa saja”,
Mawar berbicara kepada putrinya.
Meski Seroja hanya bisa mengangguk saat setuju. Tapi anak itu bisa mengerti saat diajak berkomunikasi.
“Biar Seroja mainnya kuat makan dulu ya”,
“Ini bapak sudah siapkan daging ayam kesukaan kamu”
“Masih mentah dan masih ada darahnya seperti yang kamu suka”,
“Makan dulu”, kata Kisman.
Seroja dengan lahap memakannya.
Sebenarnya Seroja lebih suka dengan yang masih sedikit berbulu. Ia juga lebih suka memakan daging ayam dari ayam yang masih hidup.
*
Kisman, Mawar dan Seroja sampai di lapangan tempat berlangsungnya pertunjukkan pasar malam.
Layaknya sebuah keluarga bahagia mereka bertiga masuk bersama beriring-iringan.
Tapi setelah masuk ke dalam yang terjadi justru sebaliknya,
Di tengah ramainya orang-orang dan meriahnya wahana beserta pertunjukkan yang ditampilkan. Seroja sama sekali tidak senang.
Anak perempuan itu malah merajuk. Ketika marah ia akan menyembunyikan wajahnya. Memeluk erat kaki ibunya sambil menggigitnya.
“Aduh sakit nak”, kata Mawar.
“Seroja tidak boleh begitu”,
“Lihat banyak anak-anak yang lain”,
“Tidak usah takut”,
Ketika Kisman dan Mawar mencoba menenangkan Seroja ada seseorang yang menghampiri mereka.
“Kisman”, sapa orang itu mendekat.
Dia adalah Bimo tetangga dekat rumah sekaligus teman baik Kisman dan Mawar.
“Bimo”, sapa balik Kisman.
“Kamu sendirian Bim?”, tanya Kisman basa-basi.
“Aku bersama anak-anak”,
“Mereka sedang bermain”, jawab Bimo.
“Kalian berdua pacaran lagi?”, canda Bimo.
Komentar Bimo itu membuat Kisman dan Mawar mengeryitkan dahi. Apakah kawan mereka itu tidak melihat Seroja bersama mereka?
Jawabannya memang tidak.
Ternyata saat mereka berdua sedang berbicara dengan Bimo, Seroja sudah pergi.
Seroja tiba-tiba menghilang entah kemana.
Tentu saja Kisman dan Mawar menjadi panik.
“Sudah dulu ya Bim, kami jalan dulu”,
“Kami berdua mau pacaran”,
Kisman dan Mawar segera mencari kemana anak mereka pergi di tengah keramaian orang-orang yang sebelumnya tidak disukainya itu.
Bimo yang tiba-tiba diinggal sendiri jadi berpikir. Apa jangan-jangan ia salah bicara?
*
Setelah mencari dimana-mana selama berjam-jam Kisman dan Mawar tidak kunjung menemukan Seroja.
“Bagaimana ini pak?”,
“Kita sudah muter-muter berkali-kali”, keluh Mawar.
“Apa sebaiknya kita minta bantuan lewat pengeras suara saja biar diumumkan”, Mawar mulai berputus asa.
Tapi jika itu dilakukan rahasia Seroja akan terkuak.
Kisman belum bisa memutuskan. Ia tengah pusing tujuh keliling akibat ulah anaknya yang suka berkeliaran seenaknya.
Akhirnya kedua orang tua itu bisa bernafas lega ketika Seroja tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
“Kamu habis darimana?”,
“Ibu dan bapak setengah mati mencarimu”,
“Lain kali tidak boleh main pergi-pergi lagi”, Mawar kesal.
Seroja datang dengan wajah yang begitu gembira. Entah wahana atau pertunjukkan apa yang baru saja anak itu saksikan.
Melihat Seroja demikian Kisman lalu menggendong anak itu,
“Ayo kita pulang”,
Mengajak Mawar dan Seroja segera pulang ke rumah meninggalkan pasar malam.
*
Malam berikutnya di angkringan Kisman yang telah kembali buka,
Orang-orang pada heboh membicarakan sebuah topik bahasan yang sedang viral yang terjadi tidak jauh dari desa mereka.
“Sudah tahu belum?”,
“Pasar malam di desa seberang dibubarkan”,
“Kemarin malam ada anak kecil yang hilang”,
“Tadi pagi anak kecil itu ditemukan sudah meninggal”,
“Mayatnya robek-robek seperti habis dimakan hewan buas”,
“Digigit demit itu pasti”,
“Mana ada demit zaman sekarang?”,
“Pasti perbuatan hewan buas kalau tidak macan ya serigala”,
“Mau apa macan sama serigala datang ke sini?”,
“Bukannya serigala itu tinggalnya di salju?”,
“Kalau macan darimana? Kabur dari kebun binatang?”,
Kisman hanya ikut menjadi pendengar dalam ramainya debat kusir orang-orang itu. Meski tadi malam ia berada di tempat kejadian perkara.
*
Yang terjadi tadi malam,
Seroja datang dengan wajah yang begitu gembira. Entah wahana atau pertunjukkan apa yang baru saja anak itu saksikan.
Mulut Seroja belepotan merah-merah. Begitu juga dengan kedua tangannya yang merah-merah.
Dan bau anyir darah.
Melihat Seroja demikian Kisman lalu menggendong anak itu,
“Ayo kita pulang”,
Mengajak Mawar dan Seroja segera pulang ke rumah meninggalkan pasar malam.