NovelToon NovelToon
I Adopted Paranormal Dad

I Adopted Paranormal Dad

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Pendamping Sakti
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah sembilan belas kehidupan yang penuh penderitaan, Reixa terbangun kembali di usianya yang kesembilan tahun. Kali ini dengan gilanya, Reixa mengangkat seorang pria sebagai ayahnya, meninggalkan keluarganya setelah berhasil membawa kabur banyak uang.
Namun, siapa sangka Reixa membangkitkan kemampuannya dan malah berurusan hal di luar nalar bersama ayah angkatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Setelah menemukan kontraktor yang bisa dipercaya, Saverio segera memerintahkan mereka untuk mulai mengerjakan renovasi apartemen. Dia memastikan bahwa beberapa teknologi modern ditambahkan, seperti sistem pemadam kebakaran otomatis, alarm peringatan dini, dan beberapa fitur lainnya yang diminta oleh Reixa. Setiap detail dikerjakan dengan penuh kehati-hatian demi memberikan rasa aman dan nyaman bagi gadis kecil itu.

Siang itu, Saverio memutuskan untuk menjemput Reixa dari sekolah. Saat tiba, pandangannya langsung tertuju pada sosok kecil yang berdiri di depan gerbang, tampak gelisah sambil menggenggam tali tasnya erat.

"Reixa!" panggilnya dengan suara lembut.

Mendengar suara itu, tatapan Reixa yang tadinya dipenuhi kecemasan langsung berubah ceria. Senyumnya merekah, dan tanpa ragu, dia berlari kecil menghampiri Saverio.

"Ayah!" serunya, langsung memeluk pria itu erat, seolah semua beban di pundaknya menguap begitu saja.

Saverio menghela napas panjang, lalu membalas pelukannya dengan lembut, tangannya terangkat untuk mengacak rambut gadis kecil itu. "Kau baik-baik saja?" tanyanya, meski dia tahu jawabannya dari senyuman gadis itu.

Reixa mengangguk dengan semangat. Mata hijaunya berbinar penuh kegembiraan saat menatap wajah pria yang kini menjadi pelindung sekaligus figur ayah baginya. Saverio hanya bisa tersenyum kecil, merasakan kehangatan yang menyelinap di dadanya. Namun, jauh di dalam pikirannya, ada rasa khawatir yang tak bisa dia abaikan.

Dia tahu, trauma yang disimpan Reixa bukanlah hal yang mudah dilupakan. Apalagi fakta bahwa, untuk alasan yang tidak dia pahami, kemampuan Saverio untuk membaca masa depan tidak berfungsi ketika menyangkut Reixa. Hal itu membuatnya merasa tidak berdaya—sesuatu yang sangat jarang dia alami.

Namun, melihat gadis kecil itu sekarang, dengan senyuman yang kembali merekah di wajahnya, Saverio bertekad. Apa pun yang terjadi, dia akan melindungi Reixa. Gadis kecil itu adalah tanggung jawabnya sekarang, dan dia tidak akan membiarkan apa pun atau siapa pun menyakitinya lagi.

Reixa menggenggam erat tangan besar Saverio, seakan takut pria itu akan menghilang jika dia sedikit saja melepaskan genggamannya. Langkah kecilnya mengikuti pria itu, namun pikirannya melayang pada ingatan-ingatan masa lalu yang masih terpatri jelas di benaknya.

Dia tahu, kota ini—yang kini masih terlihat indah dan teratur—akan dieksploitasi habis-habisan di masa mendatang. Gedung-gedung tinggi akan menelan ruang hijau, dan penduduknya akan tumbuh melampaui kapasitas hingga kota ini berubah menjadi kumuh dan penuh polusi. Reixa tidak bisa diam saja membiarkan itu terjadi. Jika dia bisa, dia ingin melindungi keindahan kota ini selama mungkin.

"Ayah," panggilnya, menarik perhatian Saverio. Gadis itu mendongak, matanya yang hijau berbinar penuh antusias, bertolak belakang dengan tubuh kecilnya yang tampak rapuh. "Uang yang aku dapatkan itu masih banyak, kan? Kalau Ayah punya waktu, tolong cari informasi tentang kota ini. Misalnya, kalau ada orang yang jual tanah atau menawarkan investasi desa, Ayah langsung ambil saja, pakai uangku!" pintanya tanpa ragu, nada suaranya begitu tegas untuk ukuran seorang anak kecil.

Saverio terdiam sejenak, menatap Reixa yang begitu bersemangat. Ujung bibirnya terangkat membentuk senyuman kecil. "Kau benar-benar ingin melindungi tempat ini, ya?" tanyanya, lebih kepada dirinya sendiri. Gadis kecil ini sungguh berbeda. Di balik tubuh mungilnya, tersembunyi tekad yang begitu besar.

"Tentu saja! Sangat disayangkan kalau kota secantik ini berubah jadi kota kumuh yang penuh sesak tanpa ruang hijau," jawab Reixa penuh keyakinan, sambil menatap Saverio dengan pandangan serius.

Saverio mengangguk pelan, memutuskan untuk mengabulkan permintaan itu. Meski dia belum sepenuhnya memahami alasan di balik keinginan Reixa, dia tahu satu hal: gadis kecil ini memiliki pandangan jauh ke depan yang bahkan orang dewasa pun sulit menyamai.

"Baiklah," jawabnya akhirnya. "Aku akan cari tahu. Tapi kau juga harus ingat, tidak semua hal bisa kita kendalikan. Kau harus siap menghadapi kemungkinan apa pun."

Reixa tersenyum lebar, mengabaikan peringatan itu. "Ayah memang yang terbaik!" katanya riang sambil mempererat genggaman tangannya.

Saverio hanya bisa menghela napas sambil melirik gadis itu dari sudut matanya. Dia bertanya-tanya, dari mana gadis kecil ini mendapatkan keberanian dan kedewasaan yang luar biasa untuk usianya. Namun, dia juga sadar—Reixa bukanlah anak biasa. Dan itulah yang membuatnya merasa semakin ingin melindunginya.

Reixa mencatat beberapa hal penting dalam buku kecil yang selalu dibawanya. Catatan itu berisi pengalaman-pengalaman dari kehidupan sebelumnya, yang terukir jelas dalam ingatannya. Namun kali ini, fokusnya tertuju pada satu hal: Saverio.

Dalam kehidupan sebelumnya, Reixa terlalu takut untuk keluar dari rumah. Dia lebih memilih bertahan dalam ketidakpastian, menunggu waktu yang tepat meski tanpa harapan bahwa segalanya akan membaik. Dia pernah berpikir, jika hanya menunggu, Allarick akan menyerah dan membiarkannya pergi. Tapi kenyataannya jauh dari harapan itu.

"Aku berhasil kabur dari rumah dan bertemu dengan Saverio," gumamnya sambil mencoret sesuatu di bukunya. "Padahal dulu aku hanya tak berdaya seperti tikus mati. Fokusku hanyalah membalas dendam, sementara bajingan itu bertingkah seolah sudah memberikan seisi dunia untukku." Dia mencengkeram pena dengan erat. "Padahal dia hanya suka marah, mengaturku seperti boneka tanpa hati."

Pikirannya melayang ke masa lalu yang gelap. Rasa sakit dan penghinaan bercampur dengan kepahitan yang sulit dilupakan. Namun, pertemuannya dengan Saverio mengubah segalanya. Dia merasa telah diberi kesempatan baru untuk memperbaiki hidupnya, meski masih ada banyak hal yang belum terjawab.

"Kau tampak tegang sekali." Sebuah suara lembut memecah lamunannya. Reixa mendongak, mendapati sesosok pria bersurai putih berdiri di hadapannya. Pria itu tersenyum hangat, matanya memancarkan ketenangan yang hampir tidak wajar.

"Siapa kau?" tanya Reixa, mengernyit.

Pria itu tidak langsung menjawab, hanya duduk di sebelahnya dengan santai. "Itu hanyalah halusinasi," katanya akhirnya, suara tenangnya seperti angin sepoi-sepoi. "Kemampuanmu yang baru bangun menciptakan penglihatan itu, Reixa."

Reixa menatapnya tak percaya. "Sungguh? Tapi kenapa? Kenapa aku harus mengingat semua itu?"

Pria itu tersenyum tipis, seolah mengetahui semua pertanyaan yang belum diucapkannya. "Kau adalah manusia terpilih. Setiap memori dan rasa sakit itu bukan tanpa alasan. Ingatlah, takdir menunggumu. Kau hanya perlu belajar memahaminya."

Reixa terdiam, matanya menatap kosong ke depan. Kata-kata pria itu menggema dalam benaknya, tetapi bukan jawaban yang dia harapkan. "Takdir, ya?" gumamnya lirih, lebih kepada dirinya sendiri.

Pria itu berdiri dan berbalik, berjalan menjauh dengan tenang. Sebelum menghilang, dia menoleh, memberikan senyum yang samar. "Percayalah pada dirimu sendiri, Reixa. Masa lalu tidak menentukanmu, tetapi keputusanmu saat ini yang akan mengubah segalanya."

Reixa menghela napas panjang, mencoba mencerna kata-kata pria bersurai putih tadi. Dia membuka buku catatannya lagi, memperhatikan tulisan-tulisan yang sudah dia buat. Garis-garis tinta itu terasa seperti serpihan masa lalu yang terus menghantui pikirannya.

“Aku manusia terpilih?” gumamnya dengan nada skeptis. Tangan mungilnya dengan lincah mencoret-coret bagian yang dia anggap tidak relevan. Jika aku benar-benar terpilih, kenapa aku harus melalui semua ini? Kenapa harus aku? pikirnya, rasa frustrasi perlahan mengendap.

Saverio tiba-tiba muncul di ruangannya, membawa secangkir teh panas. "Kau terlalu banyak berpikir," ucapnya dengan suara tenang. Dia menaruh cangkir itu di meja, menatap Reixa dengan sorot penuh perhatian. "Apa kau khawatirkan sesuatu?"

Reixa tersenyum tipis, tetapi matanya tetap memancarkan kecemasan. "Aku hanya merasa… banyak hal di luar kendaliku, Ayah. Kadang, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

Saverio duduk di kursi sebelahnya, tubuhnya yang besar membuat kursi itu sedikit berderit. "Reixa," katanya dengan lembut, "tidak semua hal dalam hidup harus kau pahami saat ini. Tapi kau tahu, kau selalu punya pilihan. Dan aku di sini untuk membantumu, apa pun itu."

Kata-kata Saverio membuat dada Reixa terasa hangat. Dia tahu pria itu tidak sempurna, tetapi kasih sayang dan kesabaran yang Saverio tunjukkan padanya terasa begitu nyata.

"Tapi, Ayah," ucap Reixa ragu. Dia menatap pria itu dengan mata serius. "Kalau aku tidak bisa membuat keputusan yang benar, bagaimana?"

Saverio tersenyum, lalu mengacak rambut gadis itu pelan. "Tidak ada keputusan yang sempurna, Reixa. Yang penting, kau belajar dari setiap langkahmu. Jika kau jatuh, aku akan ada di sini untuk membantumu bangkit."

Reixa mengangguk, meskipun di dalam hatinya masih tersisa banyak keraguan. Namun, ada kelegaan yang samar. Setidaknya dia tahu, dia tidak sendiri. Saverio, dengan segala kebijaksanaannya, adalah jangkar yang membuatnya tetap berdiri.

 

Malam itu, Reixa kembali ke tempat tidurnya, membawa buku catatan dan pena kesayangannya. Dia merenung sambil menatap langit-langit kamar. Aku manusia terpilih, gumamnya lagi dalam hati. Kata-kata pria bersurai putih tadi terus bergema.

Tiba-tiba, terdengar suara ketukan halus di jendela. Reixa terlonjak kaget, lalu segera menghampiri. Ketika dia membuka tirai, sosok bersurai putih yang sama berdiri di luar, memandangnya dengan tatapan misterius.

"Aku lupa memberi tahu sesuatu," kata pria itu, suaranya nyaris berbisik. "Hati-hati, Reixa. Masa depan tidak selalu seperti yang kau harapkan. Dan tidak semua orang di sekitarmu bisa dipercaya, bahkan yang paling dekat sekalipun."

Sebelum Reixa sempat bertanya, pria itu menghilang begitu saja, meninggalkan angin dingin yang berhembus masuk ke kamarnya. Reixa terpaku, jantungnya berdegup kencang. Kata-kata itu membuatnya semakin tidak tenang.

Siapa yang dia maksud? pikir Reixa, rasa curiga mulai merayap dalam dirinya.

1
Astuty Nuraeni
Reixa masih 10 tahun pak, tentu saja masih kanak kanak hehe
Ucy (ig. ucynovel)
secangkir ☕penyemangat buat kak author
Ucy (ig. ucynovel)
reinkarnasi ya
Citoz
semangat kk 💪
Buke Chika
next,lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!